Pada abad ke-15, Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Byzantium yang menjadi pusat perdagangan Timur dan Barat, jatuh ke tangan Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1453. Kejatuhan ini membuat banyak bangsa Eropa yang terguncang karena akses mereka terhadap rempah-rempah Asia terputus, karena jalur perdagangan darat menjadi lebih sulit dan berbahaya. Rempah-rempah seperti lada, cengkeh, kayu manis, dan pala memiliki nilai yang sangat tinggi di Eropa, karena memberikan rasa pada makanan dan memiliki kegunaan medis.
Untuk mengatasi masalah ini, bangsa Eropa mulai mencari jalur perdagangan baru ke Asia, dengan tujuan utama mencapai Kepulauan Nusantara yang kaya akan rempah-rempah. Para pelayar Eropa pun mencari bantuan dan dukungan dari negara-negara mereka untuk membiayai ekspedisi pelayaran yang ambisius.
Alasan utama pelayaran bangsa Eropa ke Nusantara adalah mencari kekayaan, kemuliaan, dan penyebaran agama Kristen. Alih-alih harus membayar harga yang mahal untuk rempah-rempah kepada pedagang Timur Tengah, bangsa Eropa ingin menguasai langsung jalur perdagangan dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Selain itu, ekspedisi pelayaran juga merupakan kesempatan untuk memperluas wilayah jajahan mereka di luar Eropa.
Selama ini, bangsa Eropa terbatas secara geografis dan ingin menemukan wilayah baru untuk dijajah dan dieksploitasi kekayaannya. Pencarian wilayah jajahan ini kemudian menjadi pendorong utama pelayaran bangsa Eropa, di mana mereka berusaha membangun kerajaan-kerajaan kolonial di Amerika, Afrika, dan Asia, termasuk Nusantara.
Selain itu, pengaruh agama juga sangat kuat dalam perjalanan pelayaran ini. Para pelaut dan penjelajah Eropa, seperti Christopher Columbus, Vasco da Gama, dan Ferdinand Magellan, melihat perjalanan mereka sebagai sebuah misi untuk menyebarluaskan agama Kristen. Misionaris Kristen meyakini bahwa mereka memiliki kewajiban moral untuk menyebarkan Injil kepada bangsa-bangsa yang belum mengenal Kristen.
Perkembangan teknologi juga berperan penting dalam keberhasilan pelayaran bangsa Eropa. Peningkatan teknologi pelayaran seperti pengembangan kapal-kapal yang lebih besar dan lebih kuat, penggunaan kompas magnet yang memungkinkan navigasi yang lebih akurat, dan penemuan astrolabium untuk menentukan posisi lintang membantu pelaut Eropa menavigasi lautan yang belum mereka eksplorasi sebelumnya.
BANGSA-BANGSA EROPA DI NUSANTARA
Bangsa Portugis menjadi salah satu negara Eropa pertama yang mencapai Kepulauan Nusantara pada akhir abad ke-15. Mereka berlayar melalui jalur Selatan, mengitari Tanjung Harapan di ujung benua Afrika, dan mencapai Samudra Hindia. Bangsa Portugis kemudian mendirikan pos perdagangan di Malaka dan Ternate, serta menguasai Sunda Kelapa (kini Jakarta). Mereka menggunakan metode penjajahan yang lebih lunak, seperti membangun hubungan dagang dan politik dengan kerajaan-kerajaan lokal.
Spanyol juga memiliki peran penting dalam pelayaran ke Nusantara. Christopher Columbus menemukan Amerika untuk Spanyol pada tahun 1492, dan bangsa Spanyol melanjutkan pelayaran ke Asia dengan melalui jalur barat melalui Samudra Atlantik. Spanyol kemudian mengklaim wilayah Filipina dan wilayah yang saat ini merupakan bagian dari Indonesia Timur.
Belanda menjadi kekuatan Eropa utama di Nusantara pada abad ke-17. Belanda mencapai Nusantara dengan menggunakan jalur selatan yang sama seperti Portugis, tetapi dengan tujuan utama menguasai perdagangan rempah-rempah. Mereka menggunakan metode penjajahan yang lebih brutal dengan melancarkan serangan dan mendirikan benteng-benteng di pelabuhan-pelabuhan strategis.
Inggris juga mengikuti jejak bangsa-bangsa Eropa lainnya dan mencapai Nusantara melalui jalur perjalanan yang sama. Namun, Inggris tidak terlalu fokus pada perdagangan rempah-rempah seperti bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda. Mereka lebih memilih untuk menguasai dan mengembangkan daerah-daerah pertambangan di Nusantara, yang kaya akan hasil tambang seperti bijih timah dan batubara.
KESULTANAN JAMBI DALAM SEJARAH
Kesultanan Jambi memiliki hubungan yang berbeda dengan bangsa-bangsa Eropa tersebut. Pada awalnya, Jambi menjalin hubungan dagang yang harmonis dengan bangsa Portugis, yang datang mencari rempah-rempah. Kesultanan Jambi tidak memiliki hubungan langsung dengan Spanyol, karena Spanyol lebih fokus pada ekspedisi pelayaran ke Amerika dan Filipina. Hubungan Kesultanan Jambi dengan Belanda diwarnai oleh penjajahan dan penindasan. Setelah masa kolonial Kerajaan Belanda yang brutal, hubungan dengan bangsa Belanda semakin memburuk. Kesultanan Jambi menjadi salah satu korban utama penjajahan Belanda, yang mempengaruhi politik, sosial, dan ekonomi penjajahan tersebut. Kesultanan Jambi juga memiliki kontak dengan Inggris, terutama dalam hal perdagangan. Hubungan ini terbatas pada kontak komersial dan tidak memiliki pengaruh besar terhadap politik kesultanan.
Pelayaran bangsa Eropa ke Nusantara didorong oleh keinginan untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, memperluas wilayah jajahan, dan menyebarkan agama Kristen. Mereka menggunakan perkembangan teknologi pelayaran sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka. Bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris menggunakan metode penjajahan yang berbeda di Nusantara, dengan beberapa mengutamakan perdagangan dan yang lainnya lebih fokus pada penyebaran agama atau pengembangan wilayah eksploitasi. Hubungan dengan Kesultanan Jambi juga bervariasi tergantung pada negara Eropa yang terlibat. Dalam sejarah pelayaran bangsa Eropa ke Nusantara, kita melihat perkembangan wilayah, perubahan budaya, dan konflik yang berdampak besar pada masa kini.
Referensi
Andaya, L. Y. (1993). The World of Maluku: Eastern Indonesia in the Early Modern Period.
Honolulu: University of Hawaii Press.
Andaya, Barbara Watson. 1993. To Live As Brothers Southeast Sumatra in the Seventeenth and Eighteenth Centuries. Honolulu. University of Hawaii Press.
Locher-Scholten, Elsbeth. 2003. Sumatran Sultanate and Colonial State: Jambi and the Rise of Dutch Imperialism (1830-1907). Ithaca, New York. Southeast Asia Program Publications.
Reid, A. (2016). Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680: Jalur Jaringan Perdagangan
Global. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Ricklefs, M. C. (2008). Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Serambi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H