Sebuah iringan kendaraan dengan sedan hitam sebagai pusatnya melintasi jalanan di tengah puing-puing bangunan. Di dalam sedan hitam itu duduk Presiden Turki, Recep Tayyep Erdogan, yang sedang meninjau bencana gempa di kota Pazarcik. Iringan itu langsung menuju markas besar kepolisian setempat guna membicarakan penanganan gempa.
Di tengah kunjungannya ke pusat bencana, interaksi Erdogan dengan publik relatif terbatas. Meskipun demikian Presiden Erdogan menyempatkan diri keluar sebentar dari mobilnya, memberi penghiburan kepada warga.
 "Apa yang sudah terjadi, terjadilah, ini sudah takdir (Illahi)" Kata Erdogan menghibur warga di Pazarcik. Kata-kata yang sama, seperti yang diucapkannya beberapa bulan lalu usai ledakan tambang batubara yang dikelola perusahaan milik pemerintah Turki.
Wilayah Turki menderita paling parah akibat Gempa 7,8 Skala Richter, yang mengguncang Turki dan Syria pada Senin, 6 Februari silam. Setidaknya 17 ribu orang di Turki Tewas, dari total perkiraan 20 ribu orang ( data npr.org tanggal 9/2). Jumlah itu kemungkinan masih terus bertambah.
Erdogan sendiri mengunjungi langsung lokasi bencana pada hari Rabu 8 Februari, 2 hari setelah guncangan.
Dalam pernyataan pers-nya Erdogan kemudian mengakui adanya kekurangan pemerintahannya dalam mengatasi gempa tersebut. Ia menilai pemerintahan lambat melakukan penanganan bencana. Namun demikian di saat yang sama, sebagaimana dikutip reporter BBC, Erdogan melakukan pembelaan dengan mengatakan "Tidak mungkin untuk bisa siap menghadapi bencana sebesar ini".
Pernyataan Erdogan mengundang kemarahan publik, utamanya pemimpin oposisi.
"Kalau ada pihak yang harus diminta pertanggung-jawaban, Erdogan lah orangnya" Kata Kemal Kilicdaroglu, Pemimpin utama kubu oposisi di Turki.
"Pemerintah Turki sama sekali tidak siap menghadapi gempa ini." Kata Soli Ozel, seorang pengajar di Kadir Has University, Istambul.
Pemimpin-peminpin oposisi menilai Erdogan tidak belajar dari gempa Turki tahun 1999. Saat itu lebih dari 18.000 warga Turki tewas. Ironisnya, gempa itu pula yang meroketkan popularitas Erdogan hingga menjadi penguasa Turki 4 tahun berselang. Terima kasih untuk isu-isu rekonstruksi pasca bencana yang diusungnya saat itu.
Pihak oposisi terutama menyoroti ketiadaan dana darurat untuk bencana alam besar. "Selama 20 tahun berkuasa, Erdogan tidak pernah membuat rencana dan persiapan menghadapi bencana" lanjut Kemal Kilicdaroglu, yang tengah mencalonkan diri sebagai kandidat Presiden tahun ini. Berupaya menghentikan ambisi Erdogan melanjutkan 20 tahun kekuasaannya.
Hancurnya bangunan-bangunan juga menjadi perhatian. Beberapa apartemen, bangunan publik dan infrastruktur yang dibangun di era Erdogan turut hancur. Padahal bangunan tadi seharusnya tahan gempa, sehingga memunculkan kecurigaan korupsi di tubuh pemerintahan Erdogan.
Lain Di Turki, Lain Di Indonesia
Selama mengemban jabatan presiden, Jokowi sudah melewati berbagai macam bencana alam. Tidak hanya satu kali gempa, gunung meletus, banjir, tanah longsor, hingga bencana artifisial seperti kebakaran hutan pernah terjadi. Yang terbaru Gempa Cianjur 2022. Lalu sebelumnya ada bencana berskala nasional, Gempa NTB 2018.
Ada perbedaan mencolok dari cara Jokowi dengan Erdogan dalam menangani gempa.
Dibanding Turki yang luasnya kurang dari 800 ribu kilometer persegi, Indonesia memiliki luas lebih dari 5 juta kilometer persegi. Tetapi ketika terjadi gempa, di wilayah mana pun di Indonesia, Jokowi tidak menunggu 2 sampai 3 hari untuk mengunjungi pusat bencana.
Di Cianjur misalnya. Terjadi gempa pada tanggal 21 November 2022, Â keesokan harinya 22 November Jokowi sudah diberitakan hadir di tenda pengungsian.Â
Di NTB, ketika terjadi gempa pukul 06.47 tanggal 29 Juli 2018, hari itu juga pukul 15.00 Jokowi sudah mendarat di NTB guna membahas penanganan pasca bencana. Presiden memberi perintah untuk langsung terbang ke Lombok usai kunjungan kerjanya di Makasar.Â
Jokowi memang tidak selalu datang esok harinya setiap kali Lombok diguncang gempa. Tetapi perhatiannya kepada gempa Lombok tidak berarti berkurang. Berkali-kali Jokowi mengunjungi lombok pasca gempa, bahkan Jokowi sampai menonton penutupan Asian Games dari layar televisi di lombok bersama para pengungsi. Acara yang sejatinya jauh-jauh hari sudah direncanakan untuk dihadiri langsung presiden RI.
Pasca bencana itu, pembangunan di NTB dilakukan lebih massif. Bandara internasional diresmikan, sirkuit baru dibuat, infrastuktur ditambah, investasi dan pembangunan hotel dipermudah. Wisata NTB diperkuat, daerah yang tadinya terpinggirkan dan sulit dijangkau, menjadi mudah diakses. MotoGP dan Superbike 2022, dilakukan di Mandalika, yang merupakan wilayah NTB.
Yang menarik untuk dicatat, pada dua kali pemilu Jokowi selalu kalah di NTB dengan jumlah suara separuh dari lawannya.
Perbedaan berikutnya adalah, pernyataan awal setiap menghadapi bencana. Pernyataan pembuka yang selalu disampaikan Jokowi ketika menghadapi adalah: "turut berduka-cita". Potret empati kepada keluarga korban.
Setelah itu Jokowi menyampaikan langkah yang diambil pemerintah guna mengatasi gempa, dengan menyebutkan orang atau pihak yang diberi amanah memegang tanggung jawab dalam menangani gempa.Â
Di Lombok, warga dibangunkan rumah tahan gempa, guna persiapan jika di masa depan gempa kembali melanda. Sementara di Cianjur, warga direlokasi dari wilayah rawan gempa.
Jokowi memang bukan aktor utama yang menangani gempa, ada BNPB dan lembaga terkait yang lebih berperan. Kita patut berbangga karena negara kita banyak belajar dan lebih siap menangani bencana sejak tragedi Tsunami 2005 silam.
Namun demikian sebagai pemimpin Jokowi menjalankan perannya. Dari pernyataan pembuka hingga penanganan bencana, langkah Jokowi terukur. Bandingkan dengan Erdogan yang ketika menghadapi bencana, selalu mengaitkannya dengan takdir sebagai kata penghibur.
Manajemen penanganan bencana pemerintahan Jokowi membuat kursi Jokowi tahan gempa. Malahan kursi Jokowi makin kukuh setelah gempa. Atau mungkinkah sebaliknya, justru kursi Jokowi-lah yang meredam gempa di Bumi Indonesia?
Sementara itu satu kali Gempa Turki, kekuatannya lebih besar dari perkiraan Erdogan, karena turut menggoyang kursi kepresidenannya. Jika gempa tahun 1999 mengangkat Erdogan ke puncak kekuasaan Turki pada 2003, mungkinkah gempa juga yang menurunkan Erdogan dari kekuasannya?
Tanggal 14 Mei tahun ini, jika tidak ada aral melintang Turki mengadakan pemilu untuk memilih anggota parlemen dan presiden. Â Erdogan berambisi untuk melanjutkan 20 tahun kekuasaannya, tetapi nampaknya kali ini kata-kata favoritnya: takdir, yang menghalangi.
Sumber bacaan
https://www.youtube.com/watch?v=x9sX0D953Fk
https://www.bbc.com/news/world-europe-64577371
https://www.bbc.com/news/world-europe-64566296
https://www.bbc.com/news/world-europe-64548985
https://www.npr.org/2023/02/09/1155647266/turkey-earthquake-erdogan-government-response-criticism
https://www.bnpb.go.id/berita/presiden-jokowi-kunjungi-tenda-pengungsi-korban-gempa-di-cianjur
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI