Pada 16 September seorang wanita Kurdi berusia 22 tahun meninggal di sebuah rumah sakit di Teheran. Namanya Mahsa Amini, seorang warga negara Iran yang taat hukum yang hidup jauh dari politik dan memikirkan urusannya sendiri. Tapi apakah dirinya tahu bahwa dia akan membayar harga yang mahal karena tidak cukup memperhatikan pakaiannya?
Tiga hari sebelumnya, pada 13 September Amini ditangkap oleh polisi moral Iran yang ditugaskan untuk menegakkan aturan berpakaian Iran. Mereka menahan Amini karena gadis muda itu tidak menutupi rambutnya dengan benar menggunakan hijab seperti kebiasaan di Republik Islam tersebut.
Jadi bagaimana Amini meninggal? Jawabannya relatif. Tergantung pada siapa yang menjawab. Pejabat Iran mengatakan kalau Amini meninggal karena serangan jantung tetapi keluarganya mengklaim kematiannya karena penyiksaan. Keluarganya mengklaim bahwa Amini dipukuli dalam tahanan hinnga mengalami koma dan meninggal. Mengingat tingkat kerahasiaan negara di Iran, sulit untuk memverifikasi penyebab pasti kematian gadis belia tersebut.
Tetapi yang bukan rahasia adalah kemarahan publik setelahnya. Kematian Amini menjadi alasan alasan demonstrasi-demonstrasi yang kini menghangat di Iran. Kematiannya telah menjadi titik kumpul bagi ribuan wanita Iran yang muak dengan para ulama yang memberi tahu mereka tentang apa yang harus mereka kenakan. Para demonstran yang kebanyakan wanita ini turun ke jalan. Mereka memotong rambut dan membakar hijab mereka sebagai dukungan solidaritas bagi tindakan perlawanan Mahsa Amini menentang aturan ketat Iran tentang pakaian. Juga terhadap mereka yang ditugaskan untuk menegakkan aturan ketat tersebut.
Aksi protes pertama terjadi pada 17 September di kota Saqez, kota di mana Amini dimakamkan. Dari Saqez demonstrasi masa dengan cepat menyebar ke kota-kota lain yaitu Isfahan, Chabahar, Sanam, Tabriz, dan Teheran. Terakhir kali saya cek, puluhan ribu orang melakukan demonstrasi di  lebih dari 40 kota. Protes berlangsung hampir setiap hari dengan visual yang serupa. Wanita membakar hijab mereka dan polisi Iran memukuli mereka dengan tongkat.
Biar lebih jelas, aksi protes yang sedang berlangsung di Iran bukan hanya sekedar aksi intelektual di mana aksi protes dilakukan oleh orang-orang Iran yang kaya dan berpengaruh yang mampu lolos dari perilaku keras negara, tidak, namun telah menjadi gerakan level akar rumput di mana orang-orang dari semua latar belakang dan kelas bergerak melakukan protes bersama seolah tidak peduli lagi dengan rotan Polisi Moral.
Tidak hanya Iran, protes ini telah menjadi Global. Ekspatriat Iran memprotes di kota-kota seperti Istanbul, Athena, Madrid, Berlin, Paris, Brussel, London, New York, dsb.
Yunani misalnya, minggu lalu ledakan molotov koktail terdengar di Kedutaan Besar Iran di Athena. Di Inggris, kekerasan demonstrasi jalanan serupa dilaporkan di luar Kedutaan Besar Iran di London. Di Prancis, lebih dari 4.000 orang terlihat di luar Kedutaan Besar Teheran di Paris sehingga  memaksa polisi untuk menggunakan taktik anti huru hara.
Secara global protes ini berlangsung tanpa banyak konsekuensi, tetapi di Iran para pendemo harus membayar harga yang mahal dengan nyawa. Menurut kelompok Hak Asasi Iran, lebih dari 76 pengunjuk rasa dibunuh oleh pasukan keamanan Iran dalam 11 hari terakhir, pada kerusuhan yang terjadi  di 14 provinsi.
Angka ini termasuk Enam Wanita dan empat anak. Selain ini lebih dari 1200 orang telah ditangkap. Kebanyakan dari mereka adalah jurnalis, aktivis, dan akademisi.