"Kami semakin yakin, bahwa di tempat itu dulunya sebagai tempat ritual, karena di dekatnya juga ditemukan sumber air, meski musim kemarau airnya terus mengalir," katanya.
Yuliana Pujiastutik, perangkat desa setempat menyampaikan, selain batu-batu purbakala tersebut, di sekitar lokasi juga terdapat situs tua, diberi nama watu gudik, watu perahu, dan makam batur. Masing-masing memiliki cerita dan selalu diuri-uri oleh penduduk desa setempat. Bahkan, di hamparan tengah hutan tersebut sering ditemukan fosil binatang purba dan kerang raksasa. Sekarang, fosil-fosil tersebut disimpan di Museum Anjukladang Nganjuk, yaitu berupa gading gajah dengan panjang 4 meter hingga 4,5 meter.
Masih menurut Amin, watu gudik tersebut dulunya terbentuk dari muntahan lahar belerang dari Gunung Pandan saat meletus jutaan tahun silam. Kemudian, lahar tersebut mengeras bercampur dengan batu-batu kecil.
"Maka, bentuknya kelihatan, ada batu-batu kecil pada bongkahan batunya. Oleh orang sini (Bendoasri,Red) dinamakan watu gudik, karena bentuknya seperti penyakit gudik," imbuh Amin. (*)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H