Pengrajin batik tulis Desa Sokobanah Laok dikunjungi oleh mahasiswa pengabdian masyarakat kelompok 21 Universitas Trunojoyo Madura pada Sabtu (30/12/23). Kunjungan mahasiswa abdimas tersebut bertujuan untuk menjalin silaturrahmi dan sebagai bentuk kepedulian dalam melestarikan kearifan lokal budaya batik tulis di Desa Sokobanah Laok, Kecamatan Sokobanah, Kabupaten Sampang. Ainun Najib selaku koordinator desa (kordes) mengatakan "Kearifan budaya lokal Desa pasti punya potensinya masing-masing, salah satunya karya batik di Desa Sokobanah Laok ini, maka penting bagi pemuda untuk peduli dalam melestarikan kearifan lokal desa." ujarnya.
Kearifan budaya lokal tersebut merupakan suatu kekayaan budaya dan bentuk potensi desa yang sangat potensial untuk dikembangkan dan perlu untuk dilestarikan agar tidak punah kedepannnya. Batik tulis yang memiliki tingkat pembuatan yang sulit dan memakan waktu yang lama dalam produksinya, membuat batik tulis tersebut sangat penting untuk lebih diperhatikan eksistensinya. Batik tulis yang diproduksi merupakan karya asli dari Dusun Arongan, Desa Sokobanah Laok tersebut merupakan karya warisan secara turun temurun dari leluhur mereka. "batik ini sudah ada sejak lama di keluarga ini, jadi kami melanjutkan ini sebagai usaha sampingan" ujar ibu Maftuhah selaku pengrajin batik tulis.
Proses pembuatan batik tulis ini bisa memakan waktu 2-3 bulan pengerjaan. Hal yang membedakan dari jenis batik tulis yang di produksi oleh pengrajin di Desa Sokobanah Laok dengan batik lainnya yang terdapat di pasaran yaitu penggunaan bahan kain yang berkualitas serta batik tulis halus yang motifnya bolak balik, sehingga hal ini menjadi nilai jual yang sangat tinggi.
Pak Hj. Abdullah mengatakan "biasanya kami menjual batik ini di Pamekasan, dihargai sekitar 2-3 juta normalnya, sempat juga kami memproduksi batik dan menghasilkan 6-12 juta dan itu pesanan biasanya." ujarnya
Namun walaupun batik tulis tersebut memiliki nilai jual dan nilai budaya yang tinggi, kendala pemasaran produksi juga dirasakan oleh pengrajin batik tulis di Desa Sokobanah Laok tersebut, kendala target pasar yang terbatas membuat mereka memasarkan produk batik tersebut keluar kota yang tentu hal tersebut sangatlah disayangkan. Hasil produksi batik tulis tersebut di pasarkan di Kota Pamekasan, pemesanan batik tulis tersebut lebih dihargai dengan harga jual yang tinggi dan pesanan yang lebih banyak disana. Tentu hal tersebut memperlihatkan adanya indikasi kurangnya perhatian dari pemerintah setempat terhadap industri Batik Tulis di Desa Sokobanah Laok yang seharusnya perlu lebih diperhatikan dan dikembangkan lagi.
"Kemarin kami juga sempat kedatangan tamu Bupati Sampang berkunjung kemari untuk silaturahmi dan melihat proses-proses pembuatan batik tulis yang kami produksi" ujar ibu Maftuhah.
Namun masih terdapat kendala selama mengembangkan batik ini. "saat ini proses pemasaran batik ini hanya sebatas apabila ada yang memesan" ujar ibu Maftuhah.
Status kepemilikan (hak kekayaan intelektual) atas batik yang dihasilkan masih belum memiliki nama menjadi salah satu masalah yang timbul dalam hal merek dan eksistensi dari Batik Tulis di Desa Sokobanah Laok itu sendiri, pentingnya adanya merek dan status Hak Kekayaan Intelektual sebagai bentuk perlindungan secara hukum dan pengembangan terhadap eksistensi usaha Batik Tulis di Desa Sokobanah Laok itu sendiri.
Rosiana selaku mahasiswa abdimas mengatakan "kepemilikan atas karya batik lokal menjadi faktor penting dalam pengembangan potensi desa, pemberian HKI sudah menjadi bentuk kepemilikan secara absah atas karya yang dihasilkan." ujarnya.
Penting bagi perangkat desa maupun pemerintah setempat untuk menindaklanjuti proses kepemilikan HKI atas karya batik tulis Desa Sokobanah Laok dan tidak adanya klaim atas karya tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H