Mohon tunggu...
Dear Noto
Dear Noto Mohon Tunggu... -

Saya orang biasa, terlahir dari keluarga bisa, berkepribadian biasa, tapi ingin menjadi luar bisa bagi orang-orang yang aku sayangi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Golput, Jalan Buntu Demokrasi

5 Februari 2011   07:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:53 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perhelatan pesta demokrasi akan segera di mulai. Tahun 2009 untuk ke dua kalinya menjadi ujian proses demokratisasi bagi bangsa Indonesia melaksanakan pemilhan umum secara langsung. Sebanyak 34 partai yang lolos verivikasi sudah menggeliat untuk beradu simpati dalam menggaet konstituennya. Seperti biasa kita akan menyaksikan sebuah panggung drama yang diciptakan menjelang masa kampanye oleh elit partai dengan berbondong-bondong menunujukan kepedulian terhadap berbagai persoalan yang ada dalam masyarakat. Janji-janji politik akan menyembul kepermukaan sebagai bagian dari kampanye. Rakyat akan kembali di uji untuk membuat pilihan yang tepat ditengah kriris kepercayaan partai yang ada.

Indikasi ketidakpercayaan masyarakat terhadap parpol sebetulnya sudah bisa dilihat dari banyaknya angka golput pada beberapa pilkada terakhir . LSI mencatat pada pelaksanaan pilkada di Jabar angka golput mencapai 32,6%. Sementara di Sumut sekitar 40% pemilih tetap lebih memilih untuk tidak menggunakan hak suaranya alias golput. Kemudian berikutnya di Jateng angka golput yang mencapai 45,25% bahkan sampai mengungguli pemenang pilkada pasangan Bibit-Rusti yang hanya meraup suara 44,42% dari 25,86 juta yang terdaftar sebagai pemilih tetap. Suara golput pada tingkat nasional memiliki potensi meningkat pesat jika trend pilkada menjadi ukurannya.

Suara-suara kecemasan dari elit politik menanggapi banyaknya golput banyak terdengar dan terkesan berlebihan. Salah satunya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri menyatakan bahwa semestinya warga yang tidak menggunakan hak pilihnya secara sengaja tidak boleh menjadi warga Negara Indonesia(kompas; 5 Juli 2008). Komentar tersebut bisa jadi tidak keluar jika megawati mau mencari tahu akar masalah dari fenomena golput. Masyarakat yang memiliki hak pilih sekarang lebih rasional dalam menentukan pilihannya. Sebagian besar ada rasa kekecewaan terhadap partai-partai yang ada. Partai hanya mementingkan diri dan kelompoknya sementara kepentingan rakyat dalam hal kesejahteraan terabaikan. Ditambah dengan perilaku anggota dewan yang tidak tahu terima kasih kepada konstituen dengan melakukan praktek KKN plus skandal-skandal mesum. Andai saja Megawati cerdas dia seharusnya berimbang dalam berkomentar. Misalnya, dengan mengajak rakyat untuk tidak golput sekaligus menyentil para politisi termasuk anak buahnya sendiri untuk tidak korup dan lebih peduli kepada rakyat.

Pemilihan umum sebagai pilar utama infrastruktur demokrasi menjadi tumpuan keberhasilan sebuah proses demokratisasi pada sebuah Negara . Untuk itu memerlukan partisipasi politik yang luas dari masyarakat. Itu artinya pemilihan umum dengan partisipasi masyarakat yang tinggi akan lebih menghasilkan pemerintahan dengan legitimasi yang tinggi dari masyarakat. Sebaliknya, jika yang terjadi adalah masyarakat lebih banyak untuk tidak menggunakan hak suaranya secara benar maka pemerintahan yang dihasilkan tidak memperoleh legitimasi dari rakyat. Akibatnya jalannya roda pemerintahan akan lebih mudah untuk mengalami goncangan-goncangan. Akibat yang paling luas adalah tidak berjalannya sistim politik untuk menghasilkan pemerintahan yang berkelanjutan. Dengan demikan proses demokrasi menemui jalan buntu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun