Yang terakhir ada Tajikistan dengan populasi paling kecil yaitu 9,2 juta orang. Ibu kota sekaligus kota terbesarnya adalah Dushanbe, yang secara harafiah artinya "Senin" dalam bahasa Tajik. Nama ini didapat dari fakta bahwa dulunya Dushanbe merupakan satu-satunya kota perdagangan di dunia yang pasarnya buka hanya pada hari Senin. Di Indonesia, mirip pasar Senen Jakarta jaman dulu.
Cerita menarik sekarang ini, kelima negara ini merupakan negara-negara muda yang baru berusia 30 tahun. Namun kelimanya merupakan negara yang stabil dan cukup berkembang. Kelimanya juga kaya akan sumber daya alam strategis seperti minyak, gas, dan uranium.
Mereka berhasil menghindari radikalisme masyarakat dengan "bantuan" budaya sekuler, juga pengaruh yang kuat dari Sufisme yang mengagungkan keberagaman. Agama bukan faktor sentral dalam kehidupan masyarakat di sana. Pendidikan agama tidak menjadi mata pelajaran wajib di sekolah dan kampus. Mempertontonkan ekstremisme agama ke publik bukanlah tren di sana. Sebagian besar kita melihat kalau politik islam yang berkembang di sana tapi sebenarnya tidak sama sekali.
Kondisi ini sudah berlangsung selama 30 Â tahun. Bagaimana mereka mempertahankan status quo di sana?
Kita bisa berdebat panjang lebar tentang gaya pemerintahan mereka, tapi apa yang tidak diragukan lagi adalah signifikansi mereka tumbuh di papan catur geopolitik saat ini. Kekuatan regional dan global bersaing untuk hal-hal diplomatik, ekonomi, dan militer.
Kita ketahui bersama bahwa setelah 9/11, Â negara-negara Asia Tengah dijadikan pusat jaringan logistik Amerika. Amerika dan pasukan Nato ditempatkan di setidaknya tiga dari lima Negara. Amerika dan Nato menjadikan mereka sebagai pangkalan bagi misi ke Afghanistan, Irak, dan Suriah.
Pangkalan udara Manas di Kirgistan saja, dikatakan memiliki  memproses hampir 5,3 juta prajurit dalam beberapa tahun terakhir, jumlah tersebut merupakan 98% dari semua personil militer Amerika yang terlibat dalam perang sampai tahun 2014 (dilansir dari New York Times 3/6/2014).
Kedatangan Amerika menyebabkan perebutan kekuasaan atau semacamnya. Beberapa negara menginginkan wilayah kelima negara ini sebagai halaman belakang (saya sedang menyinggung Rusia), beberapa menginginkan sumber daya alam (Cina), beberapa ingin pengaruh (Pakistan), dan beberapa ingin mengawasi terorisme Islam radikal (Amerika).
Namun babak terbaru permainan geopolitik Asia Tengah terinisiasi oleh kebangkitan Taliban baru-baru ini. Bisa dikatakan kalau Cina yang paling berniat menancapkan taring di sana karena mimpi OBOR-nya (One Belt One Road). Cina bahkan sudah bergerak lebih dulu menggandeng Taliban demi jalur Afghanistan, seperti yang pernah saya bahas di artikel (klik untuk baca) Apa Sebenarnya "Game Plan" China di Afghanistan? Untuk mengamankan mimpi pembangunan jalur sutra baru itu, Cina tentunya akan memainkan semua kartu untuk bisa mengamankan posisinya di Asia Tengah.
Bagi India, mendapatkan pengaruh di Asia Tengah merupakan langkah keamanan. Okelah, ada perdagangan bilateral dan multilateral lain yang sudah dilakukan sebelumnya.Â
Sedikit melihat ke belakang, india juga punya sejarah keterlibatan yang sangat panjang dengan Asia Tengah secara politis. Hal ini berkisar dari kekaisaran Kushan abad ke-tiga hingga penaklukan Mughal india pada abad ke-16. Kota-kota Asia Tengah secara ekonomi seperti Fargana, Samarkand, dan Bukhara  memainkan peran penting dalam menghubungkan India dengan Cina dan Eropa.