Mohon tunggu...
Deana Derawati
Deana Derawati Mohon Tunggu... Penulis - Blog ini membahas seputar politik, sosial, dan gejala-gejala yang terjadi di masyarakat

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Serius Hak Asasi Manusia Sudah Ditegakkan?

16 Juni 2021   09:44 Diperbarui: 16 Juni 2021   09:50 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hak asasi manusia atau kerap disingkat dengan sebutan HAM memiliki pengertian dari beragam ahli yang tentunya melihat HAM dari sudut pandang yang berbeda dan beragam, David Beetham dan Kevin Boyle mendefinisikan hak asasi manusia sebagai hak-hak individual yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan serta kapasitas-kapasitas manusia. Sementara menurut Austin-Ranney, hak asasi manusia ialah ruang kebebasan seorang individu yang dirumuskan secara jelas dalam konstitusi dan dijamin oleh pemerintah dalam pelaksanaannya.

Indonesia sebagai negara berbasis hukum tentunya telah mengatur hak asasi manusia dalam konstitusinya, dalam Undang-Undang No.39 tahun 1999 dimuat pengertian mengenai hak asasi manusia yakni "Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia."

Awal mula keberadaan hak asasi manusia di Indonesia di awali dengan seminar mengenai HAM yang terlaksana pada tahun 1967 di Bandung, sejak saat itu perjuangan untuk memperoleh perlindungan HAM oleh hukum mulai digencarkan. Akan tetapi realisasi dari resolusi mengenai seminar tersebut baru terwujud kurang tiga dasawarsa setelahnya, yakni dengan didirikannya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada tanggal 7 Juni 1993 dan pada tahun 1999 tepatnya saat UU No. 39 di masukkan ke dalam Undang-Undang serta disusul dengan UU No. 26 pada tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Sayangnya, dengan berdirinya lembaga yang mengurus terkait hak asasi manudia dan hadirnya peraturan yang mengatur perihal hak asasi manusia tidak menjamin tindak pidana pelanggaran HAM dapat hilang dari wajah Indonesia, justru masih banyak diantaranya sekelumit kasus yang nahasnya masih belum terusut secara tuntas dihadapan pengadilan.

Dari berbagai kasus yang mencuri perhatian dari berbagai pihak, salah satu kasus yang hingga kini masih disoroti dan kerap diingat ialah kasus yang menimpa salah satu aktivis HAM yakni Munir Said Thalib, hingga kini genap 17 tahun pasca peristiwa pembunuhannya, kasus munir tidak kunjung mendapatkan keadilan yang tegas dimata hukum. Meskipun segelintir nama sudah disidang dan menerima hukuman, faktanya otak atau dalang di balik kasus meninggalnya aktivis ini belum kunjung terungkap.

Hingga bulan september tahun lalu, para aktivis dari Komite Aksi Solidaritas untuk Munir mendatangi pihak Komnas HAM guna meminta agar kasus Munir ini ditetapkan sebagai kasus pelamggaran HAM berat mengingat tergolong ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 7 UU Pengadilan HAM, dan menganggap tewasnya Munir merupakan serangan yang dilakukan dengan sistemik ditujukan terhadap penduduk sipil sebagaimana yang tertuang pada pasal 9 UU Pengadilan HAM serta mengungkap fakta bahwa Badan Intelijen Negara merupakan pihak yang terlibat dalam perencanaan & pelaksanaan pembunuhan Munir yang memnuhi unsur "Serangan" sesuai dengan pasal 9 UU Pengadilan Hak Asasi Manusia

Alasan dibalik permintaan agar kasus Munir dijadikan sebagai Kasus pelanggaran HAM berat ialah  untuk mempermudah upaya pencarian keadilan dan pengumpulan fakta serta data yang diperlukan guna mengungkap kebenaran di pengadilan. Meki telah melewati beberapa babak peradilan, nampaknya kasus Munir masih berujung jalan buntu sebab dokumen laporan akhir hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta disebut-sebut telah hilang dan Kementerian Sekretariat Negara tidak memiliki dokumen tersebut. Sehingga dengan demikain rasanya wajar apabila beberapa pihak merasa bahwa kehadiran negara untuk berupaya dalam penegakkan keadilan bagi pelanggaran hak asasi manusia dinilai nol.

Sikap Presiden Jokowi yang memerintahkan pencarian dokumen tersebut kepada Jaksa Agung Muhammad Prasetyo nyatanya masih belum membuahkan hasil, kemudian hal ini juga menjadikan sebagian pihak menilai bahwa pemerintah enggan untuk mengungkap aktor intelektual yang dapat bertanggung jawab atas kematian Munir. Sehingga sudah belasan tahun kasus Munir terjadi namun kiranya kasus ini masih menjadi warisan dari rezim ke rezim.

Persoalan Munir hanyalah satu diantara deretan daftar persoalan-persoalan HAM lain yang masih belum terusut kebenarannnya, penegakan hukum serta ketidakadilan dan penanganan yang kurang serius bagi kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia merupakan beberapa faktor yang dapat dijadikan alasan mengapa kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh banyak pihak.

Keberadaan perundang-undangan yang telah dilahirkan oleh para pemimpin di negar ini realitanya justru masih terdapat pelaksanaan yang belum maksimal, penempatan HAM di Hukum pidana sebagai kepentingan hukum yang sangat mutlak dilindungi nahasnya belum cukup mampu untuk memberikan keadilan yang jelas bagi kasus-kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi, status Indonesia sebagai negara yang demokratis seharusnya dapat menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sayangnya, keadaan politik Indonesia yang belum sepenuhnya menuju Indonesia yang demokratis inilah yang menjadikan pelanggaran hak asasi manusia masih kerap terjadi.

Selain dari kasus pelanggaran HAM berat yang masih menjadi fokus masyarakat, ironisnya justru kasus pelanggaran HAM berupa pencekalan hak berpendapat masih sering dijumpai di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan kejadian yang menimpa beberapa aktivis yakni penangkapang atas tuduhan pelangaran UU ITE, yang seharusnya hal ini tidak perlu terjadi sebab dapat dibicarakan dengan baik sesuai dengan hak dasar kebebasan berpendapat dan berserikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun