03 Agustus 2013
Sekitar 2 hari kalau tidak salah, setelah peristiwa berdarah itu. Ia dinyatakan koma oleh dokter. Setelah melewati masa kritisnya sampai pada keadaan dimana kesadarannya tidak berfungsi. Aku belum mmelihat matanya terbuka, sejak saat itu hingga sekarang. Namun sudah 2 hari setelah ia koma, papanya menungguinya. Menggenggam tangan putra bungsunya itu sambil bercerita hal yang sama.
Tak sengaja, aku ikut menyimaknya sampai air mata ini  menetes saat menyadari bahwa begitu besar cinta seorang ayah terhadap anaknya. Dan itu ada.
"Papa bukan seorang yang hebat, papa hanya seorang mantan tentara, pernah menjadi satria kebanggaan negara. Tapi papa tidak mengemban tugas itu sampai akhir, karena papa adalah seorang yang penakut. Menjadi tentara itu tidak mudah, menurut papa. Banyak hal kejam dui luar sana. Semakin tinggi apa yang papa sandang sebagai pangkat, semakin banyak naluri jahat sesama yang ingin menjatuhkannya. Maka dengan alasan itulah papa berhenti.
Waktu kamu lahir, papa adalah seorang yang tengah berputus asa. Hidup di tengah kesulitan di jaman itu sangatlah tidak muudah. Seoeang mantan tentara yang terjun ke dunia hukum. Ternyata dunia hukum pun bukan tempat baik-baik untuk papa. Hukum punya cara terkejamnya sendiri untuk membuat papa menyesal pada apa yang papa tempuh.
Namun nama yang papa sandangkan kepadamu lah yang papa anggap sebagai dorongan besar untuk tetap pada lajur ini. Karena di dalam hukum, seorang Hakim adalah penentu dari sebuah perkara. penentu yang adil, penentu yang bijak dengan mempertimbangkan baik dan buruknya. Maka kamu menjadi sumber kekuatan papa, sejak saat itu.
Kamu papa didik menjadi anak yang baik, taat pada peraturan dan patuh dengan semua nasihat yang diberikan. Papa dan mama sepakat untuk membesarkan kamu dan kakakmu dengan perlindungan ekstra. Menjauhkan dari budaya dan pergaulan luar agar jangan merengutmu dari papa. Agar kamu tidak mengenal kejahatan dalam segala wujudnya di hidupmu. Papa selalu melindungimu dengan tidak memperkenalkan kehidupan diluar sana. Karena papa tahu, dunia yang sebenarnya terlalu menyeramkan bagimu.
Papa berhasil, berhasil menjadikan kamu sebagai anak seperti yang papa inginkan. Kamu sedikit pun tidak pernah bersentuhan dengan kejahatan. diluar sana. Yang papa tahu, kamu tidak pernah ikut tauran, terlibat perkelahian, tidak pernah merokok. Bahkan sampai kamu menginjak bangku SMA, kamu tidak kenal perempuan, kamu tidak pernah bebohong. Hal-hal yang kamu katakan pada papa dan mama adalah hal-hal baik dan benar.
Sampai pada akhirnya, Hakim kebanggan papa berubah. Saat papa dan mama tidak bisa menjaga dan kontrol kamu sepenuhnya, saat kamu mulai belajar jadi seorang penentang. Saat kamu mengungkapkan pendapat dan keinginanmu, kamu mau kuliah jurusan ekonomi bukan kedokteran seperti yang papa mau. Padahal papa punya seribu alasan menyekolahkan kamu kedokteran, biar Hakim papa mampu dan dapat hidup dengan layak nantinya. Tidak seperti papa yang harus berjuang untuk menetap sebagai pengacara dengan segala yang coba jatuhkan. Berat... terlalu berat, dan papa tidak ingin kamu merasakan itu.
Papa tahu saat kamu mulai mencoba merokok dengan bersembunyi, papa merasa dan berusaha berpikir bahwa hal itu wajar sebagai reaksi diri menuju dewasa. Apalagi rata-rata anak laki-laki mencoba merokok saat SMP, sementara kamu saat kuliah. Itu masih mampu papa pahami, meskipun bagi papa tidak masuk akal jika calok dokter tidak bisa mencegah hal buruk yang berakibat kurang baik untuk dunia kesehatan.
Kuliah kedokteran kamu berjalan mulus di mata papa pada saat itu. Tidak ada hal-hal mencurigakan, walaupun beberapa gadis sudah sering menelepon ke rumah ingin bicara dengan kamu. Munkin ketampanan kamu mulai dilirik mereka. Walaupun kamu bukan seorang yang pandai merias diri. Kamu pasti masih terlihat terlalu culun di Kampus.