Mohon tunggu...
Dea Fauzia Abdillah Dea
Dea Fauzia Abdillah Dea Mohon Tunggu... -

ABSURD

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebiasan Makna Reformasi

21 Mei 2013   22:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:13 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

15 tahun sudah negeri ini merangkak perlahan meniti reformasi. Reformasi dari rezim Suhartosentris dan otoriterialisme. Pergolakan yang sengit dan pertarungan para kuasa elit politik dari berbagai macam sudut kepentingan. Pilar-pilar demokrasi dibungkam oleh semangat pembangunan, memunculkan identitas budaya Korup, Kolu, dan Nepo. Yang melawan kalau tidak hilang dan ditemukan di pulau terpencil, pasti mereka diketemukan sedang sekarat meregang nyawa. Inilah luka derita mendalam rezim orde baru.

Reformasi politik, reformasi birokrasi, reformasi restorasi dan reformasi generasi. Pada akhirnya hanya menelurkan sebuah “reformasi ambang batas”. Konsekwensi menciptakan perubahan harus menggadaikan rakyat proletar. Yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin sengsara. Perbedaan dua rezim ini hanyalah terletak pada kebebasan beraspirasi dan transparansi informasi. Namun dari kesemua itu belum mampu mencapai tujuan demokrasi dari reformasi.

Kebangkitan hanya menjadi semiotika kala tanggal 20 Mei semua masyarakat Indonesia merayakannya sebagai titik balik perjuangan reformasi. Kita belum bisa mewujukannya selama individu-individu di negeri ini (red:penguasa) masih berjuang atas nama golongan tertentu. Mangatasnamakan Tuhan dan rakyat untuk berkuasa. Janji hanyalah janji tersurat dan tersirat dalam lisan saja. Sampai kapankah ?sampai harus menunggu kehancuran baru setelah itu kita bangkit lagi?

Semoga mimpi dan ekspektasi kita menggapai kebahagiaan yang hakiki di negeri ini dapat segera terwujud. Tidak sekedar mimpi atau cita-cita dalam angan, namun harus dilakukan semilitan mungkin. Selamat Kebangkitan Nasional. Semoga reformasi tidak sekedar NARASI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun