Judul itu pastinya bikin merinding ya. Karena sebagai istri ternyata kunci surga dekat sekali,  ada pada belahan jiwa kita. Saya banyak mendapat curhat dari para istri yang diselingkuhi atau malah sudah dipoligami. Semuanya bernada marah, emosional, sedih dan terpuruk seakan dunia menjadi gelap adanya. Kalau sudah begitu apa iya suami bisa jadi kunci surga kita lagi? Yang ada sakit hati dan ingin mati saja.Â
 Tetapi saya mendapat sebuah surat yang ditulis seorang istri dengan status dipoligami. Beliau adalah istri pertama. Tulisannya anti mainstream. Baru kali ini saya membaca sebuah kisah nyata yang menarik tentang poligami. Alih-alih meratapi nasib, beliau malah memberikan nasehat agar sebagai perempuan tidak buru-buru meminta cerai ketika suaminya berniat poligami atau bahkan sudah menikah lagi tanpa sepengetahuan istri pertamanya.Â
 Begini suratnya,
 Mba Deassy,
 Akhir-akhir ini semakin banyak orang yang mengadukan permasalahannya yang dulu tertutup rapat, kini terpapar jelas di media dan dapat dibaca semua orang, baik yang mengenal secara pribadi maupun tidak.  Banyak curhat mengenai rumah tangga, istri yang merasa diperlakukan dhalim oleh suaminya, khususnya jika suaminya selingkuh dan menduakannya atau sampai ke jenjang poligami. Namun apabila kita mengingat hadis Nabi Muhammad SAW, bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah wanita.  Mengapa wanita? salah satu sebabnya adalah karena kufur terhadap nikmat yang diberikan suaminya. Mengapa penghuninya bukan para suami yang selingkuh? yang kufur nikmat terhadap istrinya?Â
 Tentu ini semua harus dikembalikan lagi pada tuntunan agama kita. Allah yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk dan Allah telah melebihkan lelaki atas perempuan karena besarnya tanggung jawab para lelaki. Allah juga telah memberikan keistimewaan pada lelaki untuk menikahi 2, 3 atau 4 orang wanita sekaligus, meskipun jika merasa tidak dapat berbuat adil, maka nikahilah satu saja, yang demikian itu lebih dekat dari tidak berbuat dhalim.
 Mengapa Allah ijinkan, meskipun tahu bahwa poligami akan menyakiti hati wanita? Mengapa Allah menciptakan rasa cemburu yang sangat besar pada wanita, justru mengijinkan hal yang tidak sesuai dengan fitrah wanita? Hanya karena Allah mempertimbangkan fitrah lelaki yang memiliki nafsu yang cenderung pada lebih dari satu wanita? Jika dipikirkan secara pribadi, apalagi jika mengalami sendiri dipoligami, maka semua nalar menjadi tidak berguna. Yang ada hanya rasa sakit hati, kecewa, merasa tidak adil dan berbagai perasaan lain yang berkecamuk menyesakkan dada.
 Mba Deassy,
 Banyak rumah tangga yang akhirnya terpecah karena hal ini. Kisah yang biasa terdengar adalah adanya godaan yang kuat dari wanita lain, yang menjanjikan kebahagiaan, yang memiliki kelebihan di lain sisi dibanding istrinya. Lelaki yang mulanya hanya iseng, makin lama makin terpikat, apalagi jika ada kelemahan dari istrinya yang dapat diperoleh dari wanita tersebut. Lelaki merasa menjadi lelaki sejati dan hidupnya makin lengkap, jika memiliki dua wanita yang memiliki kelebihan dan kekurangan yang saling mengisi. Apa salahnya, toh agama mengijinkan beristri dua. Sampai kemudian tiba waktunya harus berterus terang kepada istri pertamanya..
 Mba Deassy,
 Aku mengalaminya sendiri. Untuk pertama kalinya mendengar berita itu rasanya tidak kuat. Bagaikan tersambar petir di  siang hari yang terik. Aku tidak kuat diduakan, tidak kuat menanggung rasa cemburu, tidak kuat melihat kebahagian suami bersama perempuan lain. Opsi yang ada hanya, pilih aku atau dia.
 Aku menyalahkan suami, mengapa dia tega melakukan semua ini padaku.  Tiap hari menangis meratap karena sakit hati, lalu menantang untuk bercerai. Suami sebetulnya  tidak ingin bercerai apalagi  sudah ada anak-anak. Suami terus berusaha mempertahankan rumah tangga. Meminta maaf, berusaha meyakinkanku bahwa dia masih mencintaiku tapi juga tak mungkin berpisah dengan istri keduanya karena sudah memiliki komitmen dan tanggung jawab yang sama.Â
 Aku tetap tidak bisa terima, merasa direndahkan dan diabaikan baktinya selama belasan tahun mendampingi suami. Dulu suami masih merintis usaha. Aku menemaninya dalam suka dan duka.  Saat masih tak punya apa-apa sampai sekarang mapan berharta.
 Begitulah setiap hari selalu penuh airmata, galau dalam amarah dan cinta. Sekuat apapun suamiku bertahan, jika aku terus sedih dan marah, sebentar-sebentar minta berpisah, maka lama-lama diapun goyah. Suami mengabulkan permintaanku untuk berpisah. Padahal sebetulnya aku tak ingin berpisah. Betapa rumit hati wanita, sebenarnya tak ingin berpisah, aku hanya ingin suamiku kembali padaku sepenuhnya. Perceraian hanya ancaman, namun apa daya, hanya itu kalimat yang keluar saat hati ini panas.  Bagaimana suami mau kembali, jika selalu disalahkan, diungkit semua kejadian menyakitkan.
 Sementara istri kedua dapat memberikan kenyamanan yang diinginkan. Selalu manis melayani suami, sabar terhadap hujatanku sebagai istri pertama, serta menerima dengan sukacita sekecil apapun pemberian suaminya. Sungguh sangat bertolak belakang dengan aku sebagai  istri yang terluka. Aku bingung antara memilih tetap bercerai karena gengsi semata atau tetap bertahan dengan segala sakit yang kurasakan ini.Â
 Aku akhirnya belajar mengaji. Mengikuti majelis taklim. Membuka ayat tentang poligami. Diskusi kepada ustadzahku. Apakah yang diinginkan dan diharapkan oleh Islam dalam ayat mengenai poligami? Semua orang tahu bahwa poligami diijinkan dalam Islam. Wanita yang minta bercerai dari suaminya tanpa sebab yang benar, tak akan mencium harumnya bau surga.. Lalu harus bagaimana aku bersikap?
 Guru mengajiku mengatakan, pertama, sadarilah bahwa semua yang terjadi adalah atas kehendak dan ijin-Nya. Lahir, mati dan jodoh adalah takdir-Nya. Apakah kita ridho terhadap takdir yang telah tertulis dalam kitab terdahulu atau kita akan menolak dan menggugat? Pernikahan kedua telah terjadi, apakah harus diceraikan? tentu dosa  besar dan tidak dibolehkan sama sekali bagi istri pertama untuk meminta suaminya menceraikan istri keduanya. Apakah sanggup kita menanggung akibatnya?
 Aku kemudian diminta untuk introspeksi, apakah aku merasa sudah menjadi istri yang sempurna tanpa kekurangan? Suami pulang dibiarkan sendiri, tidak disambut atau dilayani. Ketika suami jauh, tak pernah diingat apakah dia baik-baik saja. Tiap bulan menerima nafkah dari suami, tanpa pernah suami bertanya untuk apa uangnya dibelanjakan. Kita terima sebagai suatu yang semestinya, kewajiban suami, sementara haknya untuk dipatuhi sering diabaikan.Â
Karena kita merasa juga bekerja dan punya kewajiban pekerjaan yang penting dan tak bisa ditinggalkan.. toh suami sudah tahu dari dulu dan tidak keberatan. Baru terasa ketika ada wanita lain yang lebih memperhatikan dan membutuhkan suami. Ada wanita lain yang mencintai suami dengan penuh ketulusan, baru sadar bahwa suami adalah harta yang sangat berharga yang harus dipertahankan. Tapi kadang semua sudah terlambat.Â
 Kedua, guruku juga bertanya, apakah dibenarkan jika atas nama sakit hati dan menganggap suami sudah melanggar janji, dibolehkan untuk minta cerai? Yakin mau minta cerai?  Apakah perceraian itu benar-benar kita inginkan atau hanya untuk memuaskan hati yang sakit. Agar suami tahu betapa berharganya kita, agar dia menyesal kehilangan kita, padahal ada anak-anak yang ikut menderita. Sementara suami, tidak punya pilihan lain, meski berat untuk bercerai tapi demi mengabulkan keinginan kita yang sudah tak bisa dibujuk, dia akan turuti.
 Tinggalah kita yang makin merana, apalagi jika tahu bahwa dengan istri barunya usahanya makin lancar, rejeki melimpah dan dia terlihat bahagia. Duh, sungguh makin bertambah-tambah rasa sakit, iri dan dengki. Makin sulit kita mencari ketenangan hati dan move on. Harapannya bisa dapat suami lagi yang baik hati dan setia. Tapi mungkinkah akan ada? Banyak kisah yang terjadi, istri sulit mendapat jodoh kembali, tak banyak jejaka yang berminat dengan janda, apalagi kalau sudah tak lagi muda. Jika iman kuat, jalani hidup sendiri dengan lurus, mohon ampun dan mendekatkan diri pada Yang Kuasa. Tapi jika iman lemah, tak kuat menghadapi godaan nafsu, lantas menggoda suami orang hanya untuk kesenangan. Kalau beruntung menjadi istri kedua atau istri simpanan.
 Jangan-jangan nanti kebalik. Malah ikutan jadi istri kedua juga. Sesuatu yang dulu sangat dibenci dan ditangisi, malah sekarang dijalani. Jadi sudah siapkah hidup tanpa suami ? Mengapa Allah mengijinkan poligami, barangkali kita bisa berempati kalau sudah mengalami pahitnya hidup sendiri. Saat kita, terpaksa, menjadi istri kedua karena ingin mendapat naungan dan bimbingan dalam menjalani hidup. Saat kita, tak berniat mengambil banyak kebahagiaan dari istri pertama, hanya sedikit cukuplah… toh nafkah terbiasa mencari sendiri, hanya kasih sayang yang tak terbeli.
 Jika kita bisa mengatasi rasa sakit itu, berapa lama, mungkin satu tahun, dua tahun, lama-lama akan terbiasa.Â
 Apakah pernikahan poligami tak bisa bahagia? Jelas salah kalau merasa tak mungkin bahagia.  Suamiku cinta pertama dan cinta sejatiku.  Ayah anak-anakku. Diialah orang yang paling cinta dan paling peduli denganku.  Bukan orang lain lagi yang akan kita temui di tengah perjalanan. Suamiku yang menerima kekurangan dan kelebihanku. Hanya karena  kekhilafannya terperosok dalam jerat pesona syahwat wanita, lalu aku tinggalkan dia begitu saja? Padahal Allah juga sudah mengingatkan, fitnah terbesar adalah wanita. Mungkin wajar jika suamiku tak tahan goda, pasti ada kontribusi aku terhadap kekhilafannya.Â
 Lalu bagaimana aku berdamai dengan rasa sakit dan cemburu, yang datang dan pergi selalu tak pernah henti? Aku Pasrahkan semua pada Allah SWT. Janji Allah adalah pasti, Dia tak hendak menyulitkanku, tapi hendak membersihkanku.Â
 Jika sebelumnya, malam-malam berlalu dengan tidur nyenyak, maka saat ini sepertiga malam selalu terjaga, bermunajat mengadu pada Yang Maha Rahman, agar dikaruniai ketenangan dan kesabaran, kekuatan dalam menghadapi tiap cobaan. Adakah yang lebih indah dari airmata karena mengagungkan-Nya? menyesali kesalahan dan dosa di masa lalu, karena tiap apa yang menimpa diri kita adalah akibat dari perbuatan tangan kita sendiri.
 Biarlah Allah yang akan membimbing dan menentukan, apakah dua rumah tangga akan bertahan atau Allah mengijinkan suami kembali sepenuhnya padaku. Tentu dalam hati kecil, inilah yang selalu kuharapkan.Â
 Aku singkirkan galau dan cemburu dengan lebih banyak mendengar murottal Al Quran, membacanya dan memahami maknanya. Mungkin dulu aku terlalu sibuk bekerja, tak ada waktu untuk lebih mengenal-Nya. Aku yakin, Allah sangat sayang padaku. Oleh karenanya Dia mengambil sedikit bagian dari diri suamiku untuk diserahkan pada orang lain, agar aku sadar, betapa berharganya dia. Agar aku sadar, Allah tidak rela suami disia-sia.
 Mba Deassy,
 Aku hanya ingin berpesan pada sesama wanita. Buatlah kenyamanan dalam rumah tangga, tundukkan hati, kendalikan hati dari rasa cemburu dan marah. Buat suami merasa nyaman dan aman dari tiap gugatan dan jangan selalu diingatkan pada kesalahan. Lupakan kesalahan suami, maafkan karena Allah, karena Allah menghendaki kebaikan hidup pada kita. InsyaAllah, akan dimudahkan langkah kita. Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang benar dan sabar.
 Jika tak dapat kemuliaan di dunia, kehidupan akhirat akan lebih baik. Ingat selalu, tuntunan agama mengatakan, kedudukan suami sebagai imam, bahwa wanita bisa masuk ke surga melalui pintu mana saja yang dikehendakinya, salah satunya dengan taat pada suami, mendapat ridho suami, karena begitu besarnya hak suami terhadap kita. Bantu suami menjadi imam yang adil agar bahunya tak miring di padang Mahsyar, bantu suami lebih tekun dalam ibadah dan istiqamah, karena suami adalah kunci surgamu
 Mba Deassy..
 Itu saja kisah pengalamanku sendiri sebagai istri yang merelakan suaminya dipoligami. Semoga tulisanku ini bisa memberikan sudut pandang lain untuk perempuan yang punya kisah hidup yang sama denganku.Â
 NY. RR
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H