Mohon tunggu...
Putu Dea Nita Dewi
Putu Dea Nita Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Ganesha

Saya merupakan Mahasiswi dari program studi Akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha. Saya memilki ketertarikan yang besar pada kegiatan menyurat Aksara Bali dan menyurat Lontar yang sudah saya tekuni sejak duduk di bangku sekolah dasar. Saya juga sangat suka menulis dan hobi bersepeda.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Karmaphala: Bumerang Kehidupan yang Tak Terelakkan dalam Panca Sradha

9 Mei 2024   09:45 Diperbarui: 11 Mei 2024   14:21 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: shutterstock.com

Om Swastyastu

Setiap agama tentu memiliki memiliki dasar keyakinan yang menjadi pondasi dan dimensi terkuat bagi umat beragama untuk melakoni segala aktivitas keberagamaan dalam kehidupan sehari-harinya. Sama seperti agama-agama lainnya, Agama Hindu juga memiliki dasar keyakinan atau kepercayaan yang disebut dengan Panca Sradha. 

Sumber foto: dokumentasi pribadi
Sumber foto: dokumentasi pribadi

Secara etimologi, Panca Sradha berasal dari kata "Panca" yang berarti lima dan "Sradha" yang berarti keyakinan atau kepercayaan. Jadi, Panca Sradha merupakan lima dasar keyakinan atau kepercayaan dalam agama Hindu. Panca Sradha ini terdiri atas lima bagian yaitu:

1. Brahman, artinya percaya akan adanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa)

2. Atman, artinya percaya akan adanya  Atman sebagai percikan-percikan terkecil dari Ida Sang  Hyang Widhi Wasa

3. Karmaphala, artinya percaya akan adanya hukum karmaphala (hukum sebab akibat)

4. Punarbhawa, artinya percaya akan adanya kelahiran kembali atau samsara

5. Moksa, artinya percaya akan adanya kebahagiaan abadi.

Kelima keyakinan inilah yang kemudian menjadi dasar pijakan bagi umat Hindu dalam berkehidupan di lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Namun, di zaman sekarang yang diyakini sebagai zaman kaliyuga oleh umat Hindu ternyata tidak sedikit manusia yang berbuat di luar batas kemanusian dan memupuk serta menumpuk dosanya. Tidak jarang juga manusia menanam karma buruk lewat berfikir, berkata-kata, dan berbuat yang merugikan bahkan menyakiti orang lain. Sehingga fungsi agama sebagai pedoman perilaku seolah-olah hilang. Keyakinan akan Panca Sraddha khususnya tentang hukum "Karmaphala" menjadi semakin pudar nya karenanya. Padahal kalimat tersebut merupakan satu rangkaian dalam konsep Panca Sradha, yaitu percaya atau yakin terhadap adanya hukum sebab akibat (Karmaphala)

Lalu, bagaimana hukum karmaphala bekerja?

Sumber foto: iStockphoto.com
Sumber foto: iStockphoto.com

Kita dapat melakukan analogi nya pada saat melemparkan alat permainan bumerang. Bumerang, ketika dilemparkan pastinya akan selalu kembali ke tempat pelemparannya. Hal ini melambangkan bahwa konsekuensi atau hasil dari tindakan kita selalu kembali kepada kita, meskipun kita berusaha untuk menghindarinya. Semakin kuat kita melemparkan bumerang, semakin jauh bumerang itu akan terbang dan semakin kuat pula kecepatannya saat kembali. Hal ini sama dengan hukum karmaphala, semakin kuat atau banyak kita melakukan tindakan baik atau buruk, semakin besar pula konsekuensi yang kita peroleh baik itu dalam bentuk kebahagiaan maupun penderitaan. Hal tersebut kembali lagi pada karma (perbuatan) yang kita lakukan. Hasil dari tindakan yang telah kita lakukan juga tidak selalu akan langsung dirasakan, sama seperti bumerang yang membutuhkan waktu untuk kembali kepada pelemparnya. Sehingga konsekuensi atau hasil dari tindakan yang kita lakukan bisa muncul di masa depan atau bahkan di kehidupan yang akan datang

Seperti yang telah disinggung tadi, bahwa keyakinan akan Panca Sradha khususnya terhadap hukum "Karmaphala" di zaman sekarang telah menjadi semakin pudar, seperti halnya saat ini terdapat banyak orang-orang yang sering berpikir, berkata-kata, atau berbuat di luar  dari tuntunan agama. Sehingga ia menjadi tidak sadar, sedang atau baru mulai menanam karma (perbuatan) buruk, yang suatu saat nanti pastinya pahala (buah) dari tanaman itu akan dapat kita petik. Seperti hal nya pepatah yang mengatakan bahwa "Apa yang kamu tanam sekarang, itu yang akan kamu tuai nanti". Hal tersebut diibaratkan seperti kita menanam sebuah tanaman. Jadi,  jika kita terus menanam karma buruk ataupun karma baik, tananam karma itu pun akan bertambah subur. Sehingga  setelah tiba waktunya tananam itu untuk berbuah, kita sendirilah yang akan memanen hasil (pahala) dari tanaman tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam agama Hindu karmaphala diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu:

1. Sancita Karmaphala

Sancita Karmaphala memiliki arti sebagai hasil dari perbuatan di masa lalu, yang belum habis diterima. Hasil perbuatan tersebut masih merupakan benih yang menentukan bagaimana kehidupan selanjutnya.

2. Prarabda Karmaphala

Prarabda Karmaphala berarti karma yang dilakukan di kehidupannya dan phala-nya telah habis dinikmati pada kehidupan tersebut. Jadi, Prarabda Karmaphala adalah bentuk hukum sebab akibat yang hasilnya paling cepat untuk dirasakan. Dengan demikian, sewaktu masih hidup seseorang telah dapat memetik hasil atas karma yang dibuat pada masa sekarang ini juga

3. Kriyamana Karmaphala

Kriyamana Karmaphala bisa disebut juga sebagai pahala dari perbuatan yang tidak bisa dinikmati langsung pada kehidupan saat ia berbuat. Sehingga hasil dari perbuatan kehidupan sekarang itu didapatkan setelah seseorang mengalami proses kematian.

Artinya, akibat perbuatan seseorang selama hidupnya akan diterima pada kehidupan yang akan datang. Dari pengertian tadi, dapat disimpulkan bahwa Kriyamana Karmaphala adalah perbuatan yang dilakukan pada kehidupan sekarang, yang hasilnya akan didapatkan pada kehidupan yang akan datang.

Dalam kehidupan sehari-hari nya tentu kita pastinya pernah berfikir, kenapa dalam kehidupan ini saya kurang beruntung ? selalu ditimpa oleh kesialan ataupun masalah yang bertubi-tubi. Padahal dalam kehidupan sehari-hari saya selalu berbuat baik, sering membantu orang, dan selalu rajin sembahyang. Tentunya pertanyaan-pertanyaan tersebut sering sekali muncul di benak kita.

Hal tersebut merujuk pada salah satu jenis karmaphala yaitu sancita karmaphala, yang menekankan pada karma (perbuatan) di kehidupan terdahulu, namun karena phala (hasil) dari perbuatan tersebut belum habis dinikamati pada kehidupan terdahulunya maka sisa phala (hasil) tersebutlah yang harus dinikamati pada kehidupan saat ini. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa setiap manusia dalam kehidupan ini mempunyai tabungan karma baik dan karma buruk akibat wasana karma (hasil perbuatan) pada kehidupan sebelumnya. Sehingga jika di kehidupan sebelumnya kita lebih banyak berbuat baik, pastinya di kehidupan yang akan datang atau pada kehidupan saat ini kita akan menerima  banyak kebahagiaan, begitu pun sebaliknya jika di kehidupan sebelumnya kita lebih banyak berbuat buruk maka pastinya di kehidupan mendatang atau di kehidupan saat ini kita akan mendapatkan hasil atau balasan yang buruk pula. Hal itulah yang dinamakan sebagai hukum sebab akibat (Karmaphala).

Dalam kitab Suci Bhagawadgita Adhyaya III sloka 9 telah menegaskan pernyataan diatas, yaitu:

"Lokha Yam Karma Bandhanah"

Artinya: Dunia dan kehidupan terikat dengan hukum Karma

Lalu, apakah kita semua bisa memperbaiki karma ?

Hal tersebut tentunya sangat bisa, karena dalam ajaran agama Hindu terdapat banyak cara untuk memperbaiki karma kita. Salah satu cara yang sangat mudah yaitu dengan berhenti menanam karma buruk dan teruslah menanam karma baik. Tentunya cara tersebut sangat bisa untuk kita lakukan karena kita terlahir sebagai manusia merupakan anugerah Tuhan paling sempurna.

Walaupun sejatinya nasib manusia tak bisa lepas dari ikatan hukum karmaphala. Namun, kesempatan lahir sebagai manusia merupakaan saat yang tepat untuk berkarma yang baik. Hal tersebut juga termuat dalam  kitab suci Sarasamuscaya sloka 4 yang menyatakan bahwa:

"Apan ikan dadi wwang, utama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sangkeng sangsara, makasadhanang subhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang ika".

Artinya:

Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama,  karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan samsara (lahir dan mati berulang- ulang) dengan jalan karma yang baik; demikian keutamaannya menjadi manusia.

Manusia adalah makhluk hidup yang utama yang dilengkapi dengan Tri Pramana, yaitu meliputi Bayu, Sabda , dan Idep. Dimana dengan Tri Pramana ini artinya manusia memiliki kemampuan untuk bergerak, berbicara, dan berpikir. Manusia merupakan satu-satunya makhluk hidup yang dianugerahi idep atau kemampuan untuk berpikir, sehingga manusia mampu memperbaiki karmanya dan dapat melepaskan dirinya dari ikatan hukum karma untuk dapat  mencapai kesempurnaan hidup dan kebahagiaan abadi yakni Moksha melalui perbuatan baik yang sesuai dengan Dharma (kebenaran). Itulah salah satu cara termudah agar penyesalan tidak datang kemudian.

Sumber foto: dokumentasi pribadi
Sumber foto: dokumentasi pribadi
Agar senantiasa kita dapat memperoleh karma baik dan terhindar dari karma buruk, maka diperlukan upaya-upaya yang patut kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ajaran agama Hindu terdapat ajaran Tri Kaya Parisudha sebagai salah satu pedoman yang dapat kita lakukan dalam bertingkah laku,  yang mana mengajarkan umat manusia untuk senantiasa berpikir, berkata, dan berbuat yang baik dan benar. Adapun bagian-bagian dari Tri Kaya Parisudha tersebut, yaitu:

1. Manacika yaitu mengajarkan umat manusia untuk selalu berpikir positif dalam segala situasi serta tidak berburuk sangka kepada orang lain, dan tidak berpikiran kotor. Sehingga pikiran yang baik dan benar harus benar-benar kita terapkan dalam setiap tingkah laku kita karena pikiran akan menjadi pusat dari semua ucapan dan tindakan kita. Semakin baik dan bersih pikiran kita maka semakin baik pula ucapan dan tindakan yang kita lakukan.  Pikiran yang baik juga dapat memberikan ketenangan dalam kehidupan kita dan membuat kita terbebas dari keinginan untuk melakukan hal-hal negatif.

2. Wacika merupakan cara berkata yang baik tanpa menyinggung perasaan orang lain, tidak memfitnah orang lain dan berkata jujur sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Orang yang mengamalkan ajaran Kayika dengan benar banyak dipercaya oleh orang lain karena kejujurannya, tetapi orang yang sering berbohong akan sulit dipercaya oleh orang lain. Selain itu, kata-kata yang tidak sopan juga dapat menyinggung perasaan orang lain.

3. Kayika meliputi tata cara untuk bertindak atau berperilaku sesuai dengan ajaran agama. Beberapa bentuk pengamalan ajaran Kayika, yaitu tidak berperilaku kasar kepada orang lain, rajin menolong orang yang kesusahan, dan tidak mengambil hak milik orang lain (mencuri). Orang yang mengamalkan ajaran Kayika mencerminkan rasa kasih sayang di dalam dirinya dan bersifat lembut dengan tidak menyakiti sesama.

Di sisi lain, umat Hindu juga memahami bahwa hukum karmaphala bersifat universal yang berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali, karena tidak ada yang dapat menghindari kemutlakan dari hukum karmaphala. Memahami hukum karmaphala dapat membantu kita untuk menjalani kehidupan yang lebih bertanggung jawab dan selaras dengan Dharma (kebenaran). Dengan menyadari bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, kita dapat lebih berhati-hati dalam mengambil setiap tindakan yang kita lakukan dengan selalu berlandaskan pada pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik sehingga nantinya kita dapat melepaskan diri dari ikatan karma dan kelahiran kembali (punarbahawa) untuk dapat mencapai tujuan utama dari ajaran agama Hindu yaitu "Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma" ialah mencapai kesejahteraan di dunia dan mencapai Moksha (kebahagiaan abadi).

Om Santih, Santih, Santih Om

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun