Hari Natal kurang 2 minggu lagi, bagi yang merayakan, pasti sudah mempersiapkan diri dalam menyambutnya. Satu hal yang selalu ada dari tahun ke tahun adalah pohon natal. Sangat menyenangkan rasanya bersama keluarga menghias pohon natal dan mendekor ruangan dengan pernik-pernik natal. Memasang lampu-lampu natal dan membungkus kado-kado kecil untuk diletakkan di bawah pohon natal tadi.
Mengenai pohon natal sendiri, sepertinya sangat jamak diidentikkan dengan hari natal. Pohon natal menjadi lambang perayaan Hari Natal. Dan pohon natal adalah pohon cemara, atau pohon sejenis yang bentuknya mengerucut mengecil ke atas.
Waktu kecil saya pernah bertanya-tanya, kenapa kok pohon cemara yang dipakai sebagai pohon lambang natal? Padahal saat itu, di lingkungan sekitar saya tinggal, pohon cemara sangat jarang bahkan tidak umum. Lebih umum pohon pisang, jambu dan mangga. Mengapa tidak memakai pohon-pohon yang ada? Otak kanak-kanak saya hanya berpikir bahwa, pohon cemara itu ya pohon natal, dan terbuat dari plastik.
Setelah besar, dimana jaman melek teknologi, barulah saya tau asal muasalnya. Setelah browsing kesana kemari, saya banyak mendapat informasi (yang dulu tidak saya dapatkan jawabannya dari orang tua maupun guru sekolah minggu saya). Semua berasal dari kebudayaan kuno di Eropa, tepatnya Jerman pada abad ke 16, dimana akhirnya kebudayaan tersebut bergerak pula menyebar ke Amerika dan ke seluruh dunia. Dan mengapa pohon cemara yang kalau ditelusuri tidak ada hubungannya dengan natal itu sendiri? Jawabannya hanya karena pada saat natal tiba, di Eropa yang mengalami musim dingin (salju), hanya pohon cemara yang selalu tampak hijau daunnya. Sedangkan pohon-pohon lainnya rontok berguguran. Jadi, pohon cemara itu melambangkan evergreen, hidup kekal. Dimana makna simbolisnya adalah agar kehidupan rohani kita selalu bertumbuh dan menjadi saksi yang indah bagi orang lain.
Lantas adakah hubungan pohon cemara dengan Hari Natal atau hari kelahiran Yesus? Tidak ada sama sekali. Dan menurut saya juga tidak identik sama sekali. Pohon cemara bukan mengidentikan dengan kelahiran Yesus, tetapi mengidentikan dengan perayaan musim, perayaan keluarga. Dan dalam aturan gerejapun, tidak ada keharusan untuk memasang pohon natal baik di gereja ataupun di rumah.
Mengapa pohon natal dihias secara gemerlap? Ini sebetulnya mengadaptasi kisah Martin Luther yang terkesan menyaksikan keindahan bintang-bintang di langit yang gemerlap sinarnya menembus dahan-dahan pohon, saat dia berjalan di hutan cemara. Dia kemudian menebang sebatang pohon cemara dan membawanya pulang kerumah. Dan untuk membuat efek gemerlapan, dia memasang lilin - lilin di tiap cabangnya. Maka dari sana lahirlah tradisi yang menjadi awal industri natal.
Dulu sewaktu saya belum mempunyai pohon natal dari plastik, saya selalu membuat sendiri pohon natal ala saya, dari sebatang pohon ranting-ranting yang sudah kering,dihiasi pernak-pernik buatan sendiri. Buat saya itu sangat berkesan. Tidak mewah dan tidak gemerlapan, tetapi ada kepuasan karena semuanya hasil buatan tangan sendiri. Dan tentunya tidak mengurangi makna dalam merayakan Natal itu sendiri.
Berlawanan dengan gemerlapnya pohon natal, Yesus sendiri lahir di kandang domba, hanya disaksikan hewan-hewan ternak, dan langit yang berhias sebuah bintang besar. Ini inti dari merayakan kelahiran Yesus bagi saya, menghayati filosofi kesederhanaannya. Bersama keluarga dan orang-orang tercinta menghias "pohon natal" hati, yang menjadikannya indah dan gemerlap dalam berperilaku sehari-hari.
Selamat mempersiapkan Natal. Selamat menghias "pohon natal" hati, pohon terang suka cita.
_________________
Sumber gambar:
1. http://stockvector.net/vectors/christmas-bauble-ornament-vector/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H