Amerika sudah memberlakukan larangan terhadap minyak Rusia, tetapi sekutunya di Eropa masih ragu-ragu untuk mengikuti langkah yang sama.
Malang bagi AS, Eropa bukan satu-satunya sekutu yang balik belakang terhadap langkah strategis AS ini. Sekutunya di Arab juga melakukannya.
Artikel terkait: Salah Diplomasi, Panggilan Telepon Biden Ditolak Pemimpin Saudi dan UEA.
AS sedang putus asa untuk menstabilkan harga minyak, karenanya Biden membutuhkan dukungan dari Asia Barat, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang diminta untuk memompa lebih banyak minyak.Â
Pada akhir Rabu terbesit harapan, harga minyak turun ke sekitar USD 106 per barel. Perlu dicatat bahwa angka tersebut pernah menyentuh USD 139 minggu ini.Â
Apa yang menjelaskan penurunan harga minyak ini? Ada tiga hal. Pertama, AS meningkatkan jumlah produksi minyak domestiknya. Ke-dua, pembicaraan antara Ukraina dan Rusia memberikan sedikit harapan. Ke-tiga, konsesi kejutan dari UAE, duta besarnya untuk Washington DC mengatakan UEA akan mendesak OPEC+ untuk meningkatkan produksi. Segera pasar minyak tenang.
Kamis melonjak lagi. Terakhir kali saya cek pagi ini (11/3) harganya mencapai USD 109 per barel. Apa yang berubah dalam semalam? Ternyata duta besar UEA berbicara secara tidak langsung melalui cuitan di Twitter yang mengklarifikasi bahwa Emirat berkomitmen pada perjanjian OPEC+, dan menyesuaikan mekanisme produksi bulanan dengan yang sudah ada sebelumnya.
Sederhananya, mereka tidak ingin memompa lebih banyak minyak seperti yang diharapkan Biden (dan dunia). UEA berpegang pada perjanjian OPEC+, dan apa yang dikatakan perjanjian itu? dikatakan produksi minyak hanya akan meningkat perlahan dan bertahap sekitar 400.000 barel per hari. Itu saja. Segera setelah klarifikasi ini, harga minyak naik lagi.
Faktanya pasar bingung, apakah akan ada gencatan senjata? apakah akan ada komitmen untuk meningkatkan produksi minyak? hanya satu hal yang bisa mengakhiri kebingungan ini: RESOLUSI POLITIK, tidak hanya untuk mengakhiri perang, tetapi juga produksi minyak.