Jika anda adalah seseorang yang menaruh perhatian pada politik Amerika Serikat, anda pasti pernah mendengar namanya. Alexandria Ocasio-Cortez telah menjadi mercusuar harapan bagi banyak wanita muda yang bermimpi untuk terjun ke dunia politik.Â
Semangat dan kekuatannya tidak ada duanya, dan dia terus berjuang untuk apa yang dia yakini meskipun ditentang oleh raksasa-raksasa politik. Bersama dengan tiga wanita anggota DPR AS lainnya, mereka dikenal dengan nama "The Squad", yang terdiri dari Alexandria Ocasio-Cortez dari New York, Ilhan Omar dari Minnesota, Ayanna Pressley dari Massachusetts, dan Rashida Tlaib dari Michigan.Â
The Squad merupakan nama tidak resmi yang diberikan oleh media. Mereka terpilih dalam pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat 2018.Â
Semuanya adalah wanita non kulit putih di bawah 50 tahun, didukung oleh komite aksi politik Keadilan Demokrat, dan berada di Partai sayap kiri Demokrat. Keempatnya memegang kursi aman di DPR AS. Â
Namun satu yang menjadi sorotan saat ini adalah Alexandria Ocasio-Cortez, atau yang dikenal dengan AOC, lahir di the Bronx, New York City, pada tanggal 13 Oktober 1989 dari pasangan Blanca Ocasio-Cortez (ne Cortez) dan Sergio Ocasio.Â
Ayahnya, seorang arsitek keturunan Puerto Rico, lahir di the Bronx, sedangkan ibunya lahir di Puerto Rico. AOC yang saat itu berprofesi sebagai guru, mengejutkan kancah politik nasional Amerika Serikat dengan kemenangan besar atas Joe Crowley pada Juni 2018, dalam pemilihan pendahuluan partai demokrat di dapil ke-14 New York, yang meliputi wilayah distrik Bronx, Brooklyn, dan Queens.
Tanpa sepengetahuannya, AOC didaftarkan oleh adiknya ke Kelompok Akar Rumput Nasional Demokrat Keadilan dan Kongres Model Baru. Kelompok tersebut merupakan sebuah organisasi non-profit yang bertujuan mencari kandidat yang berpotensi membawa perubahan politik AS. AOC mendapat 100% suara sebagai calon kandidat berpotensi dalam voting mereka.Â
Ia memenuhi seluruh kriteria mereka yaitu cerdas, jujur dan terutama, belum pernah terjun ke politik. Alasannya agar kandidat tidak punya "hutang" dengan partai atau politisi manapun, murni membela rakyat.
Setiap mesin politik punya pemimpin. Dan yang paling kuat di antara mereka dikenal sebagai sang Bos. Untuk distrik Queens, Joe Crwoley adalah sang bos, menjabat Ketua Komite Wilayah Partai Demokrat, dan juga Ketua Dewan Kaukus Demokrat, membuatnya menjadi orang terkuat keempat partai Demokrat di DPR AS.Â
Saking kuatnnya, Crowley belum pernah mendapat rival pemilu selama 14 tahun hingga AOC maju untuk menentangnya. Ia mampu mengalahkan Crowley yang merupakan incumbent dan telah menjabat sebagai anggota DPR AS Amerika Serikat dari tahun 1999 sampai tahun 2019 dengan perolehan suara 82,2 %, telak. Seorang pramusaji mainstream vs seorang raksasa politik. Jadi, yah...ia telah mengalahkan seorang Goliat.
Sebagai seorang yang awalnya diremehkan sama sekali, AOC berhasil menantang segala rintangan untuk menjadi wanita termuda yang pernah terpilih menjadi anggota DPR AS.Â
Pendekatannya terhadap politik dan kepemimpinan memiliki ciri khas seorang Milenial - dia memiliki kekuatan Twitter yang jauh lebih besar daripada tokoh politik lainnya, kecuali Donald Trump. AOC dikenal cerdas dan "lancang" di akun media sosialnya.Â
Dengan delapan belas juta pengikut gabungan di Twitter (10,1 jt) dan Instagram (7,9 jt), ia telah menjadi seorang influencer yang mempengaruhi pandangan milenial terhadap politik.Â
Penguasaannya terhadap media sosial merupakan kunci yang membantunya terhubung dengan banyak penonton dan pemilih muda. Tapi apa yang membuatnya dikagumi adalah karena sikapnya yang selalu tampil apa adanya. Ketika anggota kongres biasanya dibalut setelan necis yang mahal, ia tampil dengan loakan.Â
Dalam story Instagram-nya, ia mungkin ada di tempat tidurnya, mungkin dengan piyama atau pakaian yang terlihat nyaman. Rambut dan riasan belum selesai ditata, kalian mungkin menyangkanya seorang mahasiswa pascasarjana daripada anggota DPR.Â
Misalnya ketika ia menyatakan bahwa jika secara legal, hukum di Amerika Serikat memperbolehkannya yang notabene seorang anggota DPR untuk menjadi seorang penjahat, maka presiden juga bisa (menjadi penjahat).Â
Ia menjabarkannya melalui sebuah narasi permainan pikiran dengan sempurna dalam rapat DPR AS 6 Februari 2019 sehingga tidak satupun anggota sidang membantahnya. Narasi permaianan pikirannya ini kemudian menjadi viral  di media dengan nama "AOC's corruption game". Dalam video rapat tersebut ia mengatakan :
"And it's already super legal, as we've seen, for me to be a pretty bad guy, so it's even easier for the president of the United States to be one"
"Dan sudah sangat legal, seperti yang kita lihat, bagi saya untuk menjadi orang yang sangat jahat, jadi lebih mudah lagi bagi presiden AS untuk menjadi salah satunya (penjahat)."
Wakil Editor NowThis News Jon Laurence men-tweet bahwa video ini telah menjadi video yang paling banyak dilihat dari semua politisi sepanjang sejarah Twitter.Â
Laurence mencatat bahwa video, yang telah menerima puluhan juta tampilan, 118.400 suka dan 46.450 retweet di platform media sosial per tanggal 9 Februari 2019, juga menjadi video Twitter ke-41 yang paling banyak dilihat sepanjang masa.
AOC menunjukan betapa lemahnya hukum dan politik yang berlaku di AS saat ini, yaitu dengan memperbolehkan perusahaan swasta besar untuk mendanai kampanye politik calon anggota legislatif. Dengan demikian, perusahaan besar bisa membuat semacam janji politik untuk mengatur hukum negara yang mengakomodasi kepentingan perusahaan di atas kepentingan rakyat.
Hal ini sontak bikin Donald Trump yang menjabat presiden saat itu kebakaran jenggot, lalu mencuit dalam twitter-nya, mengatakan bahwa AOC adalah seorang pemula kurang berpengalaman yang tidak tahu apa-apa.
Meski demikian, AOC dipandang lebih bisa konek dengan isi hati masyarakat daripada banyak politisi berpengalaman lainnya, dia mewakili gelombang pemimpin generasi baru yang akan kita lihat dalam politik AS, dan (secara tidak langsung) politik dunia.Â
Besarnya dukungan padanya saat ini merupakan tanda bahwa aturan politik lama berubah dengan cepat, dan bahwa ada generasi muda di luar sana yang sangat membutuhkan harapan dan perubahan politik.
Mempertimbangkan fakta bahwa mayoritas Milenial AS tumbuh dalam bayang-bayang serangan 9/11 dan tumbuh dewasa selama kehancuran pasar properti, krisis keuangan global, dan resesi setelahnya, mereka tidak pernah benar-benar merasakan saat kemakmuran ekonomi di AS.Â
Tetapi mereka terpaksa tumbuh dengan sistem politik yang tidak mereka pilih dan telah terbukti tidak mampu mengatasi berbagai masalah sosial yang mereka hadapi saat ini - baik itu kenaikan biaya hidup yang luar biasa, krisis pinjaman mahasiswa yang mencekik, meningkatnya ketidaksetaraan pendapatan maupun pun pemanasan global.
Satu hal yang jelas, kaum milenial sudah muak, dan dengan semakin banyak hak suara di tangan mereka, mereka mencari perubahan. Mereka mencari pemimpin di antara mereka yang akan berjuang untuk tujuan mereka. Mereka menginginkan pemimpin yang menjalankan apa yang dijanjikan.Â
Mereka menginginkan pemimpin yang mewakili mereka. Dan mereka menginginkan pemimpin yang bersemangat, otentik, dan tidak menyesal atas apa yang mereka yakini - tidak peduli seberapa radikal gagasan mereka, seradikal seorang bartender yang belum pernah terjun ke dunia politik menantang penguasa besar di DPR AS.
Milenial merasa lebih terhubung dengan AOC, seorang anggota Kongres yang masih berjuang membayar sewa apartemen, seperti kebanyakan Milenial lainnya!
Saat kampanyenya pertama kali, ia tampil di medsos sebagai seorang pramusaji yang terkadang dipandang sebagai "bukan pekerjaan sungguhan". Tapi pengalamannya tersebut telah mempersiapkannya dengan baik. Ia terbiasa berdiri 18 jam sehari dan terbiasa menerima banyak tekanan. Seperti yang pernah dikatakannya "Mereka menyebut kami kelas pekerja karena suatu alasan, karena kami bekerja tanpa henti."
Bukan hanya Donald Trump dari partai Republik yang sering ditentangnya, termasuk perusahaan farmasi besar, perusahaan minyak, facebook, bahkan Joe Biden selaku orang yang menjadi kandidat presiden partai demokrat saat itu juga pernah ditentang.Â
AOC menentang kebijakan Biden yang ingin tetap menggunakan minyak fosil sebagai sumber energi, sedangkan penggunaanya mengancam pemanasan global.Â
Pertentangannya ini berdasar atas prediksi ilmuan PBB bahwa perubahan iklim global akan benar-benar terjadi 12 tahun mendatang jika kita tidak melakukan sesuatu untuk menghentikannya sekarang.Â
Perjuangannya berbuah manis, Amerika kini menghentikan penggunanaan minyak fosil digantikan dengan sumber energi terbaharukan, dan ditetapkan dalam sebuah kebijkanan yang dinamakan "The Green New Deal".
"Alexandria the Great" merupakan ucapan selamat yang diterimanya dari seorang kolega di Gerakan akar rumput pada malam acara nonton bersama hasil perhitungan suara.
Dan itu merupakan slengean dari nama dari Kaisar Makedonia, Alexander III "Alexander the Great" atau Alexander Agung. The girl from the Bronx telah berhasil mengambil hati masyarakat dengan kesederhanaan, kecerdasan, dan keberaniannya untuk menentang apa yang salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H