Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dampak Perang Ukraina, Akan Setinggi Apa Harga Minyak?

11 Maret 2022   07:34 Diperbarui: 17 Maret 2022   11:00 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar cuitan duta besar UEA (Twitter)

Presiden AS Joe Biden mencoba langkah ini sebelumnya. Biden mencoba menelepon pemimpin Arab Saudi dan UAE tapi tidak digubris, sehingga Barat mencoba strategi baru: seorang broker yang bisa menekan OPEC. "Seorang broker" itu kebetulan adalah PM Inggris Boris Johnson. 

Sekilas ide ini terlihat seperti ide yang buruk. Karena Johnson mungkin punya beberapa kualitas bagus, tapi diplomasi bukan salah satunya. Lagi pula, apa yang bisa dia tawarkan kepada Arab saat ini? 

Arab Saudi dan UAE ingin senjata Amerika, mereka ingin agar Biden mengatur ulang hubungan mereka (terutama militer), sedangkan Boris Johnson tidak mampu menawarkan itu.

Jadi, apa yang menjadikan Johnson sebagai kandidat utama broker minyak sekarang? Boris Johnson punya hubungan yang baik dengan Muhammad bin Salman, putra mahkota Arab Saudi. Bisa dikatakan, penerus tahta Saudi berutang budi pada Johnson. Pada bulan Oktober tahun lalu, Arab Saudi membeli klub sepak bola Inggris Newcastle United FC. MbS telah meminta boris johnson untuk membantu menyelesaikan kesepakatan pembelian tersebut. Jadi, kedua pemimpin ini menjalin persahabatan.

Masih ada kekurangan, membeli klub sepak bola adalah satu hal, tapi memihak dalam perang adalah hal lain. Sehingga intervensi Boris Johnson masih 50:50. 

Itulah sebabnya, Biden terus menjaga agar opsinya tetap terbuka, terutama di Venezuela. Hari Minggu ini presiden mengirim pejabat AS untuk mengadakan pembicaraan dengan presiden Nicolas Maduro, pada hari rabu Venezuela membebaskan dua orang Amerika yang dipenjara di Venezuela. Salah satunya adalah seorang eksekutif minyak, dan ini bisa menjadi langkah membangun kepercayaan secara bertahap. Misalnya, sanksi terhadap venezuela bisa saja dicabut. Dalam jangka panjang, pendekatan seperti ini akan berdampak.

Lebih banyak minyak berarti harga lebih rendah. Tetapi minyak adalah komoditas sensitif yang naik dan turun secara real time. Jadi, kita tidak bisa mengandalkan peristiwa yang tidak pasti seperti kesepakatan nuklir Iran atau pencabutan sanksi terhadap Venezuela. Kejadian-kejadian ini memicu spekulasi, dan menambah kebingungan yang membawa kita ke pertanyaan besar: di manakah reli ini akan berakhir? Seberapa tinggi harga minyak akan naik? Tidak ada yang bisa menjawabnya. 

Jawaban tersebut merupakan penjelasan dari seorang pakar minyak Robin Mills. Berikut penjelasan Mills yang saya kutip dari laman Energy Connects.

"Harga minyak merupakan suatu wilayah yang tidak diketahui. Saat ini, kita belum pernah melihat gangguan skala sebesar sejak guncangan minyak tahun 1970-an, dan dalam beberapa hal, ini bahkan lebih besar. Jadi, kita benar-benar masuk wilayah yang tidak diketahui. Seberapa tinggi harga bisa naik? tentu saja tergantung pada skenario yang ada, persisnya gangguan seperti apa yang kita dapatkan dan tindakan darurat apa yang dibawa ke pusat skala." 

Minyak mempengaruhi kita semua. Harga minyak naik, maka harga makanan dan segalanya jadi ikut naik. 

Perang terjadi di Ukraina, tapi harga minyak yang diakibatkan perang tersebut bergantung pada perang yang terjadi jauh dari Eropa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun