Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Tuhan Sudah Mati dalam "Ex Machina"

9 Mei 2020   02:23 Diperbarui: 11 Mei 2020   11:47 1306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film Ex Machina (alchetron.com)

Judul film ini seperti sebuah pelintiran dari istilah Latin, "Deus Ex Machina" yang secara harafiah berarti "Dewa dari Mesin" menjadi Ex Machina.

Film ini menceritakan seorang programmer bernama Caleb (Domhnall Gleeson) yang menang undian karyawan di perusahaan tempatnya bekerja dan berhak atas hadiah untuk tinggal seminggu di rumah super terisolasi bersama bos miliardernya, Nathan (Oscar Isaac), pencipta mesin pencari (search enggine) paling populer di dunia, Bluebook (atau bisa dikatakan google versi Ex Machina).

Nathan membawa Caleb ke rumahnya untuk menguji kreasi terbarunya, sebuah android dengan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) bernama Ava (Alicia Vikander) untuk melihat apakah ia telah menciptakan sesuatu yang lebih dari mesin. Untuk itu ia memerlukan seseorang, untuk melakukan sebuah ujian khusus, dalam ilmu komputer ujian ini dikenal dengan nama "Tes Turing". Caleb kemudian menjadi penentu dalam tes ini melalui percakapan dengan Ava yang merupakan objek tes, yang di cerita film ini akan dilakukan selama tujuh hari.

Tes Turing merupakan sebuah tes untuk menentukan apakah suatu mesin mampu menunjukkan perilaku cerdas yang mirip dengan (atau tak dapat dibedakan dari) manusia. 

Dalam tes ini, seorang penentu melakukan permainan (biasa disebut dengan istilah immitaion game) atau perbincangan dengan mesin yang mirip manusia. Jika sang penentu tak mampu membedakan mesin dari manusia, mesin itu dikatakan telah lulus ujian ini. Tes ini tidak memeriksa kemampuan menjawab dengan benar, tetapi seberapa mirip jawaban mesin dengan manusia. Ujian ini diperkenalkan oleh Alan Mathison Turing dalam tulisannya "Computing Machinery and Intelligence" pada tahun 1950. Dan keseluruhan film ini berisi tentang tes ini.

Film ini jelas alegoris, sebuah kisah menarik tentang AI, yang tema utamanya tentang filosofi kecerdasan buatan. Ini bukan untuk mereka yang menginginkan aksi atau CGI yang spektakuler, film ini ditujukan untuk orang-orang yang suka berpikir, daripada menunggu secara pasif untuk dihibur. 

Ada beberapa tema di sini tidak hanya tentang AI, tetapi juga tentang penggunaan data oleh penyedia layanan berbasis program (mesin pencari, media sosial daring, dsb.). 

Nathan menunjukan perangkat keras dari AI yang diciptakannya. (Tangkapan layar film Ex Machina)
Nathan menunjukan perangkat keras dari AI yang diciptakannya. (Tangkapan layar film Ex Machina)
Terdapat scene yang menyinggung bagaimana data kita dikumpulkan oleh perusahaan telepon, perusahaan mesin pencari, pembuat sistem operasi komersial dan sebagainya yang bertujuan untuk mempelajari perilaku manusia, sehingga -misalnya- tahu produk apa yang akan dibeli oleh seorang individu pengguna search enggine secara spesifik.

Caleb : Kau meretas seluruh ponsel di seluruh dunia?

Natha : Ya. Dan semua produsen tahu aku melakukannya. Tapi mereka tak bisa menuduhku tanpa mengakui mereka juga melakukannya.

Namun dalam kasus ini, data yang dikumpulkan oleh Bluebook untuk kemudian diolah dan dimasukan ke dalam AI jadi ia bisa berperilaku layaknya seorang manusia. Dialog ini sekaligus menggambarkan bahwa perilaku kita adalah hasil dari data yang dikumpulkan (oleh indera) dan diolah oleh otak. Ini seperti mengingatkan kita untuk tidak menghukum perbuatan atau perilaku seseorang secara spontan dan semena-mena, toh kita tidak mengalami pengalaman yang sama seperti orang lain.

Termasuk tipe gadis atau laki-laki serta orientasi seksual yang juga diangkat dalam dialog sebuah scene keesokan harinya.  

Caleb : Apakah kau memprogramnya untuk merayuku?

Ini adalah saat di mana Caleb menjadi tertarik kepada Ava namun berpikir betapa bodohnya kalau ia jatuh hati pada sebuah android yang diprogram untuk merayunya. Nathan menjawabnya dengan pertanyaan-pertanyaan untuk memancing logika Caleb dalam berpikir.

Nathan : Caleb, apa tipemu?

Caleb : Tipe gadis?

Nathan : Bukan, saus salad. Ya, tentu saja gadis. Tipe gadismu seperti apa? Begini saja, jangan dijawab. Katakanlah gadis berkulit hitam. Ok. Itu tipemu. Mengapa tipemu seperti itu?

Caleb : ............. (menggelengkan kepala)

Nathan : Karena kau merinci dari semua jenis tipe ras dan kau melakukan perhitungan yang mengacu pada sistem berbasis angka? Tidak! Kau tertarik begitu saja dengan gadis kulit hitam. Akibat rangsangan luar yang bertumpuk, yang mungkin tak kau sadari mereka tertanam di benakmu.

"...Rangsangan luar yang bertumpuk..." ini saya tangkap sebagai semua data yang dikumpulkan indera atau segala sesuatu yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh seseorang.

Caleb : Kau memprogramnya untuk menyukaiku atau tidak? (mulai tidak sabaran)

Nathan : Aku memprogram dia untuk menjadi heteroseksual. Sama sepertimu, diprogram untuk menjadi heteroseksual.

Caleb : Tidak ada yang memprogramku untuk menjadi heteroseksual.

Nathan : Kau memutuskan untuk menjadi heteroseksual? Yang benar saja. Tentu saja kau diprogram untuk menjadi heteroseksual. Secara alami, atau secara didikan, atau keduanya.

Sama seperti tipe gadis, orientasi seksual juga tercipta oleh pengalaman hidup seseorang.

Dalam dua penelitiannya - "Behavior in the Human Male (1948)" dan "Sexual Behavior in the Human Female (1953)" - yang menghasilkan Skala Kinsey yang terkenal itu, Alfred Kinsey mengemukakan bahwa orientasi seksual seseorang bisa berubah-ubah tergantung input yang diterima. Jadi tidak ada orang yang terlahir heteroseksual ataupun homoseksual. Bahkan Kinsey menemukan adanya orang yang menunjukkan ketidakadaan perilaku seksual sementara definisi aseksualitas saat ini ditekankan pada ketidaktertarikan secara seksual. 

Perilaku manusia diprogram oleh pengalaman hidupnya.

Saya pikir itu poin yang ingin disampaikan dari scene ini oleh sang scriptwriter, Alex Garland.

Mungkin masyarakat kita harus memahami mengenai hal ini agar orientasi seksual seseorang tidak menjadi "barang aneh" yang menjadi tontonan menarik sehingga tidak muncul Ferdian Paleka lain di kemudian hari.

Plotnya terlihat sederhana jika hanya melihat pada sinopsis tetapi nyatanya tidak, Ex Machina adalah sebuah film yang menurut saya sangat pintar, dengan protagonis memainkan pertarungan pikiran layaknya catur, mencoba untuk tetap selangkah di depan satu sama lain.

Bagi sebagian penonton mungkin film ini terasa datar dan membosankan, kecuali untuk pecinta genre thriller psikologis, ini bisa jadi salah satu film terbaik, Garland selaku penulis dan sutradara melakukan apa yang ingin dilakukannya dengan cemerlang.

Ada beberapa aspek dari film ini yang tidak realistis dan sering absurd. Tetapi karena ini adalah film alegoris, hal tersebut dapat diterima, di mana Garland membuat opini atau sesuatu untuk direnungkan, daripada berjuang untuk realisme.

Menurut saya, Ex Machina adalah film fiksi ilmiah terbaik tentang kecerdasan buatan sejak Blade Runner. Sementara Blade Runner adalah film thriller aksi yang lebih mengandalkan visual epik untuk menceritakan kisahnya, Ex Machina adalah film thriller psikologis yang digerakkan oleh dialog yang perlahan-lahan bekerja dengan baik dalam otak kita. Dialog pemain yang memprovokasi bukan hanya antar pemain tapi juga bagi penonton, sangat menakutkan, suatu keadaan paranoia yang diinduksi dan bertahan lama setelah ending mulai bergulir.

Secara keseluruhan Ex Machina merupakan sebuah film tentang pengujian AI, tapi seharusnya tidak mengejutkan bahwa Ex Machina merupakan sebuah film filosofis, yang dalam kaca mata saya bertema utama "Tuhan sudah mati."

Kematian Nathan, pencipta Ava di akhir cerita seperti menggambarkannya secara implisit.

God is dead (Tuhan sudah mati) adalah sebuah ungkapan kontroversial seorang filsuf Jerman, Friedrich Nietzsche yang banyak dikutip oleh filsuf-filsuf setelahnya. Banyak karyanya menyinggung doktrin-doktrin agama, terutama kekristenan yang lebih populer saat itu.

Banyak sekali tafsiran atau pandangan terhadap ungkapan ini. Dalam pandangan saya tentang God is dead adalah bahwa untuk menjadi manusia super (superman) maka kita harus mengetahui secara jelas tentang apa yang menjadikan manusia, manusia, yang mencapai potensi tertingginya. 

Kita harus hidup di luar bayangannya "Allegory of the cave" Plato. Kita harus melepaskan diri dari jeratan rantai ilusi doktrin agamawi yang tidak sesuai realita.

Kita perlu berpikir layaknya seorang pencipta AI. Agar tercipta produk manusia yang lebih unggul - manusia yang mencapai potensi maksimalnya - maka kita perlu menggali bagaimana mekanisme berpikir manusia. Bagaimana hasrat, cinta, seks, dan emosi diprogram secara tepat di dalam otak. Debat dan penelitian tentang manusia harus dilakukan secara terbuka dan mengesampingkan tabu yang diciptakan ajaran agama.

Dengan pengetahuan ini, pencipta AI mampu menjadi manusia dengan potensi maksimal. Karena ia tahu bagaimana memperlakukan manusia secara tepat; ia tahu bagaimana menyejahterakan manusia; ia tahu bagaimana mengatasi kemiskinan, itu semua karena ia tahu bagaimana mekanisme berpikir manusia. 

Untuk itu ia harus mandiri dan berhenti memanjakan diri dengan harapan pertolongan dari atas sana, ia harus menjadi versi terbaik dari jenisnya. Ia harus berevolusi menjadi superman. Untuk itu ia harus berpikir bahwa "Tuhan sudah mati".

Ateis. Agnostik. Apapun pandangan terhadap gambaran di atas, saya rasa film ini cukup berharga untuk ditonton. Saya yakin setiap penonton mendapat interpretasi yang berbeda-beda selain "Tuhan sudah mati."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun