Pada tahun ajar 2022-2023, ketika Kemendikbudristek menerapkan Kurikulum Merdeka, peluang bagi orang tua untuk aktif memberi sumbangsih bagi pendidikan di sekolah anaknya cukup terbuka. Dalam kurikulum merdeka, sekolah tidak lagi menjadi sistem rigid berpagar tinggi, yang tidak dapat menerima masukan atau metode pendidikan dari luar sekolah.
Dalam pesannya, menteri pendidikan Nadiem Makarim menjamin kebebasan bagi sekolah untuk merancang dan menerapkan kurikulum operasionalnya sendiri, sesuai dengan kemampuan sekolah, kondisi siswa dan lingkungan tempat sekolah tersebut berada.
Keputusan penting ini menjadi tonggak yang memberi peluang bagi orang tua dan lingkungan sekolah untuk turut berperan aktif sekaligus mengawasi proses belajar di suatu sekolah. Orang tua dapat didorong untuk lebih aktif berkomunikasi dengan sekolah. Turut serta dalam proses pendidikan anak, tidak hanya di rumah melainkan juga di sekolah.Â
Konflik kekerasan orang tua terhadap guru akibat kesalahpahaman dan perbedaan metode pendidikan dapat dihindari sedini mungkin. Demikian juga, dengan keterlibatan orang tua di sekolah diharapkan dapat mencegah hingga seminimal mungkin peluang terjadinya tindak kriminal guru terhadap muridnya.
Lingkungan juga dapat memegang peranan lebih dalam pendidikan di suatu sekolah. Di daerah pesisir misalnya, sekolah dapat meminta pejabat pelabuhan, pelaut, peneliti, kepala desa atau bahkan nelayan, untuk dapat terlibat dalam pendidikan dengan memberi pelajaran mengenai lingkungan atau profesinya.
Adanya tiga unsur yang berperan dalam proses pendidikan yaitu: keluarga, sekolah, dan lingkungan, baik disengaja atau terjadi secara alami memberi pengaruh kepada siswa sekolah, sebetulnya sudah disadari oleh sekolah dan guru. Tetapi, untuk melibatkan ketiga unsur tersebut dalam proses operaionsl kurikulum pendidikan formal tidak lah mudah. Terlebih selama puluhan tahun kurikulum pendidikan Indonesia didikte oleh pemerintah pusat.Â
Sekolah dan pelaksana pendidikan di tataran mikro, yaitu: guru, kepala sekolah dan tenaga administrasi, selama ini terbiasa untuk hanya melaksanakan apa yang sudah dirancang dan diperintahkan oleh SOP pelaksanaan pendidikan dan birokrat.
Karenanya, butuh proses dan adaptasi yang tidak sebentar, agar suatu sekolah dapat memberikan peran bagi setiap unsur dalam segitiga untuk terlibat dalam kurikulum oprasionalnya.
Langkah yang dapat diambil untuk mempercepat di antaranya: sekolah memetakan kondisi orang tua siswa. Pada dasarnya semua orang tua murid harus dilibatkan dalam desain kurikulum operasional sekolah. Tetapi tidak semua orang tua siswa merupakan orang yang memahami pendidikan dan dapat memberikan usulan konstruktif bagi kurikulum. Karena itu, beberapa orang yang dinilai memiliki kapabilitas, diprioritaskan untuk diajak diskusi dan diberikan waktu untuk memberikan usulan, harapan, atau pun rancangan metode yang baik. Nantinya masukan ini dimasukkan oleh pihak sekolah ke dalam rancangan kurikulum.
Pemetaan lingkungan juga menjadi hal yang harus dilakukan sebelum merancang kurikulum sekolah. Lingkungan tempat tinggal, apakah dekat laut, daerah gunung, atau perkotaan, kondisi ekonomi masyarakat, profesi mayoritas peserta didik, merupakan data-data yang harus dikumpulkan sebagai dasar bagi desain kurikulum.