Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Rencana "Poros" AS ke Indo-Pasifik

30 September 2022   12:05 Diperbarui: 3 Oktober 2022   22:08 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden terpilih Amerika Serikat, Joe Biden, berpidato didampingi wakil presiden terpilih, Kamala Harris, Senin (9/11/2020), di Queen Theater Delaware, AS.  (Sumber: AP PHOTO/CAROLYN KASTER via Kompas.id)

Sejak kepresidenan Barack Obama, Amerika Serikat berencana membentuk satu poros spesifik di mana AS akan beralih dari Asia Barat ke indo-pasifik.

Pada bulan November 2012, hanya berselang 10 hari setelah terpilih kembali untuk masa jabatan kedua, Presiden AS Barack Obama naik Air Force One menuju ke Yangon, Myanmar. 

Pemulihan dan normalisasi hubungan antara Amerika Serikat dan negara yang dulunya paria, Myanmar (sebelumnya dikenal sebagai Burma), meningkat pesat di bagian akhir masa jabatan pertama Obama. 

Amerika Serikat berusaha untuk melawan pengaruh China yang semakin besar atas negara Asia Tenggara yang berlokasi strategis dan ramah sumber daya dan untuk mempercepat visi baru yang berani untuk seluruh kawasan Indo-pasifik. 

Keterlibatan dengan Myanmar hanyalah bagian kecil dari apa yang disebut Obama dan tim kebijakan luar negerinya sebagai "poros" strategis ke Asia.

Tapi ternyata lebih mudah diumumkan daripada dieksekusi. Karena sampai sekarang poros AS mengalami berbagai kendala. Perang di Ukraina hanyalah salah satu contoh terbaru. 

Joe Biden masih menjadi wakil presiden saat  poros tersebut diumumkan. Kini sebagai presiden Biden berharap untuk melangkah lebih jauh. Hari ini AS menjadi tuan rumah KTT pertama antara AS dan pemimpin kepulauan Pasifik.

Pasifik merupakan lautan terbesar di dunia yang mencakup hampir sepertiga Bumi dan merupakan rumah bagi 16 negara kepulauan. Negara-negara ini merupakan kunci dalam konflik yang meningkat antara AS dan China.

Amerika Serikat telah mendominasi Pasifik sejak Perang Dunia II. Meskipun pembuat kebijakan AS tidak pernah terlibat langsung dengan negara-negara Pasifik. Mereka outsourcing pekerjaan tersebut ke sekutu mereka Australia.

Tetapi sekarang situasinya telah berubah. China mengincar pengaruh strategis di Samudra Pasifik. Beijing mempersenjatai ekonomi China yang kaya yaitu dengan meminjamkan uang ke negara kepulauan.  China juga sedang gencar-gencarnya berusaha mengadakan perjanjian militer dengan pemerintah negara-negara kepulauan.

Jadi sekarang AS menghadapi tantangan berat di depan mata. Biden menggunakan tiga strategi untuk menghadapi efek China di kawasan Pasaifik. Satu, menonjolkan kekuatan militer. 

Kini, kapal perang Amerika USS Zumwalt sedang berlayar di Asia Timur. Kapal perusak berpeluru kendali merupakan kapal pertama dari kelasnya. Kapal ini punya kemampuan siluman jadi kalau tertangkap radar hanya akan nampak seperti sebuah perahu nelayan, meskipun berukuran besar.

Minggu lalu berada di Guam dan sekarang telah tiba di Jepang. USS Zumwalt ditugaskan pada tahun 2016. Pada waktu itu menjadi Destroyer paling mahal Angkatan Laut AS dengan total biaya hampir 4,4 miliar dolar.

Kehadiran kapal ini menjadi tantangan langsung ke China. Terutama pada saat yang membawa kita sekarang ke strategi nomor dua, serangan diplomatik. Wakil presiden Kamala Harris menangani Asia Timur jadi beliau sekarang berada di Tokyo untuk menghadiri pemakaman Shinzo Abe.

Harris mengadakan pembicaraan dengan perdana menteri Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Pada dasarnya merupakan tiga sekutu besar AS. Wakil Presiden juga berbicara kepada Pelaut tentang USS Howard. 

Kapal penghancur ini sedang berlabuh di daerah Yokosuka dekat Tokyo. Harris menyerukan agresi China di wilayah tersebut, "China merusak elemen kunci dari tatanan berbasis aturan internasional. 

China telah menantang kebebasan perairan Internasional. China telah melenturkan kekuatan militer dan ekonominya untuk bahu-membahu mengintimidasi tetangganya. Dan kita telah menyaksikan perilaku mengganggu di Laut China Timur dan di Laut China Selatan, dan yang terbaru, provokasi di Selat Taiwan." dikutip dari Forbes.

Strategi ketiga, rencana proposal Pakta Keamanan Pasifik. Biden menjamu para pemimpin Kepulauan Pasifik di White House. Di sana akan ada pembicaraan tentang perubahan iklim dan keamanan. Mungkin juga "foto keluarga" di Gedung Putih. Makan malam yang diselenggarakan oleh presiden pada dasarnya merupakan serangan pesona.

Pertanyaannya adalah apakah semua ini akan cukup? 

Saya kira, semua tergantung pada apa yang diminta AS. Kepulauan Pasifik saat ini berada dalam posisi politik yang agak aneh. Bagi sebagian besar dunia, mereka adalah pion geopolitik. 

Bidak catur dalam konflik antara China dan Amerika. Tetapi di dalam negeri itu bukan masalah terbesar. Kepulauan Pasifik menghadapi ancaman eksistensial dari perubahan iklim.

Jadi Kepulauan Pasifik tidak membutuhkan pangkalan militer untuk berhadapan dengan perubahan iklim. Mereka butuh pendanaan  atau infrastruktur yang tangguh untuk berhadapan dengan perubahan iklim. 

Itulah yang dicari  negara-negara kepulauan. Kepulauan Pasifik mencari kemitraan yang kuat bukan sekedar aliansi strategis atau militer.

Sudah ada indikasi seperti itu. Masih ingat proposal Pakta Keamanan China kepada para pemimpin Pasifik tahun ini? Proposal tersebut merupakan rencana yang cukup rinci. 

Termasuk bantuan ekonomi, pertukaran budaya, bahkan keamanan. Tetapi para pemimpin Pasifik  dengan tegas menolak proposal itu. Sepertinya mereka akan melakukan hal yang sama ke AS.

Laporan mengklaim, Kepulauan Pasifik telah menolak draft proposal dari Washington. Ada 11 poin dalam proposal tersebut, juga jauh lebih luas daripada proposal China. Namun negara-negara kepulauan menentangnya. Kenapa? Lagi, karena kurangnya  komitmen dalam proposal tersebut.

Berikut saya kutip dari The Guardian, surat yang ditulis oleh utusan Pasifik kepada pejabat AS:

"Bantuan yang diusulkan saat ini tidak konsisten. Tidak konsisten dengan kontribusi Kepulauan kami terhadap keamanan dan stabilitas kawasan. Bantuan ekonomi yang diusulkan AS tampaknya telah ditentukan sebelumnya dan didasarkan pada ketidakcukupan analisis."

Jelas ada pesan yang lebih besar kepada China dan AS, bahwa kini bukan pengulangan dari Perang Dingin abad ke-20. Pulau-pulau ini tidak tertarik pada politik blok. Mereka tertarik pada masalah domestik mereka sendiri yaitu perubahan iklim dan infrastruktur. 

Untuk mencapai tujuan itu, mereka akan menggunakan posisinya untuk bikin AS dan China melawan satu sama lain. Tujuannya untuk mendapatkan yang terbaik dari kedua kekuatan dunia tersebut.

Jadi Kepulaun Pasifik tidak menutup pintu diplomasi bagi Joe Biden, namun jika ingin benar-benar membangun aliansi, beliau harus berpikir lebih besar. AS harus berpikir di luar prisma keamanan dan strategi dari hubungan ini. 

AS harus menawarkan investasi dan (yang hampir mustahil) memberikan kebebasan bagi Kepulauan Pasifik untuk mencari alternatif lain ke China. Plus harus ada fokus pada mitra indo-pasifik lainnya. ingat ini bukan hanya China versus Amerika. Ada kekuatan lain di kawasan ini.

Salah satu contoh, Indonesia di kawasan ASEAN. Jadi jika ingin membangun tatanan multilateral Pasifik melawan China,  AS mungkin bisa lebih sukses karena punya common enemy (musuh bersama) dengan negara-negara tetangga China.  Tetapi jika idenya hanya untuk memperluas dominasi Amerika maka pasti Kepulauan Pasifik akan menolak mentah-mentah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun