Mohon tunggu...
Khalidza Deana Siregar
Khalidza Deana Siregar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Law Student at Universitas Indonesia

Hi, i'm Dea!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penegakkan Hukum Pidana bagi Pelaku Tindak Penganiayaan Hewan

14 Desember 2022   11:44 Diperbarui: 14 Desember 2022   12:01 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tindak penganiayaan terhadap hewan semakin hari semakin banyak dilakukan oleh sekelompok orang.  Namun,  masih banyak kasus kekejaman terhadap hewan yang tidak dilaporkan ke pihak berwenang. Salah satu faktor penyebab meningkatnya tingkat kekejaman terhadap hewan oleh kelompok masyarakat adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kesejahteraan hewan. Selain itu, hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku penyiksaan hewan biasanya tidak membuat jera, karena hukuman bagi pelaku kekejaman terhadap hewan terlalu ringan.

Kekejaman terhadap hewan adalah tindakan yang disengaja, dan pelaku melakukannya dengan sadar. Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 18 Tahun 2009 menjelaskan Pasal 66 Ayat (2) menyatakan bahwa "Penyiksaan hewan adalah memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memperlakukan hewan di luar batas biologis dan fisiologisnya. Keterampilan. Perbuatan ini dipandang tidak hanya sebagai indikasi penyimpangan norma oleh pelakunya, tetapi juga sebagai pelanggaran hukum positif. Oleh karena itu diperlukan undang-undang untuk menghilangkan kekejaman terhadap hewan, sehingga kedamaian dan keseimbangan dapat dipulihkan dalam masyarakat".

Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang larangan dan sanksi bagi pelaku penyalahguna hewan terdapat dalam Pasal 302 KUHP yang berbunyi:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan.

a.“Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya”.

b. “Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruh seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya”.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.

(3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.

(4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.

Penjelasan Pasal 66 Ayat (2) UU No. 18 Tahun 2009 disebutkan bahwa kekejaman terhadap hewan adalah tindakan memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan cara memperlakukan hewan diluar batas kemampuan biologis dan fisiologisnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pasal 1 Ayat 4, hewan peliharaan adalah hewan yang hidupnya sebagian atau seluruhnya bergantung pada manusia untuk tujuan tertentu. Artinya, manusia sebagai pemilik hewan pada hakekatnya bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan hewan tersebut.

Peristiwa yang sering terjadi pada akhir-akhir ini adalah viralnya video hewan yang diselamatkan dari pemangsa atau monyet yang berperilaku seperti manusia di media sosial. Video-video ini dapat terlihat lucu, menghibur, dan bahkan menginspirasi. Sayangnya banyak  hewan yang terluka dan tersiksa oleh konten ini. 

Menurut laporan Social Media Animal Cruelty Coalition (SMACC), dari Juli 2020 hingga Agustus 2021, terdapat 5.480 video kekejaman terhadap hewan  di YouTube, Facebook, dan Tik Tok dengan 5.347.809.262 penayangan. Laporan tersebut juga mencatat bahwa Indonesia adalah negara penghasil dan pengunggah terbanyak konten penganiayaan terhadap hewan. 

Salah satu bentuk kekejaman terhadap hewan yang paling umum di Indonesia adalah  kebencian terhadap monyet, seperti konten yang menyiksa atau meracuni monyet. 

Kajian terhadap fenomena yang berkembang ini menunjukkan bahwa pertumbuhan konten kekejaman terhadap hewan dipengaruhi oleh potensi keuntungan bagi pembuat konten, lemahnya penegakan  pembuat konten oleh kebijakan platform media sosial dan lembaga penegak hukum, serta kurangnya kesadaran publik akan dampak negatifnya dari kekejaman terhadap hewan.

Salah satu faktor penunjang  munculnya konten penganiayaan adalah potensi keuntungan yang diperoleh oleh para pembuat konten. Hal ini dikarenakan saat konten tersebut viral walaupun masyarakat bereaksi dengan hujatan para pembuat konten akan tetap mendapatkan adsense dari konten penganiayaan tersebut. 

Faktor lainnya adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan dampak negatif konten kekejaman terhadap hewan. Mengingat beberapa kekejaman terhadap hewan tersirat seperti video harimau sumatera sebagai hewan peliharaan, padahal seharusnya mereka berada di alam liar, penonton mungkin kesulitan memahami bahayanya. 

Namun, konten tersebut dapat menyesatkan penonton untuk terlibat dalam aktivitas berbahaya seperti membeli, menjual, atau mengeksploitasi satwa liar untuk kesenangan pribadi. Kurangnya kesadaran ini membuat masyarakat semakin berkontribusi terhadap perusakan ekosistem bumi ini karena semakin banyak hewan, termasuk satwa liar yang terancam punah, terluka dan terbunuh.

Menonton konten kekejaman terhadap hewan juga merupakan aktivitas yang berbahaya, terutama bagi anak-anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menyaksikan kekejaman terhadap hewan lebih mungkin terlibat dalam aktivitas penganiayaan terhadap hewan. Bahkan, terdapat penelitian yang menunjukkan ketika anak-anak senang melakukan tindak penganiayaan terhadap hewan adalah gejala awal psikopat. 

Fakta ini mengkhawatirkan mengingat saat ini anak-anak sudah aktif menggunakan media sosial sehari-hari yang mendaptkan peluang bagi mereka untuk terpapar konten penganiayaan terhadap hewan.

Kekejaman terhadap hewan adalah kejahatan tidak bermoral yang merampas hak-hak hewan. Meskipun ada hukum pidana untuk kekejaman terhadap hewan, kasus kekejaman terhadap hewan masih sering terjadi. Hal ini disebabkan lemahnya penertiban sehingga efek jera tidak terwujud. 

Sanksi pidana bagi pelaku dinilai sangat rendah dan keberadaan keadilan perlindungan satwa hampir tidak ada. Hukuman yang ringan disebabkan oleh legislatif, lembaga penegak hukum, kelembagaan dan fasilitas, faktor masyarakat, dan faktor budaya hukum. Perlu disusun peraturan yang menjamin kepastian hukum untuk meningkatkan efisiensi peradilan, konsultasi publik, sistem pengawasan yang memadai, kekuatan lembaga kepolisian dan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun