Hari ini tepat setahun yang lalu, seorang user baru mendaftarkan diri di blog keroyokan ini. Sebelum menjadi kompasianer, sebenarnya ia telah memulai hobi menulisnya melalui beberapa forum online. Biasanya kejenuhan dan rasa bosan membuat dia tidak bertahan lama dalam satu komunitas online. Namun entah mengapa, sudah setahun dia kerasan menulis di kompasiana ini.
Dialah kompasianer Aulia Gurdi, ibu tiga orang anak yang baru setengah tahun yang lalu saya kenal secara dekat. Awalnya saya tidak menyangka bahwa dibalik photo profile seorang balita imut ternyata pemiliknya adalah seorang ibu yang cantik dan perkasa. Bukan apa-apa, hobinya yang sering K-Walking dimalam hari bahkan kadang dini hari mendatangkan tanda tanya besar bagi saya. Apakah beliau penjaga warnet, kalonger atau malah jelmaan drakula? Oh tidak! Ternyata dia bener-bener seorang ibu rumah tangga yang setia melayani keluarganya 24 jam. Satpam aja kalah.
Sebelum mengenal dekat dengan Mak Yul (panggilan sayang kami sekarang) atau kadang juga dipanggil bunda Au atau Bunda Yul, banyak kasak-kusuk yang kami dengar tentang wajahnya yang misterius. Gimana tidak? Setiap membaca tulisannya, masak yang dibayangan kita seorang balita imut terus. Seharusnya ada sosok lain yang menggantikan imajinasi kita. Ternyata sarjana komunikasi ini menampakan dirinya di salah satu postinganya ketika bertemu dengan mantan wakil presiden Jusuf Kalla di tulisan ini. O my gosh, ternyata lebih besar dari PP yang kita kira. Memang benar-benar perkasa ibu yang satu ini.
Tak banyak yang kami tahu tentang Bunda Au sebelumnya, namun dari berbagai tulisannya, kami mulai mengenal sosok ibu yang lembut dan penyabar ini. Memang demikian adanya, dibutuhkan seorang ibu yang penyabar, lembut dan bermental baja untuk merawat buah hatinya yang berkebutuhan khusus.
Kisah tentang buah hatinya dapat kita baca melalui tulisan Ada Cinta dalam Diammu, Ketika Bungsuku Terseret Derasnya Arus Ciliwung, Â Mungkin Belum Tiba Waktumu Nak..., dan Sepenggal Episode Terindah di Malam Natal.
Dari kisahnya itu kita boleh memahami ketika Bunda Au benar-benar memperjuangkan keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus, seperti tulisanya Gunakanlah Idiom Kata "Autis" Pada Tempatnya. Bukan saja itu, dia juga banyak berbagi dan menginspirasi banyak orang tentang begitu pentingnya peran orang tua untuk menjaga, merawat, mendidik dan membesarkan putra-putrinya.
Lewat keberadaannya ini pula, kami cukup memahami ketika  sering mendapatinya dimalam hari atau bahkan dini hari melakukan K-walking, menerbitkan tulisan atau sekedar menyapa penulis lain dalam kolom komentar. Ya, Bunda Au harus siap terjaga di malam hari untuk menjaga si bungsu kesayangannya itu. Jam biologis Faiz, buah hatinya itu kadang tidak seperti anak lain  pada umumnya. Apalagi dengan berbagai pengalaman bersama Faiz membuat ia harus tetap terjaga di sisi putra kesayanganya itu.
Anda mungkin bisa membayangkan sendiri keberadaan Bunda Au ketika di malam hari harus terjaga, pagi atau bahkan siang hari harus tetap menahan rasa kantuk untuk menemani buah hatinya. Jelas sekali dia membutuhkan kesehatan yang prima, kesabaran dan mental yang baja. Kalau tidak, kejenuhan dan rasa bosan akan mematahkan seluruh semangat yang dimilikinya. Memang tidak mudah, apalagi menurut pengalaman dan pendapat medis, pemulihan Faiz masih membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dilalui ke depan.
Mungkin berbeda dengan ibu yang lain, dapat menyerahkan atau mengandalkan asisten atau anggota keluarga lain untuk menjaga dan merawat buah hatinya, sementara sang ibu menekuni pekerjaan atau hobi yang lain. Bunda Au lebih banyak memilih untuk menulis di Kompasiana dan bersosialisasi bersama Kompasianer secara online sambil menemani Faiz. Kebiasaan ini ternyata mendapat dukungan positif dari suami tercinta. Bahkan bilamana ada kegiatan offline Kompasianer, sang suami mengizinkannya dan mengambil alih tugas menjaga Faiz untuk sementara waktu. Bahkan putri satu-satunya, Yasmin, telah mengikuti jejak sang ibu menjadi Kompasianer dan tak ketinggalan suaminya tercinta, Abi, juga telah menorehkan tulisannya di blog keroyokan ini.
Kehadiran Bunda Au sebagai Kompasianer tentu memberikan inspirasi bagi kami khususnya komunitas kecilnya sekarang ini. Selama mengenal dan kemudian dekat dengannya, kami tidak pernah melihat adanya keputusasaan atau melihatnya murung. Keceriaan selalu terpancar dari wajahnya. Semangat yang ditunjukannya mencerminkan kepercayaan akan kesembuhan Faiz. Dia bukan wanita yang suka mengeluh dengan keadaannya, bukan tipe perempuan yang gampang menyerah apalagi mencari belas kasihan orang lain.