Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Cina Jual Kembali Gas Rusia ke Eropa, Omong Kosong Sanksi?

8 September 2022   11:29 Diperbarui: 8 September 2022   13:46 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
   Foto Presiden Vladimir Putin di jaringan pipa gas Rusia di Vladivostok, 2011. (The Guardian/AFP)

Saat Vladimir Putin menginvasi Ukraina, barat punya dua pilihan,  ikut campur tangan secara langsung atau menggunakan sanksi ekonomi. Barat memutuskan memilih pilihan kedua. Sayangnya secara historis sanksi tidak pernah benar-benar berhasil.

Putin telah berhasil mempersenjatai pasokan gas ke Eropa dan minggu lalu presiden Rusia mematikan Nord Stream 1 yang merupakan saluran pipa gas terbesar di Eropa. Sehingga secara alami negara-negara seperti Jerman panik. Sebab bahkan tanpa penutupan tersebut saja kondisi Jerman sudah genting kekurangan gas. Rusia secara bertahap  mengurangi pasokan gas menjadi 40% dari total kapasitas dan kemudian menjadi 20% saja.

Jadi apa yang dilakukan Eropa untuk menyiasatinya? Eropa mencari sumber gas alternatif menjelang musim dingin. Mereka menemukannya di Cina. Beijing merupakan importir gas alam cair (LNG) terbesar. Pada tahun 2021 yang dibelinya sekitar 109,5 miliar meter kubik. Tahun ini impor naik 60%, kebanyakan gas Rusia. Pada paruh pertama tahun 2022 Cina membeli LNG senilai 2,16 miliar dolar dari Rusia. Sebelum perang Ukraina, Rusia menjadi pemasok terbesar keenam Cina, sekarang terbesar keempat.

Tetapi setelah membeli semua gas ini Cina menyadari ada masalah tidak diduga. Ekonomi Cina macet gegara pandemi. Pemerintah Cina bersikeras dengan kebijakan Zero Covid. Protokol kesehatan yang sangat ketat menyebabkan ekonomi negara superpower ekonomi itu kewalahan.

Pada paruh pertama tahun ini, lockdown sangat berdampak pada pabrik dan restoran. Juga tidak ada acara publik sama sekali. Akibatnya terjadi penumpukan cadangan LNG gegara tidak digunakan.

Eropa yang kekurangan mulai membeli LNG dari kilang Cina yang "kebetulan" punya banyak stok. Impor LNG Eropa naik hampir 60% dan 7% dari angka tersebut merupakan gas Rusia. Dengan kata lain mereka mencucinya. Sebutlah gas laundering.

Begini cara kerja gas laundering ala Cina. Rusia pertama kali menjual LNG ke Cina tetapi Cina tidak menggunakannya sehingga dijual  kembali ke  Eropa. Dan kali ini harganya empat kali lipat tarif normal.

Jadi banyak untuk decoupling dari Rusia. Faktanya Eropa masih impor  LNG dari Rusia. Bedanya kali ini mereka tidak membelinya secara langsung melainkan via Cina.

Ini bukan yang pertama kalinya terjadi.  Sebelumnya ada laporan tentang "kapal hantu". Banyak Rusia  kapal tanker Rusia menghilang dari radar setelah meninggalkan pelabuhan. Rute kapal-kapal tidak dipublikasikan. Tujuannya juga tidak diketahui.

Sudah jadi rahasia umum, banyak kapal tanker Iran dan Venezuela secara teratur melakukan trik kapal tanker. Untuk menghindari sanksi, mereka tidak berlayar ke barat alih-alih mereka menurunkan muatan ke kapal tanker yang lebih besar di laut. Mereka menyamarkan minyak Rusia dengan produk mentah lainnya. Jadinya susah untuk diidentifikasi.

Pada bulan Maret, jumlah kapal hantu tersebut melonjak 600%. Mereka menyelundupkan hampir 1,5 juta barel minyak setiap hari. AS juga tridak bersih dari kasus gas laundering tersebut. Dua minggu setelah perang Ukraina, AS memberlakukan sanksi pada minyak Rusia. Tetapi seberapa efektif sanksi tersebut? Menurut laporan tidak banyak. Minyak mentah Rusia masih digunakan oleh kilang di Cina dan india. Banyak dari kilang ini masih mengekspor ke AS. Jadi AS mungkin tidak mengimpor minyak Rusia secara langsung tetapi mereka membeli produk yang sama dari tempat lain. Pada dasarnya melemahkan sanksi mereka sendiri.

Eropa berbicara tentang menghentikan mesin perang Putin namun tetap membeli gas Rusia dari Cina. AS kora-koar akan melumpuhkan ekonomi Rusia namun tetap membeli minyak Rusia dari kilang lain.

Sekarang bandingkan dengan sikap mereka terhadap India. AS mengecam India mendanai perang Putin denga membeli minyak Rusia. Lah sendiri juga beli kan? AS dan sekutu emang ada-ada ajah. Barat melemahkan sanksinya sendiri tapi marah kalau negara lain ikutan.

Coba kita lihat datanya. Dalam enam bulan pertama perang, Rusia meraup 158 miliar dolar dari penjualan energi. Pembeli utamanya Uni Eropa  47%. Cina 24%. Sisanya negara G7 dan NATO 13%. Lalu India india 6%. Meskipun ada peningkatan impor India tapi tidak signifikan, karena sahamnya tetap rendah hanya enam persen. Dibandingkan dengan 47% Eropa tentu jauh. Jadi intinya, jika ada yang mendanai Perang putin, itu adalah Eropa. Namun mereka mempertanyakan India.

Dan sekarang ada proposal baru pembatasan harga minyak Rusia. Menteri luar negeri G7 sudah menyetujuinya. Mereka ingin baik India dan Cina untuk menandatanganinya juga. Bagaimana respon India? Pejabat India mengatakan mereka akan mempelajari proposal tersebut. Pada saat yang sama mereka telah menolak untuk ditekan oleh "moral argumen" barat. India lebih memilih vox pop.

Begini respon Menteri Perminyakan India yang saya kutip dari CNBC, "Saya punya kewajiban moral untuk konsumen saya. Apakah saya sebagai pemerintah yang dipilih secara demokratis ingin situasi di mana pompa minyak mongering?" Lihat apa yang terjadi di negara-negara sekitar india."

Beliau ada benarnya. Kalau Eropa bisa melanggar sanksinya sendiri untuk membeli gas Rusia, maka pasti Pemerintah India juga bisa mencari penawaran terbaik demi rakyatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun