Mohon tunggu...
Marintan Irecky
Marintan Irecky Mohon Tunggu... Lainnya - ENG - IND Subtitler and Interpreter

Indonesian diaspora who has been living in Saudi Arabia since 2013. Currently interested in topics about women, family and homemaking, and female intra-sexual competition.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wanita Bukan yang Utama di Transjakarta

17 Maret 2012   12:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:55 1350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saatnya wanita jadi yang utama.

Begitu tulisan yang tertera di poster berwarna pink yang ditempel di semua halte Bus TransJakarta. Namun tampaknya tidak semua orang mengindahkan poster-poster yang bertujuan untuk mengingatkan sesama penumpang bahwa wanita telah diberikan tempat khusus dalam moda transportasi massal tersebut.

Entah karena tidak bisa membaca atau karena egoisme masyarakat urban sudah semakin tinggi, para penumpang pria di halte Bus TransJakarta kerap menyeruak masuk dalam barisan yang seharusnya diperuntukkan bagi wanita. Bila hanya sekali dua kali kejadiannya, mungkin masih bisa sabar. Tapi sulit rasanya untuk bersabar bila sedang berada di halte-halte transit yang padat calon penumpang, seperti Halte Dukuh Atas atau Halte Harmoni.

Area khusus wanita dibuat untuk mengurangi tingkat pelecehan seksual di angkutan umum. Apalagi beberapa kali kita lihat dan dengar di berita, kejadian tidak senonoh yang menimpa penumpang wanita dilecehkan di bus TransJakarta. Seorang bapak berusia sekitar 40 tahunan pernah ditegur oleh salah seorang penumpang wanita karena mengantri di tempat antrian khusus wanita, dan parahnya lagi dia merokok. Menyebabkan saya dan calon penumpang lainnya yang sedang menunggu kedatangan bus merasa tidak nyaman. Namun, bukannya mematikan asap rokoknya, dia malah marah-marah sambil menghembuskan asap rokoknya ke kami! Keterlaluan! Para calon penumpang pria yang menunggu di barisan berbeda pun hanya melihat saja, tanpa membela sang wanita yang dimarahi. Mungkin pikiran mereka sibuk pada tempat tujuan masing-masing.

[caption id="attachment_176906" align="aligncenter" width="461" caption="Mungkin Bapak ini tidak merasa sebagai pria?"]

1331988505680914648
1331988505680914648
[/caption]

Kejadian kurang mengenakkan lainnya terjadi saat saya menegur seorang calon penumpang pria. Di Halte Kuningan Madya yang shelternya kecil dan penuh sesak saat jam pulang kerja itu, dia ikut mengantri di barisan wanita. Padahal sudah sempit bukan main, ditambah lagi antrian panjang di barisan seberang sampai membuat punggung para penunggu bus bertemu. Karena dia hanya satu-satunya pria yang nekat menyempil di barisan wanita, saya merasa harus menegur. Ya, itu semata karena saya merasa tidak nyaman bila dia harus bergesekkan dengan badan saya selama menunggu di halte.

Penampilan pria itu rapi, membawa tas kerja kulit dan sepatu kulitnya mengilap. Dugaan saya, dia bekerja sebagai karyawan di salah satu kantor di kawasan Kuningan. Saya pikir kalau menegur dia, dia akan bisa menerima dengan baik, ternyata dugaan saya salah.

"Maaf, Pak, bisa tolong pindah ke barisan di sana? Ini kan antrian khusus wanita," kata saya sambil menunjukkan stiker pink yang tertempel di kaca halte, "bertuliskan Ladie's Area".

"Kamu bicara sama saya?" tanyanya mengernyitkan dahi.

"Iya, Pak. Tolong Bapak pindah ke sebelah karena ini sudah sempit sekali. Nggak nyaman gesek-gesekkan."

"Maaf ya, Mbak. Saya nggak ada waktu buat gesek-gesekkan. Lagipula liat tuh tulisannya, Ladie's Area, apaan tuh? Bahasa Inggris acak-acakkan begitu, ga usah diturutin deh. Ribet!" omelnya.

Saya pun heran. Ya, saya tahu memang tulisannya tidak benar secara grammar. Tapi apa itu bisa dijadikan pembenaran untuk alasannya itu? Apakah dia tidak bisa menangkap bahwa saya keberatan bila dia berada di belakang saya? Dia bilang tidak ada waktu buat bergesek-gesekkan, tapi saat calon penumpang semakin banyak yang berdatangan dan bus belum juga muncul, apa yang akan dia lakukan? Bukankah pada akhirnya dia harus mendesak bagian belakang saya karena orang di belakangnya juga melakukan hal yang sama padanya? Itulah yang membuat saya tidak nyaman. Kalau sesama wanita sih, tidak menjadi masalah, tapi ini kan pria?

Pengalaman ini memperlihatkan betapa wanita bukanlah yang utama baik di halte maupun bus TransJakarta. Semua orang sudah terlalu lelah dan kesal menunggu bus yang datangnya tak tentu dan sering kali mengangkut penumpang melebihi kapasitas yang layak. Akibatnya, stiker maupun poster yang menghimbau agar wanita menjadi yang utama di TransJakarta hanya berlalu sebagai sekadar imbauan. Kejadian yang menimpa saya mungkin tidak seberapa bila dibandingkan kenyataan yang hampir setiap hari saya lihat. Banyak penumpang yang masih muda, tidak memberikan kursinya untuk manula, wanita hamil dan wanita membawa anak sebelum mereka ditegur oleh petugas TransJakarta. Itu pun kalau ditegur. Banyak petugas TransJakarta yang belakangan ini mungkin sudah terlalu lelah, sehingga jangankan menegur, terkadang sekadar mengingatkan halte tujuan berikutnya saja sudah 'lupa'.

Dengan banyaknya pembahasan mengenai dampak kenaikan BBM dan peningkatan ongkos angkutan umum, mau tidak mau saya jadi berpikir juga, apakah bus TransJakarta akan ikut menaikkan tarifnya? Jujur saja, saya tidak rela bus TransJakarta ikut menaikkan harga karcis bus bila belum mampu memberikan pelayanan maksimal kepada para penumpangnya. Setidaknya perbanyak armada dan buat sistem yang baik agar sirkulasi bus paling lambat muncul di halte setiap 5 menit sekali sehingga calon penumpang tidak menumpuk di shelter. Sebab penumpukan penumpang sangat potensial menimbulkan kejahatan, baik pelecehan seksual maupun pencopetan. Dan wanita, sangat rentan menjadi korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun