Sejak pertengahan April 2012 ini, sudah empat kali saya ikut program yang diadakan oleh salah satu organisasi nirlaba KAIL (Komunitas Padang Ilalang) yaitu sebagai peserta maupun relawan acara KAIL. Dimulai dari kegiatan pelatihan Mahir Menulis I, kemudian kegiatan Zero Waste Life Style yang merupakan kegiatan organisasi YPBB dimana KAIL menjadi mitranya, lalu pelatihan Cara Berpikir Sistem, serta pelatihan Mahir Menulis II. Dari keempat kegiatan tersebut ada satu hal yang membuat saya tertarik mengapa saya sering mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh KAIL. Bukan isi materi yang membuatnya unik (karena diluar sana masih banyak organisasi yang membuat program yang sama seperti ini), tapi yang membuatnya unik adalah usaha para penggiat organisasi (panitia) ini dalam meminimalisir sampah yang dihasilkan oleh para peserta ketika acara pelatihan berlangsung. Padahal para peserta tersebut notabene berasal dari latar belakang yang berbeda, yang mungkin tidak semuanya paham mengenai isu-isu lingkungan yang terjadi.
Bagaimana cara mereka meminimalisir sampah? Menurut saya cara unik yang mereka lakukan adalah:
Pertama, ketika sesi kesatu berlangsung dan kemudian break, snack/camilan yang mereka sediakan biasanya mereka simpan dalam piring-piring rotan yang dialasi oleh daun pisang untuk menyimpan camilannya seperti risols, bala-bala, lemper, bola-bola ubi, dll. Mereka tidak menyediakan snack untuk peserta dalam suatu dus-dus kecil yang biasanya saya dapati ketika mengikuti acara di organisasi lain. Seperti kita tahu snack yang dikemas dalam kardus-kardus kecil tersebut biasanya terdiri dari beberapa jenis camilan yang selalu dibungkus dalam plastik-plastik transparan ditambah minuman gelas plastik. Dan mereka sama sekali tidak melakukan hal-hal tersebut. Adapun sampah bungkus lemper atau lontong yang terbuat dari daun pisang, biasanya mereka kumpulkan dalam suatu tempat sampah organik, untuk kemudian nantinya mereka kubur di tanah supaya terurai. Jadi, menurut saya mereka telah berusaha meminimalisir sampah dari kardus dan plastik-plastik kecil bungkus snack.
Kedua, untuk air minum peserta, biasanya para panitia menyediakan aqua galon dan gelas-gelas kaca yang ditempeli kertas nama. Tujuannya agar kertas yang menempel dikaca tersebut bisa ditulisi nama oleh para peserta yang minum dari gelas yang diambilnya, sehingga tidak terjadi “gelas yang tertukar” dengan gelas peserta lain. Untuk menulisi gelas tersebut panitia menyediakan spidol marker yang disimpan dipinggir gelas-gelas tersebut. Mereka tidak membeli air minum gelas kemasan plastik untuk para peserta. Cara mereka tersebut menurut saya selain meminimalisir sampah plastik yang berasal dari gelas kemasan, juga menghemat air karena panitia tidak perlu berkali-kali mencuci gelas-gelas kotor.
Ketiga, untuk makan berat peserta, panitia menyediakannya dalam bentuk prasmanan. Panitia tidak menyediakan makan berat dalam wadah sterefoam yang biasanya saya dapati bila saya mengikuti suatu acara seperti di organisasi-organisasi lain. Dengan begitu, sampah sterefoam yang bisa hancur dalam waktu sekitar 100 tahun bisa diminimalisir, bahkan dalam kegiatan ini mereka menerapkan Zero Waste Life Style.
Keempat, makanan yang disediakan untuk peserta dan panitia, tak pernah berlebihan, namun senantiasa cukup, sehingga tidak ada makanan sisa yang berlebihan dan menjadi mubazir.
Terakhir, bila masih ada sampah plastik seperti botol minuman plastik yang dibawa oleh peserta, KAIL memfasilitasi nya juga dengan menyediakan tempat sampah plastik (non-organik). Dan ketika acara usai, sampah botol plastik tersebut panitia bawa untuk dikumpulkan bersama sampah botol plastik lainnya untuk diberikan kepada para pemulung yang membutuhkannya,
Jadi, menurut saya tindakan-tindakan tersebutlah yang membuat unik organisasi KAIL dalam mendukung pengurangan produksi sampah di kota Bandung. Dan saya berharap agar organisasi-organisasi lainnya bisa mengikuti jejak tersebut dengan mengurangi penggunaan air minum kemasan plastik, sterefoam, sendok plastik, piring plastik sekali pakai, dsb dalam berbagai acara yang dilaksanakan, yang nantinya bisa berujung sampah yang susah untuk di daur ulang. Salam Hijau :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H