Kampung Sibaklasik terus menjadi pelopor gaya hidup zero waste dengan inovasi berkelanjutan. Salah satu terobosan terbaru yang menarik perhatian adalah pot camonik (campuran organik), sebuah teknologi sederhana namun revolusioner. Pot ini dirancang dengan dua bagian utama: satu untuk media tanam dan satu lagi untuk menghasilkan pupuk organik dari limbah rumah tangga. Â
Pot camonik menjadi solusi praktis bagi masyarakat yang ingin bertani di lahan sempit sekaligus mengelola limbah organik secara mandiri. Desain pot terdiri dari dua kompartemen:Â Â
1. Bagian Media Tanam
  Bagian atas digunakan untuk menanam berbagai jenis tanaman, seperti sayuran atau bunga. Media tanam ini memanfaatkan campuran tanah, kompos, dan bahan organik lainnya. Â
2. Bagian Komposter Â
  Bagian bawah pot berfungsi sebagai komposter untuk mengolah limbah organik seperti sisa makanan, daun kering, atau kulit buah menjadi pupuk kompos. Proses pengomposan ini menghasilkan nutrisi yang diserap langsung oleh tanaman di bagian atas. Â
"Pot ini sangat praktis karena memungkinkan daur ulang limbah organik menjadi pupuk langsung di tempat. Tidak ada yang terbuang, semuanya dimanfaatkan," ujar Bu Dina, salah satu tim penyuluh zero waste dari Kampung Sibaklasik. Â
Â
Pot camonik tidak hanya membantu warga mengelola limbah organik, tetapi juga memberikan berbagai manfaat lain:Â Â
1. Mengurangi Limbah Rumah Tangga Â
  Limbah organik yang biasanya dibuang kini dapat diolah menjadi pupuk, mengurangi beban tempat pembuangan akhir (TPA). Â
2. Efisiensi dalam BerkebunÂ
  Dengan nutrisi langsung dari komposter, tanaman tumbuh lebih subur tanpa memerlukan pupuk tambahan. Â
3. Hemat Biaya
  Warga tidak perlu membeli pupuk kimia, sehingga dapat menghemat pengeluaran sekaligus menjaga kualitas tanah. Â
4. Ketahanan Pangan
  Warga dapat memanfaatkan pot camonik untuk menanam sayuran seperti cabai, bayam, atau kangkung, sehingga mengurangi ketergantungan pada pasar. Â
"Sejak menggunakan pot camonik, saya tidak lagi membuang sisa makanan. Semua dimanfaatkan untuk membuat pupuk, dan hasilnya tanaman saya lebih subur," ujar salah satu warga Kampung Sibaklasik. Â
Keberhasilan pot camonik tidak lepas dari kerja sama komunitas di Kampung Sibaklasik. Proses produksi pot melibatkan warga setempat, yang menggunakan bahan bekas seperti ember plastik, kaleng, atau pipa PVC sebagai material utama. Selain itu, komunitas lingkungan seperti Ecoton juga berperan dalam memberikan pelatihan dan pendampingan. Â
Pot camonik adalah contoh nyata bagaimana solusi sederhana bisa membawa perubahan besar," kata Saifudin Efendi, Ketua RT Kampung Sibaklasik. Â
Keberhasilan pot camonik mulai menarik perhatian dari luar Kampung Sibaklasik. Beberapa komunitas dari Gresik dan kota lain datang untuk belajar tentang cara membuat dan menggunakan pot ini. Bahkan, pemerintah daerah mulai mempertimbangkan untuk memperluas implementasi pot camonik sebagai bagian dari program pengelolaan sampah organik. Â
"Pot ini tidak hanya cocok untuk rumah tangga, tetapi juga untuk sekolah atau fasilitas umum yang ingin mengelola limbah organik secara mandiri," ujar Tim penyuluh zero waste kampung siba klasikÂ
 Â
Dengan pot camonik, Kampung Sibaklasik membuktikan bahwa inovasi sederhana dapat menjadi solusi besar dalam mendukung gaya hidup zero waste. Tidak hanya mengurangi limbah, pot ini juga membantu masyarakat meningkatkan ketahanan pangan dan menjaga lingkungan. Â
"Kami ingin Kampung Sibaklasik menjadi inspirasi bagi banyak komunitas. Pot camonik adalah langkah kecil, tetapi dampaknya besar untuk bumi," pungkas Saifudin Efendi.
Kampung Sibaklasik sekali lagi menunjukkan bahwa dengan kreativitas dan komitmen, perubahan positif untuk lingkungan bisa dimulai dari rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H