By Deassy M Destiani
Sekitar 1 miliar penduduk di dunia diprediksi mengidap hipertensi pada tahun 2025. Â Data ini bersumber dari WHO (2011). Â Delapan juta diantaranya meninggal dunia setiap tahun. Â Prediksi WHO juga menyebutkan bahwa 1/3 populasi penderita hipertensi ada di Asia Tenggara. Artinya penyakit ini mengakibatkan 1,5 juta orang di Asia Tenggara meninggal.
Membaca angka itu, saya sebagai penderita hipertensi merasa gelisah. Apalagi kemarin saya mengalami kondisi tekanan darah mencapai 200 per 110. Itu angka tertinggi buat saya. Padahal selama tiga tahun terakhir ini saya rutin mengkonsumsi obat hipertensi dengan merek Irbesartan 150 mg, bahkan dua bulan lalu dinaikkan dosisnya menjadi 300 mg. Namun ternyata tekanan darah saya tetap tinggi. Saya sampai harus opname tepat pada tanggal 1 Mei 2018 lalu. Â Bagaimana jika saya tidak rajin minum obat? Pasti fatal sekali akibatnya.
Bicara masalah fatal ini, memang kita tidak boleh main-main dengan hipertensi. Â Ayah saya sendiri contohnya. Beliau seorang perokok. Tidak pernah sakit, tidak pernah cek up ke dokter. Suatu hari saat menjemput anak saya di sekolah, beliau tiba-tiba jatuh dari motor. Kondisi badannya lumpuh sebelah, mulut sudah perot ke kanan, tapi masih sadar. Untung beliau bisa segera tertolong.
Saya dan suami membawa beliau ke RS dan hasil scan menunjukkan pembuluh darah di otak pecah namun tak perlu operasi. Tekanan darahnya saat itu 170 per 100. Â Ayah saya harus terapi berjalan dan stimulasi motorik halus lagi untuk menggenggam. Alhamdulillah dengan semangatnya beliau sekarang bisa jalan normal kembali meski tangannya tidak sekuat dulu lagi. Dampak positifnya beliau insyaf merokok.
Kakek dari Mama saya juga hipertensi. Beliau sama seperti Ayah saya. Tidak pernah sakit, tidak pernah ke dokter. Persis juga kejadiannya sedang naik motor. Namun kakek itu jatuh dari motor lalu muntah-muntah. Sampai ke RS, kakek tidak sadar dan ngorok. Waktu itu kejadiannya habis shalat Ashar. Ternyata saat Adzan Magrib kakek saya dipanggil Allah SWT. Dokter bilang pembuluh darah di otaknya pecah karena tekanan darah tinggi. Â Umurnya saat itu belum ada 50 tahun. Saya masih kelas 3 SD ketika kakek dari Mama saya wafat.
Ada juga kisah teman yang seumuran dengan saya. Teman saya ini harusnya minum obat hipertensi rutin setiap hari. Suatu kali, dia dipindahtugaskan ke luar Jawa. Merasa sehat, dia tidak pernah kontrol lagi hipertensinya itu di tempat tugasnya yang baru. Satu tahun berlalu. Saat lebaran, dia pulang ke rumah. Habis lebaran dia merasa tidak enak badan akhirnya cek ke dokter.
Dokter meminta cek darah, urin dan ginjal. Hasilnya membuat teman saya ini hampir pingsan. Ginjalnya sudah rusak. Dia divonis harus cuci darah seminggu dua kali. Merasa tidak yakin dengan hasil lab, teman saya ini cek ke lab lain. Hasilnya tetap sama. Kerusakan ginjalnya sudah mewajibkan dia cuci darah, jika tidak maka tubuhnya akan lemas dan penyakit lainnya berdatangan. Tak ada pilihan. Sekarang teman saya ini masih cuci darah. Tetap semangat meski menyesal karena dulu tidak minum obat hipertensi rutin.
Banyak orang salah kaprah yah, kalau minum obat hipertensi terus menerus itu malah akan merusak ginjal. Padahal saya sendiri sudah minum obat hipertensi tiga tahun. Setiap enam bulan sekali saya cek laboratorium. Hasil tes kreatinin, fungsi ginjal saya masih bagus dan normal. Bahkan hasilnya lebih bagus dari suami yang tidak pernah minum obat rutin.
Kata dokter yang memeriksa saya, ada beberapa klasifikasi seseorang itu dikatakan hipertensi atau tidak. Berikut ini penjelasannya.
1. Normal. Jika tekanan darah kurang atau sama dengan 120/80 mmHg sampai dengan 135 per 85.
2. Prahipertensi. Jika tekanan darah di atas 120/80 mmHg sampai 139/89 mmHg. Dianggap prahipertensi jika ditambah dengan tanda-tanda adanya gangguan pada jantung dan arteri kecil.
3. Hipertensi Tahap 1. Jika tekanan darah sudah mencapai 140/90 mmHG atau lebih. Bahkan, tekanan darah dapat lebih tinggi lagi jika ditambah dengan adanya tekanan secara psikologis maupun fisiologis. Ada kemungkinan muncul tanda-tanda kerusakan pada organ.
4. Hipertensi Tahap 2. Ini merupakan tahap paling tinggi klasifikasi hipertensi. Tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHG, bahkan bisa mencapai lebih dari 200/100 mmHG. Pada tahap ini kerusakan organ tubuh sudah tampak, dan kemungkinan sudah terjadi penyakit kardiovaskular yang dapat memperburuk kondisi tubuh.
Dokter bilang, jika ada anggota keluarga yang mengalami hipertensi maka faktor resiko akan meningkat. Nah keluarga saya mulai dari kakek, ayah dan Ibu semuanya punya riwayat hipertensi. Jadi dokter gak heran saya punya tensi setinggi itu di usia yang masih terbilang muda katanya.
Sebetulnya bukan hanya faktor genetika saja yang bisa menyebabkan hipertensi. Stres, kekurangan vitamin D, terlalu banyak konsumsi garam, kekurangan kalium dan kelebihan berat badan juga menjadi penyebab hipertensi. Buat pembaca yang merasa kelebihan berat badan harus waspada juga sama hipertensi yah. Â Soalnya semakin berat tubuh semakin banyak pula darah yang dibutuhkan. Semakin banyak darah yang melalui pembuluh darah maka semakin tinggi pula tekanan pada dinding arteri. Hal ini yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan jadilah hipertensi.
Gejala hipertensi ini seringkali datang tiba-tiba. Jadi jika Anda merasa nyeri dada, kesulitan bernapas, pusing. mati rasa pada lengan, kaki, dan wajah, sakit kepala yang parah jangan tunda untuk segera cek tensi dan periksa ke dokter. Pada kasus yang lain, hipertensi bisa mengakibatkan pembengkakan pada otak.
Tanda dan gejala yang muncul yaitu: penurunan kesadaran, koma, kebingungan (linglung), sakit kepala yang semakin memburuk, mual dan muntah. Jika sudah ada gejala seperti tanda-tanda tersebut Anda harus memastikan apakah tensi Anda memang tinggi atau tidak. Jika angka menunjukkan sangat tinggi maka lakukan pertolongan pertama seperti yang tertulis pada gambar dengan judul Pertolongam Pertama Saat Darah Tinggi.Â
Jika sudah punya riwayat hipertensi atau memang punya bakat genetika dari keluarga seperti saya, segera beli alat tensi digital. Harganya tidak terlalu mahal kok. Sekitar 150 sd 200 ribuan sudah dapat. Cek tensi Anda minimal 3x sehari. Pagi bagun tidur, siang setelah makan dan malam sebelum tidur. Catat hasilnya. Kemudian dibuat rata-rata dalam satu minggu. Jika dalam satu minggu lebih banyak diatas normal, segera konsultasikan ke dokter.
Apabila dokter meresepkan obat hipertensi, Â segera diminum, Lakukan sesuai anjuran dokter. Jangan merasa sudah tidak pusing, tensi turun dan badan enakan terus stop obat. Ini adalah kesalahan fatal. Ingat cerita tentang teman saya diatas? Akibat menghentikan obat hipertensinya maka dia harus cuci darah seumur hidup seminggu dua kali.
Yang penting jika sudah minum obat rutin harus banyak minum air putih dan olahraga. Selain membantu ginjal menyerap racun-racun yang ada dalam tubuh, air putih juga membantu kerja jantung dalam mendapatkan oksigen.
Tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Hipertensi Sedunia. Bertepatan pula dengan 01 Ramadhan 1439 H.  Ayoo mulai catat dan tensi tekanan darah Anda yah. Jangan abaikan alarm tubuh sebab mencegah lebih baik dari mengobati. Hipertensi adalah silent killer. Komplikasi akibat hipertensi ini tidak main-main. Bisa ke jantung yang menyebabkan terhentinya aliran darah  jantung. Bisa ke ginjal dengan efek rusaknya fungsi ginjal sehingga harus cuci darah.   Bisa ke syaraf yang mengakibatkan stroke bahkan kebutaan. Aih ngeri semua yah efeknya. Yuk ukur tekanan darah sekarang juga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H