Mohon tunggu...
Marintan Irecky
Marintan Irecky Mohon Tunggu... Lainnya - ENG - IND Subtitler and Interpreter

Indonesian diaspora who has been living in Saudi Arabia since 2013. Currently interested in topics about women, family and homemaking, and female intra-sexual competition.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Makna Kemerdekaan bagi Veteran Pejuang

17 Agustus 2012   05:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:38 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mayjen TNI Purn. Sukotjo Tjokroatmodjo (dok. dearmarintan)

Apa makna kemerdekaan bagi kita? Sering kali kita memaknai kemerdekaan secara sempit, yaitu berakhirnya perjuangan penjajah dari tanah air Indonesia. Ada pula yang skeptis dan berkata bahwa kemerdekaan hanya di atas kertas saja, sesungguhnya Indonesia belum benar-benar merdeka dari kekuasaan asing. Sebab negara kita dalam banyak aspek masih bergantung pada negara lain, terkadang masih dipandang sebelah mata. Entah karena pemerintahan sekarang yang terkesan lembek dan takut asing, atau karena masih menggunungnya bantuan asing (baca: utang) yang suatu saat harus kita bayar.

Demi mendalami makna kemerdekaan yang sesungguhnya, saya menemui Mayjen TNI (Pur) Sukotjo Tjokroatmodjo, seorang veteran pejuang yang ikut berjuang di masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Beliau saya temui di ruangannya di Gedung LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia), Semanggi kemarin (16/8). Pak Sukotjo terlihat mengenakan jaket kulit hitam, rambutnya ditata rapi, dan tubuhnya masih segar bugar. Sama sekali tidak menampakkan kesan bahwa dirinya Desember nanti akan genap berusia 85 tahun. Dengan ramah, Pak Sukotjo menyambut dan mempersilakan saya duduk.

Setelah mendengar perkenalan diri saya sebagai seorang blogger dan penjelasan mengenai Kompasiana, Pak Sukotjo pun membuka dirinya untuk ditanyai apa saja. Saya memulainya dengan pertanyaan yang paling membuat saya penasaran. Apa makna kemerdekaan bagi Pak Sukotjo? Pertanyaan ini mungkin terdengar bodoh, sebab orang yang saya tanyai adalah seorang veteran pejuang. Teman saya bahkan mengolok-olok dan berkata bahwa pertanyaan saya itu sangat retoris. Tapi saya tidak peduli dan tetap menanyakannya.

Syukurlah Pak Sukotjo tidak ikut-ikutan menganggap pertanyaan saya itu bodoh.

“Nggak bisa digambarkan (dengan kata-kata). Saya setiap kali mendengar lagu Indonesia Raya, perasaannya sudah nggak karuan. Setiap melihat merah putih dikerek di tiang bendera, saya pasti menangis. Seperti itulah (makna kemerdekaan) bagi saya,” ujarnya.

Bagaimana dengan segelintir orang yang skeptis, mengatakan bahwa sebenarnya negara kita masih belum merdeka? Masih terbelenggu kekuasaan asing?

Kedua matanya terbelalak. Heran.

“Yang bilang begitu mestinya merasakan bagaimana kita dulu. Saya ini sudah pernah ditodong bedil Belanda, jalan di depan tank jaraknya hanya 100 meter, ditawan bersama kompi saya,” katanya.

Pak Sukotjo merasa heran dengan orang-orang yang masih berpikiran skeptis. Ia juga sedih melihat orang-orang yang merasa malas bangun pagi untuk upacara 17 Agustus. Pria kelahiran Kertosono, 18 Desember 1927 itu berharap agar mereka yang belum bisa memaknai kemerdekaan mau belajar lebih jauh tentang sejarah negara.

Ia bercerita bahwa dulu pun ia tidak mengerti apa itu proklamasi kemerdekaan. Arti Pancasila pun beliau mengaku tidak tahu pada saat itu pertama kali diperdengarkan di siaran radio di sekolahnya.

“Bagaimana saya bisa tahu apa artinya? Saya waktu itu (*17 Agustus 1945) masih umur 17 tahun, masih murid SMT (*Sekolah Menengah Tinggi, kini setara dengan SMA),” ia melanjutkan, “Dulu semua murid disuruh berkumpul mendengarkan proklamasi lewat siaran radio. Proklamasi itu apa, saya dan kawan-kawan tidak mengerti. Jangankan kami yang waktu itu mendengarnya di Surabaya, orang-orang yang di Sumatera waktu itu pun tidak mengerti. Mereka malah terlambat tahu proklamasi, sekitar 10 hari sampai 2 minggu sesudah yang di Jakarta tahu.”

Meskipun tidak mengerti betul apa itu proklamasi kemerdekaan, bukan berarti Pak Sukotjo tidak turun berjuang. Di bulan Oktober 1945, ia tidak melanjutkan sekolahnya karena harus ikut perang. Matanya menerawang ke masa itu, ketika dia harus ikut mengangkat senjata untuk mempertahankan kemerdekaan. Status merdeka tidak berarti Indonesia sudah seratus persen bebas dari pendudukan Jepang. Pria yang dikaruniai tiga anak itu mengatakan bahwa di sana-sini masih banyak tentara Jepang, meskipun beberapa golongan dari mereka ada yang sudah pasif akibat kekalahan besar dalam Perang Dunia II. Belum lagi Belanda yang secara agresif menyerang Indonesia dan menolak mengakui kemerdekaan bekas jajahannya itu. Wajar saja bila Pak Sukotjo masih belum bisa memaknai kemerdekaan pada masa-masa perjuangannya di tahun 1945 hingga 1949.

Baru pada tahun 1950, ia bisa mulai mengerti apa makna kemerdekaan. Bagaimana bersyukurnya ia bisa bertemu kembali dengan keluarganya, sementara banyak di antara rekan-rekan seperjuangannya harus kehilangan rumah, harta benda, sanak saudara, dan bahkan meregang nyawa di medan perang.

Ia sedih bila saat ini masih ada orang yang belum bisa memaknai kemerdekaan dan mensyukurinya. Katanya, anak-anak di masa sekarang harusnya bersyukur bahwa mereka sudah ditanamkan pendidikan Pancasila dan sejarah Indonesia sejak di bangku sekolah dasar.

Makna kemerdekaan bagi setiap orang bisa jadi berbeda-beda, namun Pak Sukotjo ingin agar semua orang menyadari bahwa kemerdekaan diperoleh tidak gratis. Ada harga yang harus dibayar, dan bersyukurlah orang-orang yang tidak harus membayarnya secara langsung dengan harta benda, sanak saudara, atau nyawa.

Generasi sekarang harus membayar kemerdekaan yang diperoleh dengan prestasi. Sebisa mungkin mengharumkan nama Indonesia. Dalam lingkup yang paling kecil dan paling lumrah, paling tidak semua orang bisa dengan sikap tegap dan rasa bangga menaruh hormat saat bendera merah putih dikibarkan, bukannya bermalas-malasan dan memilih bolos dari Upacara 17 Agustus.

Jadi, bagaimana cara kita memaknai kemerdekaan hari ini?

1345181972459012875
1345181972459012875
Lembar Freez edisi Veteran dipajang di mading LVRI (dok. dearmarintan)

*Pak Sukotjo saat ini sedang menulis buku sejarang perjuangan kemerdekaan. Buku yang ditulis bersama teman-teman veteran di LVRI tersebut rencananya akan terbit sebelum akhir tahun ini. Mari doakan agar buku tersebut lekas rampung, supaya makin banyak yang memahami sejarah negara. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memahami dan menghargai sejarahnya.

13425741492020289124
13425741492020289124

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun