Mohon tunggu...
Putu Dea Nita Dewi
Putu Dea Nita Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Ganesha

Saya merupakan Mahasiswi dari program studi Akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha. Saya memilki ketertarikan yang besar pada kegiatan menyurat Aksara Bali dan menyurat Lontar yang sudah saya tekuni sejak duduk di bangku sekolah dasar. Saya juga sangat suka menulis dan hobi bersepeda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menapaki Makna dan Jejak Tradisi di Balik Hari Raya Nyepi: Sebuah Perayaan Introspeksi Diri dan Penyucian di Bumi Dewata

12 Maret 2024   10:14 Diperbarui: 12 Maret 2024   10:34 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : YouTube.com/bali trip channel

Di tengah suasana hiruk pikuk dunia yang tiada henti, tradisi Nyepi di Bali bagaikan sebuah oase kedamaian yang menyejukkan jiwa. Tradisi Nyepi ini merupakan hari raya bagi masyarakat Hindu di Bali setiap Tahun Baru Saka yang jatuh pada sehari sesudah Tilem (bulan mati) Sasih Kesanga atau bulan kesembilan dalam kalender Bali. 

Di tahun 2024 ini, tepat pada tanggal 11 Maret masyarakat Hindu di Bali akan merayakan tradisi Nyepi ini dan pada saat itu seluruh wilayah Bali akan diselimuti oleh keheningan, di mana kesibukan duniawi terhenti sejenak untuk memberikan ruang bagi refleksi diri (Bhuana Alit) dan penyatuan dengan alam semesta (Bhuana Agung). 

Bagi masyarakat Hindu, perayaan Nyepi bukan hanya sekadar tradisi diam dan sunyi, tetapi sebuah perjalanan spiritual yang penuh makna. Di balik keheningannya, terdapat berbagai untaian tradisi yang sarat akan makna dalam menyambut hari raya Nyepi ini, membingkai perjalanan spritual dan budaya masyarakat Hindu di Bali melalui pencerminan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal Bali.

1. Upacara Melasti
Sebelum menyambut Hari Raya Nyepi di tahun 2024 ini, umat Hindu di Bali akan melaksanakan Upacara Melasti atau disebut juga dengan Melis/Mekiis. Upacara Melasti ini biasanya dilaksanakan 3 hari sebelum Hari Raya Nyepi dan dilaksanakan di sumber mata air karena dalam kepercayaan Hindu, sumber mata air seperti laut, danau, atau sungai dianggap sebagai air kehidupan (tirta amerta). 

Melasti ini berasal dari kata "mala" dan "asti", dimana mala  artinya leteh/kotoran dan asti artinya melepaskan/memusnahkan. Sehingga, Upacara Melasti ini memiliki arti melepaskan dan memusnahkan segala bentuk kotoran yang ada di dalam diri manusia (Bhuana Alit) maupun yang ada di dunia (Bhuana Agung) agar dapat kembali suci secara lahir maupun batin.

 Mekiis/Melis/Melasti juga dapat bermakna pembersihan atau penyucian karena dalam Agama Hindu lambang pembersihan adalah "lis". Upacara Melasti ini juga dilakukan untuk penyucian benda sakral yang ada di pura ataupun merajan (tempat persembahyangan bagi Umat Hindu) seperti pratima ( simbol Dewa dan Dewi) dengan segala perlengkapannya, dimana pratima tersebut akan  diusung menuju sumber mata air. 

Sesampainya di sumber mata air para pemangku (orang suci) akan menghaturkan banten sebagai sarana upacara dan dilanjutkan mengambil air untuk disucikan. Kemudian akan dilanjutkan dengan sembahyang bersama dan menyiratkan (membagikan) air yang telah disucikan untuk diminum sebanyak tiga kali kepada Umat Hindu yang hadir. Air suci tersebut juga digunakan untuk menyucikan pratima-pratima yang telah diusung ke sumber mata air.

2. Upacara Tawur Agung Kesanga
Sehari sebelum Nyepi tepatnya pada Tilem (bulan mati) Sasih Kesanga atau bulan kesembilan dalam kalender Bali yang jatuh pada tanggal 10 Maret 2024, masyarakat Hindu akan melaksanakan salah satu ritual penting sebelum menyambut hari raya Nyepi yaitu dengan melaksanakan Upacara Tawur Agung Kesanga. Pelaksanaan Upacara Tawur Agung Kesanga ini memiliki makna yang filosofis, yang mana kata tawur berasal dari bahasa Jawa "menawur" yang berarti mengembalikan. 

Oleh sebab itu, upacara Tawur ini bermakna sebagai pengembalian sari-sari alam yang telah digunakan atau dimanfaatkan oleh manusia kepada Tuhan Yang Maha esa dan sekaligus menjadi proses penyucian diri dan pembersihan alam semesta secara niskala. Upacara Tawur Agung Kesanga ini akan dilakukan dengan melaksanakan kegiatan mecaru di catus pata (perempatan) desa yang dianggap sebagai tempat titik temu antar ruang dan waktu dan biasanya dilakukan pada pukul 12.00 tengah hari/tengai tepet. Kegiatan mecaru ini dilakukan untuk menciptakan keharmonisan dan keseimbangan antara alam semesta dan makhluk hidup secara lahir dan batin.

pejati-65efb929147093389e123333.jpg
pejati-65efb929147093389e123333.jpg
Sumber foto : Instagram.com/bantenbali8

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun