Mohon tunggu...
Deana Derawati
Deana Derawati Mohon Tunggu... Penulis - Blog ini membahas seputar politik, sosial, dan gejala-gejala yang terjadi di masyarakat

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Antara Pelestarian Budaya dengan Pancasila

5 Juni 2021   21:35 Diperbarui: 16 Oktober 2021   23:54 5850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melestarikan budaya dan tradisi merupakan salah satu nilai dalam menghayati keluhuran pancasila, namun sayangnya tidak sedikit yang belum menyadari bahwa dalam budaya dan tradisi terkandung esensi pancasila sebagai arah sekaligus pedoman untuk menyelesaikan berbagai permasalahan aktual dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melestarikan budaya dan tradisi sama artinya berkontribusi pada terwujudnya tatanan masyarakat bersendikan pancasila sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.

Nilai-nilai yang terkandung pada sila pancasila kerap di realisasikan dalam bentuk kesenian atau budaya. Misalnya, sila pertama yang mengandung Nilai Ketuhanan tercermin melalui Tari Tor-Tor dari Sumatera Utara yang memiliki makna religius yakni harapan agar manusia selalu mengingat Tuhannya Yang Maha Esa. Sila kedua mengandung Nilai Kemanusiaan, setiap warga negara perlu disadarkan bahwa sebagai warga negara haruslah menjunjung tinggi kecintaan pada sesama dan prinsip kemanusiaan, hal ini tercermin pada Tari Kecak Bali yang memiliki makna bahwa manusia harus rela berkorban demi keselamatan bersama. Sila Ketiga mengandung Nilai Persatuan yang dapat dijumpai dalam Lelakon Wayang Kulit yang dalam dunia perwayangan kerap menampilkan bela negara dan persatuan untuk mempertahankan wilayah kerajaan. Sila Keempat yakni mengandung Nilai Kerakyatan dan Musyawarah, nilai ini dapat ditemukan dalam tradisi warga bali yang menerapkan Sistem Subak (Irigasi persawahan) yang dilakukan secara turun temurun dan dikelola secara mandiri dan demokratis. Yang terakhir yakni Sila Kelima yang mengandung Nilai Keadilan, nilai ini dapat dijumpai pada Tari Tarek Pukat Aceh yang memiliki filosofi bahwa tolong menolong dan kerja keras akan dapat menghadirkan kemakmuran yang berkeadilan. Melalui contoh-contoh tersebut dapat dimaknai bahwa dengan melestarikan serta menjaga budaya dan tradisi, maka terjaga juga nilai-nilai pancasila.

Pelestarian budaya merupakan wujud pertahanan negara, konsen pertahanan negara tidak hanya terfokus pada keutuhan wilayah saja, namun juga menyangkut perihal penegakan kedaulatan negara. Usaha dalam pertahanan negara dilakukan dengan mempertimbangkan keberadaan dinamika bentuk-bentuk ancaman yang dihadapi, baik ancaman militer maupun non-militer.

Salah satu bagian dari ancaman non-militer adalah terkait budaya, ancaman budaya berjalan dengan senyap tanpa terdengar dentuman bom ataupun gencatan senjata. Ancaman budaya terjadi dengan sangat halus, sehingga pihak yang dikalahkan tidak merasa kalah justru menikmati. Dalam ancaman kebudayaan, suatu negara akan memasukan unsur kebudayaan negerinya kepada negara yang ia serang dengan tentunya memiliki kepentingan dan maksud di dalamnya.

Samuel P Huntington dalam bukunya yang berjudul “The Clash Of Civilizations” menjelaskan bahwa “Suatu saat akan datang masa dimana kebudayaan-kebudayaan yang satu akan bersaing dengan kebudayaan-kebudayaan lain”. Persaingan ini akan memicu benturan-benturan kebudayaan yang kemudian akibat dari benturan tersebut adalah munculnya kebudayaan pemenang yang akan menyingkirkan atau bahkan menghapuskan kebudayaan- kebudayaan lain yang terkalahkan. (Huntington:1986)

Pada era globalisasi seperti saat ini perkembangan teknologi dan informasi mengambil andil yang besar bagi pertumbuhan negara dan menjadi indikator kemajuan dari suatu negara, namun kemajuan teknologi tidak hanya memberikan dampak baik bagi suatu negara, akan tetapi turut menyumbang dampak negatif. Saat teknologi telah masuk ke suatu negara, maka otomatis budayanya pun turut masuk ke dalamnya, hingga pada akhirnya kita dihadapkan pada dua pilihan yakni menerima teknologi dengan segenap budaya yang dikandungnya atau sama sekali menolak dengan mutlak teknologi berikut dengan budayanya.

Rendahnya pengetahuan pula dapat menjadi salah satu faktor masuknya kebudayaan baru, proses masuknya pun tanpa melalui filterisasi dan diterima oleh masyarakat secara mentah, sehingga akibatnya kebudayaan yang asli dari masyarakat tersebut mengalami degradasi yang ekstrim. Masuknya budaya asing ke suatu negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, demikian pula hal yang terjadi dengan Indonesia, akan tetapi budaya tersebut haruslah sesuai atau tidak bertentangan dengan karakteristik dan kepribadian bangsa. Namun perlu di ingat bahwa peran aktif dari masyarakat dan media nasional dalam bertanggung jawab memelihara serta melestarikan budaya bangsa sangatlah diperlukan agar budaya bangsa Indonesia sendiri tidak kalah saing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun