Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pena Dilan "Christopher Colombus"

5 November 2020   16:44 Diperbarui: 18 Desember 2020   13:59 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ayolah, semua orang bertikai di masa itu." Balas Pembela sedikit merengek, "Apakah orang Amerika asli itu memberi tahu Columbus tentang penyerangan dan penahanan yang dilakukan suku lain saat itu?" Ia bertanya.

"Ya, tapi perang suku itu sporadik dan terbatas. Tentu saja hal itu tidak akan menghilangkan 90% populasi mereka." Jawab Penuntut tegas.

"Errrh..tuan Pembela, sebenarnya apa yang membuat Columbus sangat berarti bagimu untuk dibela?" Tanya Hakim yang dari tadi terlihat sangat fokus, mencoba mencerna narasi dari kedua belah pihak. Dia ingin menuntaskan tugasnya kali ini dan tidak ingin menunda persidangan seperti dua sidang (1, 2) sebelumnya.

"Yang Mulia, pelayaran Columbus sangatlah menginspirasi. Ia menjadi simbol kebebasan dan awal yang baru bagi masyarakat yang menderita di Eropa. Dan penemuannya membuka kesempatan pada mereka untuk datang ke sana dan membangun kehidupan lebih baik bagi anak mereka. Bukankah ia pantas menjadi pahlawan sebagai inspirasi bagi dunia bahwa sebuah negeri besar mampu dibangun dari penderitaan para immigran?"

"Dan bagaimana dengan penderitaan penduduk asli di sana yang hampir punah dan terpaksa hidup di penampungan, dan keturunanya masih menderita hidup dalam kemiskinan dan diskriminasi? Bagaimana bisa kamu menyebut penyebab penderitaan besar sebagai seorang pahlawan?" Tanya Hakim.

Pertanyaan barusan membuat Pembela tersentak, Hakim sepertinya lebih menerima hasil kerja penuntut. Tapi ia dengan cepat mengatur ritme nafas dan menjawab dengan tenang, "Itulah sejarah. Kita tak bisa menghakimi orang dari abad ke-15 dengan hukum modern. Orang Eropa zaman dulu bahkan berfikir menyebarkan agama dan peradaban Kristen ke dunia sebagai tanggung jawab moral yang suci. Hanya saja mereka belum memiliki cukup pengetahuan untuk melakukannya dengan cara yang lebih baik yang tidak melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang anda dan kita semua tahu saat ini. Jangan lupa, pengetahuan tentang keadilan yang kita pahami bersama sekarang adalah produk dari pembelajaran sejarah, termasuk kebaikan dan keburukan yang dilakukan tokoh-tokoh masa lalu ini."

Pembela kelihatan tidak sabar, ia mengambil jatah pembicaraan, "Okelah... itu ada benarnya. Tapi sebenarnya Colombus cukup buruk, bahkan dengan tolak ukur zaman dulu. Ketika dia menjabat di Hispaniola, dia menyiksa dan memutilasi orang asli yang tidak membawa cukup emas untuknya, dan menjual gadis semuda 9 tahun sebagai budak seks, dan dia bahkan semena-mena ke koloni lain yang dipimpinnya, sampai-sampai dia dicopot dari kekuasaannya dan dimasukkan ke dalam terali besi. Saat seorang misionaris, Bartolomi de la Casas mengunjungi pulau itu, dia menulis 'Dari 1494-1508, lebih dari 3 juta orang menghilang karena perang, perbudakan, pertambangan. Adakah yang percaya hal ini di masa depan?"

"Aku tidak yakin aku percaya angka itu." Jawab Pembela memantapkan pendiriannya.

"Baiklah. Adakah perayaan lain untuk dirayakan di hari perayaan Colombus itu?" Tanya Hakim mencoba mengarahkan sidang. Ia sedang berusaha keras dari tadi untuk menyimpulkan keputusannya nanti. Kedua argumen mereka membuatnya butuh strategi lain untuk memiringkan neraca peradilan. Dia tidak suka hasil seri kali ini.

"Di beberapa negara Amerika Latin, mereka merayakan hari itu dengan nama berbeda seperti Dia de la Raza. Di negara-negara tersebut, lebih ke perayaan budaya suku Amerika asli dan campuran yang bertahan dari masa colonial. Ada tempat di A.S yang juga menamai ulang hari libur itu. seperti Hari Suku Amerika Asli dan Hari Para Pribumi dan mengubah perayaan sesuai namanya." Jawab Penuntut yang lebih dulu mencium usaha Hakim memiringkan neraca.

"Jadi kenapa tidak ubah namanya saja jika itu masalahnya?" Tanya Hakim lanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun