Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengurai Warisan Rumit Ratu Elizabeth II

11 September 2022   01:21 Diperbarui: 13 September 2022   09:24 2424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PA/JONATHAN BRADY via AP/Kompas.com

Sebenarnya di banyak tempat itulah yang terjadi. Portugal, Jerman, Italia, Bulgaria, Yunani, Rumania, Rusia, Turki, bahkan Indonesia. Semua negara ini meninggalkan monarki di abad ke-20. Memang tidak semua menggantinya dengan sistem yang lebih baik, tapi tetap saja era darah biru sudah tamat.

Tapi tidak dengan Inggris bahkan setelah Perang Dunia II, mereka bertahan dengan monarki. Sebabnya, banyak pujian diberikan kepada ratu Elizabeth II. Beliau dicintai dan dihormati di seluruh dunia. Orang menerimanya sebagai pemimpin titular di era demokrasi. Saya kira, itu merupakan sebuah pencapaian besar dan berbeda dari ratu Inggris manapun.

Kedua, sejarah kelam kerajaan Inggris. Hari ini kita tahu bangsawan sebagai alat peraga kekuatan yang lembut, tetapi nenek moyang mereka melakukan beberapa hal yang mengerikan. Perbudakan, diskriminasi, kerja paksa, dan pembantaian mewarnai sejarah mahkota Inggris.

Namun monarki Inggris dicintai di seluruh dunia bahkan bekas koloninya menikmati hubungan baik dengan keluarga kerajaan. Kenapa? Lagi, karena Ratu Elizabeth II seolah membaptis masa lalu keluarganya. Beliau membuat dunia melihat monarki dari perspektif baru. Bukan tirani kuat bagi aristokrasi istimewa tetapi sebagai tokoh non-kontroversial.

Kita bisa berdebat panjang lebar kenapa beliau melakukannya. Apakah semua itu merupakan upaya tulus untuk mereformasi sistem usang atau apakah untuk melindungi hak istimewa dan kekayaan keluarga.

Saya kira kita tidak akan pernah tahu. Tapi inilah yang bisa kita katakan dengan pasti adalah bahwa Ratu Elizabeth II memberi dunia sebuah template untuk monarki konstitusional. Beliau mempertahankan udara mistik mahkota dan pada saat yang sama meyakinkan dunia tentang relevansinya. Saya kira itu tidak mudah dilakukan.

Warga Inggris mengatakan bahwa ratu adalah simbol persatuan dan kekuatan nasional. Mungkin iya bagi pendahulunya tetapi Ratu Elizabeth II memimpin serikat yang melemah. Di bawah kekuasaannya Inggris kehilangan status negara adidaya. Di bawahnya Inggris meninggalkan serikat Eropa. Di bawahnya Skotlandia mengadakan referendum kemerdekaan.

Jadi, kita bisa menilai Elizabeth II dari dua perspektif. Satu, beliau menyatukan negara meskipun kerajaan sedang mengalami kemunduran. Atau, dua, semua kemunduran ini terjadi selama pemerintahannya.

Bagaimanapun Anda melihatnya, warisan beliau nampak besar di atas politik global. Elizabeth II adalah raksasa abad ke-20. Entah direncanakan atau tidak, beliau menyeret sebuah institusi abad pertengahan ke tahun 2022. Karena jujur saja, monarki "ngga abad-21 banget", namun ratu meyakinkan dunia untuk tidak hanya menerimanya tapi juga merayakannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun