"Wah, kesiangan!" pikir saya, padahal matahari belumlah terbit di ufuk. Sekitar 2 minggu silam, pagi itu saya menggunakan KAI commuter dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Tanah Abang.
Selesai mandi kilat dan berpakaian, saya menyambar tas yang sudah disiapkan sejak malam. Kartu multi trip yang yang sudah lama tidak saya pergunakan, saya isi sehari sebelumnya. Jika harus memberikan tips, untuk perjalanan commuter line yang aman, nyaman dan tepat waktu, persiapan kartu multi trip berada di urutan pertama. Pastikan bahwa nominal uang elektronik dalam kartu mencukupi untuk setiap perjalanan yang akan ditempuh.
Dahulu, ketika masih sering bolak balik Jakarta-Bogor, saya memiliki dua kartu uang elektronik. Satu kartu khusus untuk pembayaran tiket, yang tidak pernah saya gunakan untuk keperluan lain. Pengisian kartu multi trip itu rutin saya jadwalkan setiap tanggal 1.
Sementara kartu e-money lainnya selain digunakan untuk keperluan harian, saya manfaatkan sebagai cadangan. Untuk jaga-jaga jika ada masalah dengan kartu utama. Hal itu untuk menghindari kekurangan saldo saat berada di depan gerbang elektronik commuter, yang berpotensi memperlambat perjalanan. Karena waktu kita akan tersita untuk mengisi saldo dahulu.
Ketika menginjakkan kaki di Stasiun Bogor, cahaya Matahari sudah memupus semburat fajar. Saya tertegun menyaksikan perubahan wajah Stasiun Bogor, yang menjadi lebih bersih dan tertib. Di pagi yang sibuk, seperti biasanya antrian mengular di depan gerbang elektronik, tetapi sangat tertib.
Karena itu kita juga harus ikut tertib, menjadi tips kedua untuk perjalanan dengan KAI Commuter. Kita tidak perlu tergesa, memotong antrian, apalagi bersikap ugal-ugalan. Meskipun penumpang sangat padat, tetapi antrian ke dalam stasiun lancar.
Deretan manusia dengan cepat bergerak, antrian memendek. Gerbang elektronik rata-rata membutuhkan waktu tempel kurang dari satu detik, untuk "mengizinkan" seorang penumpang memasuki wilayah dalam stasiun. Apalagi gerbang elektronik yang dibuka cukup banyak. Di pintu gerbang, beberapa petugas bersiap, dengan sigap membantu ketika ada penumpang yang mengalami masalah saat tapping kartu di gerbang.
Di dalam area tunggu kereta, saya sempat kebingungan karena tidak menemukan jurusan StasiunTanah Abang di antara sekian kereta yang berbaris.
"Kereta yang langsung Tanah Abang sudah tidak ada pak" Jawab petugas dengan ramah, ketika saya menanyakan di peron berapa kereta Tanah Abang.
"Bapak bisa naik kereta di peron dua, 5 menit lagi berangkat. Nanti bapak turun di Manggarai, transit ke Tanah Abang " Lanjut petugas memberi solusi. Pepatah, "malu bertanya sesat di jalan", rupanya masih relevan di era saat ini. Karena itulah tips ketiga perjalanan KAI Commuter, bertanyalah jika kita butuh informasi.
Memasuki gerbong kereta kondisi sudah cukup padat, tetapi masih tersedia beberapa tempat duduk yang kosong saat kereta bergerak meninggalkan Stasiun Bogor. Hanya dengan melewati Stasiun Bojong Gede, gerbong yang saya tempati langsung penuh tanpa menyisakan tempat duduk bagi penumpang baru.
Di stasiun berikutnya, seorang ibu yang tengah hamil tua dengan tertatih memasuki gerbong. Dari pakaian formal yang dikenakannya, dapat diduga dia sedang berangkat menuju tempat kerja. Saya segera berdiri mempersilakannya untuk duduk di kursi. Â
Sebenarnya di KAI Komuter sudah tersedia tempat duduk bagi Ibu hamil, Lansia, ibu yang membawa anak, dan penyandang disabilitas. Tetapi dengan kepadatan penumpang hampir mencapai 900 ribu orang perhari, tempat duduk prioritas yang disediakan KAI Commuter seringkali diisi oleh penumpang biasa. Sayangnya tidak semua penumpang sadar untuk mau bangkit mempersilakan penumpang prioritas tadi supaya duduk. Karenanya tips keempat di perjalanan KAI Commuter, jangan ragu untuk memberikan tempat duduk bagi penumpang prioritas. Mereka harus didahulukan.
Tidak terasa perjalanan KAI Commuter sudah mencapai Stasiun Transit Manggarai. Saya kembali tertegun, kali ini bercampur kagum. Stasiun Manggarai yang dulunya "flat" setelah selesai renovasi menjadi stasiun megah bertingkat. Ini adalah stasiun paling sibuk yang pernah saya lihat, lautan manusia bergerak dalam aliran yang pasti.
Tidak mengherankan karena Stasiun Manggarai menjadi titik simpul dari semua jurusan kereta yang menghubungkan seluruh jabodetabek dan sebagian Pulau Jawa. Posisi penting Stasiun Manggarai, sebagai salah satu stasiun terbesar di Indonesia, bukan sekedar karena ukuran dan kesibukannya, tetapi juga menjadi simbol peran penting transportasi kereta dalam kehidupan warga metropolitan.
Keluar dari kereta, mengikuti arus deras aliran manusia, saya mengikuti tanda panah yang menjadi petunjuk arah di lingkungan stasiun. Untuk menuju peron kereta yang akan membawa ke Tanah Abang, ada pilihan naik lift dan tangga.
Jika kita masih cukup sehat, saya menyarankan untuk menggunakan tangga. Apalagi bagi mereka yang sudah berangkat bekerja sejak pagi buta, olahraga kadangkala menjadi hal yang mewah.
Perjalanan naik turun tangga di Stasiun sekaligus bisa menjadi aktivitas olahraga. Guna mendukung kegiatan olahraga tadi, di tiap anak tangga stasiun kita bisa melihat angka-angka yang menunjukkan berapa banyak kalori yang berhasil kita bakar saat menaiki dan menuruni anak tangga.
Sayangnya di saat naik kereta di stasiun ini pula saya mengalami hal yang membahayakan diri. Ketika itu saya menjadi penumpang terakhir yang berusaha memasuki kereta. Â Tepat pada saat menapakkan kaki memasuki kereta, bahu kanan saya sedikit terhantam pintu yang bergerak menutup. Memang tidak sampai terjepit, karena sistem keamanan pintu kereta yang hanya menutup separuh di gerakan pertama. Namun tak urung kejadian itu membuat jantung berdegup kencang, sekaligus menjadikan peringatan agar selalu waspada, tetap berhati-hati dan mengutamakan keselamatan saat menaiki KAI Commuter. Â
Sesampainya di stasiun tujuan, jarum arloji di pergelangan kiri menunjukkan pukul 08:15, lebih cepat sekitar 7 menit dari perjalanan terakhir saya menggunakan KAI beberapa bulan silam. Meskipun kesiangan, tetapi saya bisa tepat waktu sampai tujuan. Ketika menempelkan kartu e-money di gerbang elektronik, saldo pun terpotong Rp. 6.000. Terbilang sangat murah untuk perjalanan sejauh itu. Terlebih tanpa harus merasakan kemacetan yang menjadi agenda rutin harian ibukota.
Hari itu, perjalanan menggunakan KAI Commuter terasa seperti sebuah "magic trip". Saya merasakan sendiri bagaimana KAI Commuter memberikan pengalaman perjalanan yang aman, nyaman, cepat, namun dengan tarif terjangkau bagi masyarakat umum. Berkat perjalanan rutin seperti itulah, KAI Commuter menjadi sarana transportasi terpenting dalam kehidupan warga metropolitan, sekaligus tulang punggung bagi denyut ekonomi dan solusi bagi kemacetan.
Bogor, 4 September 2023
Bacaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H