Korupsi yang merajalela di Pakistan bikin rakyatnya terus menderita. Bukan rahasia lagi jika ekonomi Pakistan sedang berada di ujung tanduk. Kini negara 'seribu cahaya' sedang mengalami masa-masa tergelapnya. Pakistan terus-menerus disulitkan dengan meningkatnya inflasi dan pengangguran. Utang internasional mereka juga terus meningkat.
Ekonomi negara tersebut terancam runtuh seperti Sri Lanka. Kehancuran finansial terus membayangi. Pakistan sedang menatap khawatir tanggal 5 Desember. Pasalnya, pada tanggal tersebut pemerintah mereka perlu membayar utang negara sebesar satu miliar dolar (USD). Apakah pemerintah mampu membayar jumlah sebesar itu nanti? Tidak banyak yang mau mengambil risiko untuk menjamin bahwa Pakistan akan menghormati komitmennya membayar utang.
Alasannya, total utang dan kewajiban bayar Pakistan naik sekitar 23,7 persen pada kuartal fiskal pertama (Q1). Semua ini disebabkan pinjaman IMF dan devaluasi Rupee Pakistan. Pinjaman tersebut diperlukan untuk menanggulangi banjir dahsyat yang melanda Pakistan tahun ini. Sedangkan untuk pelemahan mata uang, Nomura Holdings, perusahaan induk keuangan dan bank investasi Jepang mengatakan bahwa Pakistan berisiko tinggi mengalami krisis mata uang.
Pada tingkat saat ini, utang dan liabilitas Pakistan bernilai lebih dari 278 miliar dolar. Laporan mengatakan bahwa negara tersbut akan berjuang untuk membayar bahkan 1 miliar dolar bulan depan. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya penurunan Foreign Direct Investment (FDI).
FDI menurun hampir 52 dalam kuartal fiskal pertama 2022. Sekutu Pakistan seperti China juga ragu untuk melakukan investasi ke negara itu. Awal tahun ini Beijing mengancam akan menghentikan pendanaan Koridor Ekonomi China-Pakistan.
Sebabnya karena perusahaan listrik Cina yang menyediakan listrik bagi Pakistan tidak dibayar oleh pemerintah. Semua ini karena Pakistan sedang menghadapi krisis keuangan.
Jadi apa yang terjadi jika Pakistan gagal bayar utang? Â jika pendanaan asing mengering? Kita sudah menyaksikan apa yang terjadi di Sri Lanka. Ekonomi runtuh. Terjadi ketidakmampuan untuk mengimpor Kebutuhan. Antrean panjang warga untuk bahan bakar dan kebutuhan pokok. Tingginya inflasi dan jatuhnya nilai mata uang benar-benar meluluhlantakan ekonomi Sri Lanka. Situasi yang sama juga terjadi di Pakistan.
Menurut IMF, PDB Pakistan diharapkan tumbuh sekitar enam persen tahun ini. Tetapi hal-hal mulai tampak Suram dari tahun 2023 dan seterusnya. PDB Pakistan mungkin tumbuh hanya 3,5 persen. Angka itu yang terburuk setelah Sri Lanka (tanpa memperhitungkan Afghanistan).
Bagaimana dengan inflasi? Pakistan punya tingkat inflasi terburuk tahun lalu. Parahnya lagi, dari 2024 diperkirakan akan mengalami tingkat terburuk di wilayah Asia Selatan.
Melihat angka inflasi hampir 20 persen pada tahun 2023, data ketenagakerjaan menyajikan gambaran yang suram juga. Tingkat pengangguran Pakistan melonjak bahkan sebelum pandemi covid-19 dimulai, dan diperkirakan tidak akan kembali ke tahun level tahun 2018 hingga 2026 nanti.
Perlu diketahui bahwa angka ini merupakan persentase populasi. Populasi usia kerja Pakistan akan terus bertambah. Artinya jutaan orang akan kehilangan pekerjaan di tahun-tahun mendatang.
Pengangguran, harga tinggi, pertumbuhan ekonomi yang lambat dan tidak merata akan berkolaborasi memperburuk ekonomi Pakistan. Dalam waktu dekat, jika Pakistan gagal membayar utang, itu akan menjadi bencana bagi kedaulatan negeri seribu cahaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H