Mohon tunggu...
Deasy Maria
Deasy Maria Mohon Tunggu... karyawan swasta -

kosong\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menjalani Hidup Berlandaskan “Witing Tresno Jalaran Soko Kulino”

9 Januari 2012   07:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:08 3911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_154376" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber gambar: inilahjabar.com"][/caption]

Mungkin anda pernah membaca atau mendengar "Witing Tresno Jalaran Soko Kulino". Ungkapan bahasa jawa ini mempunyai pengertian "cinta itu ada karena biasa". Cinta yang dimaksud sebenarnya tidak harus menyangkut hubungan antara dua individu saja, namun pengertian ini dapat dipahami secara luas dalam berbagai hal yang timbul karena kebiasaan.

Dulu, biasanya orang tua menjodohkan anaknya menggunakan pemahaman ini. Entah sekarang, yang pasti mereka beranggapan bahwa cinta bisa tumbuh karena kebiasaan bertemu dalam satu tali perkawinan.

Sebagai manusia kita pernah dihadapkan pada suatu pilihan. Kadang pilihan yang kita ambil sesuai dengan keinginan kita, namun ada juga yang harus ditempuh karena suatu "keterpaksaan". Dalam hal positip, keterpaksaan ini tidak harus diartikan sebagai sesuatu yang "tidak baik". Misalnya saja dalam hal pilihan pekerjaan. Dulu mungkin kita tidak bercita-cita memiliki pekerjaan seperti saat ini, namun karena sudah menjalankannya selama waktu tertentu, kita menjadi biasa bahkan mencintai pekerjaan tersebut.

Dalam beberapa hal, apa yang kita lakukan mungkin tidak harus diawali dengan sebuah pilihan yang sulit. Katakanlah berbagai kesempatan yang sering kita temui dalam hidup kita. Tidak ada yang memaksa, kita tinggal menentukan mau atau tidak. Misalnya keinginan untuk menulis, tidak ada yang memaksa kita untuk melakukan hal ini. Kalau mau dijalani, pada akhirnya dapat menjadi kebiasaan yang pada akhirnya menjadi sebuah kecintaan atau hobi.

Semua keputusan dan kesempatan yang kita ambil tentu memiliki konsekwensi tersendiri. Ada yang harus dikorbankan, waktu atau mungkin perasaan kita sendiri. Tidak semua dilalui dengan mulus, kadang harus melalui jalan yang berliku-liku. Bahkan seiring dengan waktu berjalan, kebiasaan itu akan terus diuji. Dapat saja bertahan sebagai cinta yang abadi, atau kandas dengan kekecewaan. Tetap bertahan atau menyerah ?

Inilah yang menjadi pertanyaan bagi setiap orang. Sampai kapan kebiasaan yang melahirkan rasa cinta atau suka itu bertahan? Tidak ada yang tahu. Bahkan sebuah perkawinan yang dilandasi rasa cintapun dapat kandas. Apalagi yang diawali dengan keterpaksaan. Walau awalnya biasa saja, lama-lama menjadi tidak biasa, bosan, jenuh dan segala masalah yang terjadi dikemudian hari.

Memang sulit memulai sesuatu yang bukan menjadi keinginan kita, bahkan setelah dijalani harus mengorbankan perasaan. Namun apabila semuanya diawali dan dilakukan dengan tujuan yang baik, kemungkinan besar akan menghasilkan hal yang baik pula, mungkin bukan untuk diri kita sendiri namun juga orang lain. Oleh karena itu rasanya tidak ada salahnya kita tetap terus berusaha mempertahankan yang sudah ada, kebiasaan yang ada, rasa yang sudah ada. Apalagi sudah menyangkut tanggung jawab, baik pada diri kita sendiri maupun kepada orang lain. Ada yang terpaksa menyerah, namun ada yang mampu bertahan. Semuanya menjadi pilihan kita.

*Selamat siang yang mendung :)

13260924081841017324
13260924081841017324

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun