Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Kebangkitan AI, Akankah Algoritma Menggantikan Manusia?

29 Maret 2023   21:07 Diperbarui: 29 Maret 2023   21:25 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demikian informasi yang dibutuhkan babun. Kemudian ia masih butuh data tentang singa. Seberapa jauh singa itu? Seberapa besar singa itu? Seberapa cepat singa tersebut berlari. Apakah singa sedang tidur atau bangun? Apakah singa terlihat lapar atau kenyang? Babun kelaparan membutuhkan semua jenis data tentang singa ini.

Yang terakhir, babun butuh banyak data tentang dirinya sendiri. Seberapa lapar dirinya, seberapa cepat ia bisa berlari dan lain sebagainya. Kemudian Babun mengumpulkan semua data ini dan entah bagaimana menghitung probabilitasnya dengan sangat, sangat cepat.

Babon tidak mengeluarkan pena dan selembar kertas atau kalkulator dan mulai menghitung probabilitas. Tidak, seluruh tubuh babon adalah kalkulator. Ia mengambil data dengan apa yang kita sebut indra, (sensasi, penglihatan, penciuman, dan telinga). Babun mengambil semua data juga dari dalam tubuh, sistem saraf dan otak. Semuanya dikalkulasi dalam sepersekian detik, menghitung probabilitas.

Dan jawabannya tidak muncul dalam bentuk angka, tapi dalam bentuk perasaan atau emosi. Jika hasil kalkulasinya mengatakan bahwa peluangnya mati kelaparan lebih besar dibanding dimangsa singa, maka akan muncul dalam bentuk emosi keberanian. Babun tersebut akan merasa sangat berani, dan dan akan lari menuju pisang.

Jika hasil perhitungannya sebaliknya, maka ini juga akan muncul tidak dalam bentuk angka, tetapi dalam bentuk emosi takut. Dan Babun tersebut akan mengurungkan niatnya untuk mengambil pisang.

Jadi apa dalam bahasa sehari-hari kita sebut perasaan, emosi, dan sebagainya, menurut teori standar dalam sains kehidupan saat ini sebenarnya adalah algoritma biokimia yang menghitung probabilitas.

Sekarang, gagasan ini (pemahaman bahwa organisme adalah algoritma, bahwa emosi dan perasaan sebenarnya hanyalah proses biokimiawi untuk menghitung probabilitas) tidak punya banyak dampak praktis, karena tidak ada yang punya kapasitas untuk mengumpulkan cukup data, dan daya komputasi yang diperlukan untuk menganalisis data tersebut, dan benar-benar memahami apa yang terjadi dalam diri manusia.

Selama ribuan tahun, semua jenis otoritas mencoba meretas manusia untuk memahami apa yang kita pikirkan dan rasakan, tapi tidak ada yang benar-benar bisa melakukannya. Gereja Katolik di Abad Pertengahan atau KGB di Soviet Rusia, perusahaan-perusahaan yang mencoba mensurvei pelanggan atau tim sukses yang melakukan survei pemilih. Semuanya sangat tertarik untuk memahami (meretas) manusia tapi tidak satupun yang benar-benar berhasil.

Bahkan jika KGB mengikuti kita kemana-mana dan merekam setiap percakapan dan aktivitas yang kita lakukan, KGB tetap gagal karena tidak memiliki pemahaman biologis dan daya komputasi yang diperlukan untuk benar-benar memahami apa yang terjadi di dalam otak dan tubuh manusia.

Jadi sampai hari ini, ketika humanisme mengatakan kepada orang-orang "dengarkanlah kata hatimu." sebenarnya adalah nasihat yang bagus. Karena perasaan Anda benar-benar adalah metode terbaik untuk membuat keputusan. Itulah algoritma terbaik di dunia.

Perasaan manusia adalah algoritma yang dibentuk oleh jutaan tahun seleksi alam, algoritma yang bertahan dalam uji kualitas paling keras di dunia yakni uji kualitas dalam seleksi alam. Perasaan manusia adalah mekanisme terbaik untuk membuat keputusan yang telah dibentuk oleh jutaan tahun seleksi alam. Jadi sekali lagi, "dengarkan karata hatimu" merupakan slogan yang bagus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun