Mohon tunggu...
Deasy Adil
Deasy Adil Mohon Tunggu... -

Pengajar di salah satu PTN - Jakarta; Sedang melanjutkan studi di Charles Darwin University Australia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Negeri yang Menyenangkan

11 Maret 2012   13:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:13 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13314738871850466107

Lahan olah raga seluas lebih dari lapangan sepak bola dan lapangan bermain dengan berbagai permainan outdoor di area yang juga luas - sehingga memungkinkan bagi anak memiliki ruang gerak yang sangat leluasa - merupakan fasilitas yang dimiliki oleh berbagai sekolah negeri di sini, baik pada tingkat SD, SMP, dan SMA. Inilah salah satu gambaran kasat mata yang membedakan antara sekolah negeri di Indonesia dan Australia, khususnya di kota Darwin. Bisa membawa serta anak-anak pindah ke Australia dan bersekolah di sini dengan biaya nihil, sambil menemani ibunya yang melanjutkan studi merupakan salah satu rezeki Allah yang bisa kami nikmati. Tentu saja mereka bersekolah di government school alias sekolah negeri. Namun, walaupun judulnya sekolah negeri, jangan bayangkan fasilitasnya seperti sekolah negeri di Indonesia, karena fasilitas sekolah di sini hanya bisa kita temui di Indonesia pada sekolah-sekolah internasional atau sekolah swasta elite dengan biaya bersekolah yang teramat mahal tentunya. Darwin Middle School adalah salah satu sekolah menengah pertama di Darwin yang akan digambarkan di sini. Sama seperti sekolah lainnya, lahan yang amat luas mengelilingi gedung sekolah ini. Berbagai fasilitas sekolah tersedia dengan lengkap, seperti smart board di setiap ruang kelas, laptop yang dipinjamkan selama setahun untuk setiap siswa kelas 9 dan laptop untuk setiap siswa kelas 7 dan 8 jika mereka menggunakannya di jam pelajaran, alat musik yang cukup banyak, fasilitas gym, ruang praktek memasak di dapur pada pelajaran Home Economics, dll. Durasi sekolah sebenarnya tidak berbeda dengan sekolah di Indonesia, jam sekolah dimulai dari jam 8.00 hingga jam 2.30 dengan dua kali istirahat pada jam 10 selama lebih kurang 20 menit dan di tengah hari selama 45 menit. Jumlah siswa dalam satu kelas hanya berkisar 23-25 siswa dan menggunakan moving class sehingga pada beberapa pelajaran tertentu siswanya terdiri dari anak-anak yang berbeda karena campuran dari anak kelas lain. Hal ini memungkinkan terjadinya interaksi siswa lintas kelas. Selain liburan hari besar nasional, ada liburan sekolah antar term (tengah semester) selama 1 minggu dan liburan antar semester selama 6 minggu. Hal yang membuat anak dapat merasa enjoy bersekolah salah satunya adalah jumlah mata pelajaran yang hanya terdiri dari 5 mata pelajaran inti yaitu Math, Science, English, Physical Exercise & Health, dan Social & Environment, serta satu mata pelajaran pilihan yang berbeda di setiap term, seperti Home Economics, LOTE (Language Other than English), Drama, Manual Art, Visual Art, Information Technology, and Dance. Coba bandingkan dengan mata pelajaran yang begitu banyak yang harus dipelajari siswa Indonesia. Jika guru memberikan PR, materi yang diberikan juga tidak banyak dan kebanyakan jenis tugas yang diberikan tidak membuat anak merasa tertekan mengerjakannya, karena tugasnya mudah. Pada jenis tugas tertentu guru memberikannya dalam proses yang bertahap sehingga membuat anak merasa terlibat dan menghayati prosesnya, seperti membaca novel, membuat cerita. Pengalaman ini menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca pada anak. Hal mencolok lain dalam proses belajar yang dirasakan anak adalah hampir tidak ada materi pelajaran yang harus dipelajari dengan cara menghafal (apalagi 'menghafal mati'!) materi yang akan keluar di ulangan seperti pada kebanyakan model ulangan di sekolah Indonesia. Hal lain yang berbeda dengan proses belajar di sekolah Indonesia, proses belajar di sini lebih banyak menuntut anak untuk memberikan penjelasan (explanation), menggunakan kemampuan berpikir analisis, dan menumbuhkan rasa ingin tahu anak karena ia harus mencari dari berbagai sumber di internet atau buku di perpustakaan, sehingga anak benar-benar menjadi paham dengan materinya, bukan sekedar hafal saja. Hal yang sama juga berlaku dalam assessment (ulangan/ujian), karena kebanyakan jenis asesmen disini tidak mengandalkan paper-pencil test (tes tertulis) apalagi menggunakan jenis soal pilihan ganda, melainkan berupa tugas yang menuntut anak menampilkan unjuk kerjanya, misalnya membaca puisi yang dibuat sendiri oleh anak, mempresentasikan hasil eksperimennya, membuat display poster, dll. Kriteria penilaian guru juga dibuat secara detil dengan indikator tingkah laku yang terukur jelas sehingga anak mampu mengecek sendiri unjuk kerjanya dan penilaian guru terhadap unjuk kerjanya sehingga proses penilaian berlangsung secara fair. Kriteria asesmen juga bisa diakses orangtua dari web sekolah sehingga dapat mensupport anak untuk memenuhi kriteria tersebut. Dengan model asesmen seperti ini tentu saja perilaku menyontek tidak memungkinkan berkembang subur. Siswa juga sudah diajarkan untuk senantiasa mencantumkan sumber referensi jika mengutip dari sumber tertentu dan melakukan paraphrase (tidak copy-paste, tetapi menggunakan kalimat sendiri yang tidak mengubah makna), sehingga sejak kecil anak sudah terlatih untuk tidak melakukan plagiarism. Untuk memacu motivasi dan mengendalikan perilaku anak, sekolah memberikan apresiasi kepada anak untuk berbagai perilaku positif melalui "good standing award" yang dapat diberikan oleh setiap guru kepada anak tertentu melalui prinsip pengumpuan point. Contoh perilaku positif itu misalnya anak menunjukkan usaha keras (ulet) dalam pelajaran, membantu teman dalam belajar di kelas, membersihkan ruangan, atau mendapat skor tertinggi dalam suatu latihan ulangan, dll. Jadi apresiasi yang diberikan tidak melulu tertuju pada prestasi akademik sebagaimana yang saat ini masih diagungkan di sekolah Indonesia. Jika sekolah ingin mengadakan kegiatan excursion (kegiatan tambahan), selalu ada formulir persetujuan orang tua (parent consent). Misalnya dalam suatu pelajaran Science, guru ingin mengajak siswa menonton film tertentu, di dalam parent consent form diberikan sinopsis film dan kategori film (misalnya PG-parent guide). Apabila orang tua tidak mengizinkan anaknya mengikuti kegiatan tersebut maka sekolah akan menyediakan aktivitas pengganti untuk anak, sehingga tidak ada anak yang merasa tidak enak jika menolak ikut serta dalam kegiatan excursion tersebut. Dalam setiap parent consent form selalu ada kolom yang terkait dengan kesehatan, yang menanyakan tentang perlakuan medis apa yang boleh dilakukan oleh sekolah terhadap anak apabila terjadi masalah pada anak. Jadi tidak ada satu pun aktivitas dan perlakuan oleh sekolah terhadap anak tanpa persetujuan orang tua. Dengan proses belajar yang dialami anak dengan berbagai gambaran di atas, anak menghabiskan hari-hari sekolahnya tanpa terasa karena pengalaman yang menyenangkan di sekolah. Terlepas dari fasilitas sekolah di Australia yang memang sudah lengkap dan modern, berbagai pengalaman di atas merupakan hal-hal positif yang mungkin bisa kita adopsi untuk menjadikan pengalaman bersekolah bagi siswa-siswa di sekolah Indonesia menjadi lebih positif dan menyenangkan. Darwin, 12 Maret 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun