Namun, di zaman sekarang yang diyakini sebagai zaman kaliyuga oleh umat Hindu ternyata tidak sedikit manusia yang berbuat di luar batas kemanusian dan memupuk serta menumpuk dosanya. Tidak jarang juga manusia menanam karma buruk lewat berfikir, berkata-kata, dan berbuat yang merugikan bahkan menyakiti orang lain. Sehingga fungsi agama sebagai pedoman perilaku seolah-olah hilang. Keyakinan akan Panca Sraddha khususnya tentang hukum "Karmaphala" menjadi semakin pudar nya karenanya. Padahal kalimat tersebut merupakan satu rangkaian dalam konsep Panca Sradha, yaitu percaya atau yakin terhadap adanya hukum sebab akibat (Karmaphala)
Lalu, bagaimana hukum karmaphala bekerja?
Kita dapat melakukan analogi nya pada saat melemparkan alat permainan bumerang. Bumerang, ketika dilemparkan pastinya akan selalu kembali ke tempat pelemparannya. Hal ini melambangkan bahwa konsekuensi atau hasil dari tindakan kita selalu kembali kepada kita, meskipun kita berusaha untuk menghindarinya. Semakin kuat kita melemparkan bumerang, semakin jauh bumerang itu akan terbang dan semakin kuat pula kecepatannya saat kembali. Hal ini sama dengan hukum karmaphala, semakin kuat atau banyak kita melakukan tindakan baik atau buruk, semakin besar pula konsekuensi yang kita peroleh baik itu dalam bentuk kebahagiaan maupun penderitaan. Hal tersebut kembali lagi pada karma (perbuatan) yang kita lakukan. Hasil dari tindakan yang telah kita lakukan juga tidak selalu akan langsung dirasakan, sama seperti bumerang yang membutuhkan waktu untuk kembali kepada pelemparnya. Sehingga konsekuensi atau hasil dari tindakan yang kita lakukan bisa muncul di masa depan atau bahkan di kehidupan yang akan datang
Seperti yang telah disinggung tadi, bahwa keyakinan akan Panca Sradha khususnya terhadap hukum "Karmaphala" di zaman sekarang telah menjadi semakin pudar, seperti halnya saat ini terdapat banyak orang-orang yang sering berpikir, berkata-kata, atau berbuat di luar  dari tuntunan agama. Sehingga ia menjadi tidak sadar, sedang atau baru mulai menanam karma (perbuatan) buruk, yang suatu saat nanti pastinya pahala (buah) dari tanaman itu akan dapat kita petik. Seperti hal nya pepatah yang mengatakan bahwa "Apa yang kamu tanam sekarang, itu yang akan kamu tuai nanti". Hal tersebut diibaratkan seperti kita menanam sebuah tanaman. Jadi,  jika kita terus menanam karma buruk ataupun karma baik, tananam karma itu pun akan bertambah subur. Sehingga  setelah tiba waktunya tananam itu untuk berbuah, kita sendirilah yang akan memanen hasil (pahala) dari tanaman tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam agama Hindu karmaphala diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Sancita Karmaphala
Sancita Karmaphala memiliki arti sebagai hasil dari perbuatan di masa lalu, yang belum habis diterima. Hasil perbuatan tersebut masih merupakan benih yang menentukan bagaimana kehidupan selanjutnya.
2. Prarabda Karmaphala
Prarabda Karmaphala berarti karma yang dilakukan di kehidupannya dan phala-nya telah habis dinikmati pada kehidupan tersebut. Jadi, Prarabda Karmaphala adalah bentuk hukum sebab akibat yang hasilnya paling cepat untuk dirasakan. Dengan demikian, sewaktu masih hidup seseorang telah dapat memetik hasil atas karma yang dibuat pada masa sekarang ini juga
3. Kriyamana Karmaphala