Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Apa Iya Usia 16 Tahun Terlalu Muda untuk Memilih?

22 November 2022   20:16 Diperbarui: 27 Februari 2023   23:13 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simulasi Pemungutan Suara oleh KPU RI Selasa (12/3/2019). Foto: twitter.com/KPU_ID via tribunnews.com.

Saya lagi mengkonfirmasi email pendaftaran PPK dari siakba.kpu.co.id ketika muncul berita dari The Guardian di inbox email. Berita tersebut bertajuk "Ardern promises bill to lower voting age to 16 in New Zealand after discrimination ruling". Artinya kurang lebih "Ardern menjanjikan RUU untuk menurunkan usia pemilih menjadi 16 tahun di Selandia Baru setelah putusan diskriminasi."

Otomatis telunjuk saya gatal untuk segera menekan tautan berita tersebut. Seperti tajuknya, berita tersebut berisi aturan baru pemilih di Selandia Baru. 

Mahkamah Agung negara tersebut memutuskan untuk tidak mengizinkan orang berusia 16 tahun untuk memilih, karena tidak dianggap merupakan tindakan diskriminatif. Jadi sekarang parlemen negara burung Kiwi diramaikan dengan debat penurunan usia pemungutan suara.

Bill of Rights Selandia Baru memastikan bahwa orang  berusia 16 tidak akan didiskriminasi dari mereka yang lebih tua. 

Remaja 16 tahun boleh bekerja, mengemudi, dan membayar pajak. Artinya mereka sudah dikatakan dewasa kecuali dalam hal pemungutan suara, mereka tidak diberikan hak untuk voting. Tetapi sekarang Parlemen memperdebatkannya. 

Perdana menteri Jacinda Ardern bikin pengumuman kemarin (Senin, 21/11) "kabinet telah memutuskan untuk menyusun undang-undang dengan proposal untuk menurunkan usia pemungutan suara menjadi 16 bagi seluruh parlemen untuk dipertimbangkan. Jika didukung (batas usia) itu tidak akan berlaku untuk pemilihan umum berikutnya."

Jadi putusan parlemen belum menjamin bahwa remaja 16 tahun akan diizinkan untuk memilih. Meskipun mendapat dukungan dari Perdana Menteri dan partainya, hal itu mungkin tidak terjadi karena Partai Nasional (kanan-tengah) negara itu menentang perubahan batas usia memilih ini. Dan suara mereka sedikit lebih banyak dari 25 persen di Dewan Perwakilan Selandia Baru.

Ardern melanjutkan setelah pengumumannya "Saya pribadi mendukung penurunan usia pemilih tetapi itu bukan wewenang saya atau bahkan pemerintah. Setiap perubahan dalam pemilihan  hukum seperti ini membutuhkan 75 persen dukungan parlemen, oleh karena itu menurut pandangan kami (masalah) ini sebaiknya baik ditempatkan di Parlemen agar semua orang dapat menyampaikan pendapatnya."

Semua ini bikin saya bertanya-tanya, sebenarnya apa alasan Selandia baru tiba-tiba ingin merubah batas minimum usia pemilih?

Mungkin tidak tiba-tiba sebenarnya. Jika disahkan nanti, Selandia Baru tidak akan menjadi negara pertama yang melakukannya. Austria, Brasil, dan Kuba sudah duluan. Batas usia minimum di tiga negara tersebut adalah 16 tahun.

Cermat saya. rata-rata remaja 16 tahun hari ini tidak bisa disamakan dengan 16 tahun 30 tahun yang lalu. Jika tidak lebih pandai maka paling tidak mereka mendapat informasi yang lebih baik.

Mereka terpapar pada pengaruh yang tidak pernah dialami oleh generasi sebelumnya. Dan yang paling penting, era mereka adalah era digital atau eranya internet. Di era mereka kini, jarak informasi hanya seujung jari.

Iya sih, seseorang atau sejumlah besar disinformasi juga ada, tetapi usia 18 tahun dan orang yang lebih tua juga tidak lebih sedikit jumlah korban disinformasi atau terkadang lebih dari itu.

Di negara kita, anak berusia 12 tahun bisa dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan karena batas minimum usia pidana yang diputuskan oleh MK adalah usia 12 tahun. Tapi seseorang di bawah 17 tahun tidak bisa dikirim ke penjara kecuali dalam kasus yang paling mengerikan. Sekali lagi, 12 tahun. Bukan 17 atau 18. Tapi remaja 12 tahun ini tidak boleh memilih siapa presiden mereka atau paling tidak siapa yang menyampaikan pendapat mereka di DPR. Kalau mau yah kawin dulu. Itu aturannya.

Diskriminasi ini ada karena undang-undang yang diperkenalkan dari waktu ke waktu. Pertanyaan saya, bukankah seharusnya hukum kita berkembang bersama kita? 

Bukankah seharusnya hukum mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat di mana seseorang bisa dipidana sebagai orang dewasa dan bekerja seperti orang dewasa, apakah membiarkan mereka memilih siapa yang nantinya memerintah (meng-govern) mereka itu tidak masuk akal?

Singkatnya, seberapa mudakah bisa dikatakan terlalu muda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun