Perang Ukraina telah memasuki minggu ke-tiga. Baik Ukraina maupun Rusia, keduanya mengejar jalur ganda. Perang di daratan Ukraina, dan diplomasi. Sampai sekarang kedua front macet. Perang lambat dan menyakitkan, begitu juga diplomasi.Â
Namun sekarang tampaknya ada beberapa kemajuan. Kemarin merupakan putaran keempat pembicaraan langsung antara Ukraina dan Rusia. Tiga pembicaraan sebelumnya merupakan pertemuan langsung. Yang keempat ini melalui panggilan video.Â
Mengapa babak ini berbeda? Mungkin karena sentimen di kedua kubu jauh lebih optimis. Baik Rusia dan Ukraina memprediksi keberhasilan diplomasi.
Kiev mengatakan, hasil dapat dicapai dalam beberapa hari. Moskow mengisyaratkan kemungkinan deklarasi perdamaian. Jadi suasananya lebih cerah.Â
Bagaimana dengan hasilnya? Hari pertama telah berakhir, pembicaraan akan dilanjutkan lagi hari ini. Ukraina menyampaikan dua tuntutan utama: Satu, gencatan senjata segera. Dua, penarikan pasukan Rusia. Pada dasarnya "akhiri perang, kemudian kita bisa bicara politik."
Presiden Zelensky punya ide untuk mempercepat diplomasi: Pertemuan langsung antara dia dan Vladimir Putin. Ini yang dikatakan Zelensky lewat Siaran Pers Kepresidenan Ukraina.
"Perwakilan negara kami (Ukraina dan Rusia) mengadakan pembicaraan harian melalui konferensi video. Delegasi kami punya tugas yang jelas untuk melakukan segalanya, untuk mengatur pertemuan presiden pertemuan saya yakin orang-orang menunggu. Jelas bahwa ini adalah cerita yang sulit, jalan yang sulit. Tapi kami membutuhkan bagian itu."
Bisa dimengerti mengapa Zelensky putus asa. Pasukannya telah bertarung hebat tetapi superioritas militer Rusia telah memporak-porandakan Ukraina.Â
Timbul pertanyaan besar, kenapa Rusia masih ingin melakukan pembicaraan? jika tetap di medan perang, Putin sudah pasti menang. Jadi kenapa repot-repot berdialog?Â
Ada dua alasan yang bisa saya pikirkan. Satu, perubahan rezim bisa menjadi masalah pelik. Para pemimpin bisa saja ditukar-tukar, tetapi tidak sentimen publik. Jadi, pertahankan Zelensky akan menjadi langkah bijak tetapi dengan satu syarat bahwa Zelensky sendiri setuju dengan tuntutan Rusia agar Ukraina tetap menjadi wilayah netral. Dua, penyelamatan ekonomi. Rusia mungkin memenangkan perang ini pada akhirnya, tetapi sampai saat itu ekonominya akan menderita. Tentara, rudal, kapal perang, dsb., semuanya menguras perbendaharaan Rusia. Jadi Putin lebih suka pembicaraan daripada perang. Jadi, di mana mereka akan berdialog? Siapa yang akan menengahi?
Turki sudah mencoba jadi mediator minggu lalu. Erdogan menjamu menteri luar negeri dari Ukraina dan Rusia. Tidak beruntung, pembicaraan berakhir tanpa kemajuan.
Jadi mediator baru muncul. Perdana menteri Israel Naftali Bennett akan menjadi peacebroker baru. Zelensky mengandalakan Bennett, dan ingin agar Bennett menjadi penengah dialog, dan Israel menjadi tuan rumah.Â
Zelensky ingin Israel menjamin keselamatan Ukraina, dilansir dari Times of Israel. Pertanyaannya adalah apakah Israel siap untuk dialog itu?Â
Selama akhir pekan muncul laporan yang saling bertentangan. Beberapa mengatakan bahwa Bennett meminta Zelensky menyerah untuk menerima tuntutan Putin. Tetapi pejabat Israel menyangkal klaim ini, dan mengatakan tidak ada interaksi seperti itu.
Mengapa Naftali Bennett mencoba menengahi? Prancis gagal, jerman gagal, Turki juga gagal. Jadi apa harapan Israel?Â
Dialog ini akan menjadi pertaruhan Bennett. Bennett memimpin pemerintahan koalisi di negaranya, kredensialnya terus-menerus dipertanyakan di dalam negeri. Jika berhasil, mediasi ini bisa meningkatkan status politik Bennett. Ditambah Israel membutuhkan bantuan Rusia di Suriah. Ruang udara Suriah dikendalikan oleh Putin. Tanpa bantuan Putin, Israel tidak bisa menyerang proksi Iran.Â
Pada saat yang sama Israel punya kewajiban emosional, mengingat sekitar 200.000 orang yahudi hidup di Ukraina sebelum perang ini; presiden Ukraina, Zelensky adalah orang Yahudi, jadi mendukung Ukraina akan menenangkan pemilih sayap kanan Bennett di rumah. Tetapi bagaimana kalau sampai mediasi gagal? Gagal menjadi mediator akan menjadi kekhawatiran besar bagi Israel.
Amerika dan Ukraina menumpuk tekanan pada Israel, mereka ingin agar Israel ikut melempar sanksi kepada Rusia. Sejauh ini Israel menolak untuk menyerah, tapi kemarin menteri luar negeri Yair Lapid membuat konsesi yaitu berjanji untuk mematuhi tindakan internasional. Artinya Israel berjanji untuk mematuhi tindakan internasional. Jadi Israel tidak akan membantu Rusia menumpulkan sanksi.Â
Bukan hanya Ukraina dan Rusia, tetapi untuk para pemimpin seperti Bennett dan Erdogan yang punya sentimen bagus dan komunikasi jelas. Jadi, kenapa mereka tidak berhasil memadamkan api perang sebelumnya? Mungkin hal terakhir yang dibutuhkan adalah eskalasi perang, karena tepatnya itulah yang sedang dilakukan NATO.Â
NATO memulai latihan militer besar-besaran di Norwegia. Mereka menyebutnya latihan Cold Response 2022 (dilansir dari KOMPAS). Seberapa besar latihan militer itu? 30.000 tentara, 200 pesawat, dan 50 kapal.Â
Latihan tersebut merupakan latihan yang dilakukan setiap tahun. Namun 2022 tidak seperti setiap tahun, karena Rusia sedang mengobarkan perang atas ekspansi NATO.
Jadi, setelah berhari-hari berperang, ada secercah harapan untuk diplomasi, tapi NATO malah mengatur latihan militer besar-besaran.Â
Lebih buruk lagi, Finlandia dan Swedia juga  bergabung dengan latihan ini. Kita tahu bahwa Finlandia dan Swedia adalah negara netral, tetapi kali ini mereka juga berpartisipasi.Â
Moskow pun mengkritik latihan bersama ini. Inilah yang dikatakan kedutaan mereka di Norwegia, Rusia memperingatkan: "Setiap peningkatan kemampuan militer NATO di dekat perbatasan Rusia, tidak  membantu untuk memperkuat keamanan di kawasan (tersebut)." dilansir dari Yahoo News.
Hanya untuk memperjelas, tidak ada yang membutuhkan pelajaran keamanan dari Rusia. Lebih sering Rusia bukanlah negara No Action Talk Only, tindakan mereka  berbicara lebih lantang daripada kata-kata, dan NATO malah menusuk beruang Rusia yang sedang mengamuk.Â
Awal bulan ini AS menunda uji coba rudal rutin. Idenya adalah untuk mengurangi ketegangan. Semua akan setuju bahwa penundaan latihan itu merupakan langkah bijaksana. Tapi tidak dengan latihan militer oleh NATO ini.
Sekarang semua upaya harus dilakukan untuk membungkam senjata, dan memberikan kesempatan kepada diplomasi. Mengerahkan 30.000 tentara di Norwegia tidak akan mendukung diplomasi, karena hanya akan bikin Putin lebih paranoid.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H