"Kok di atas Ratangga?" Saya bertanya-tanya ketika mendapatkan berita pertemuan Jokowi dengan Prabowo. Pasca pemilu 2014 lalu rekonsilasi Jokowi-Prabowo dilakukan di Istana. Kali ini setelah kompetisi 2019 yang lebih ketat, lebih keras dan berdarah-darah, rekonsiliasi justru dilakukan di atas moda transportasi. Itu seperti turun kasta. Â
Dalam kondisi genting dan perang, memang pernah tercatat pertemuan pemimpin negara di atas kereta. Barangkali saya yang kurang informasi, saya belum menemukan sejarah dua orang kandidat presiden melakukan pertemuan tingkat elit di atas sebuah moda transportasi umum, di tengah kota, dan tidak dalam kondisi darurat.
Tetapi keliru, jika ada yang berpandangan itu merendahkan martabat, baik bagi Prabowo maupun Jokowi. Sebab pertemuan di atas kereta Moda Raya Terpadu (MRT) yang tengah melaju mengiris sisi Jakarta itu mengandung banyak simbolisasi.
Pertama, foto berdua dan sama-sama mengenakan baju putih, tanpa ada pihak lain yang terlihat menemani. Meskipun di sekitarnya pasti penuh sesak dan dikelilingi ajudan, setidaknya kebersamaan mereka berdua yang menonjol pada foto-foto yang dipublikasikan. Â
Ini menggambarkan keakraban sebagai simbol persahabatan dua orang yang pernah bertarung keras, mengerahkan segala daya di kancah politik pilpres, baik kasat mata maupun tidak. Meskipun beberapa peristiwa pasca pemilu 2019 menunjukan hal yang kurang elok, tetapi keakraban kedua pemimpin tersebut memberi pesan pulihnya hubungan pribadi keduanya. Â
Kedua, Simbolisasi Ratangga sebagai kendaraan rakyat. Pertemuan di atas kereta itu bukan pertemuan pemenang pilpres dengan pihak yang kalah. Melainkan pertemuan dua orang rakyat Indonesia. Â Dua orang rakyat yang "kebetulan" ditakdirkan untuk menjadi kandidat presiden. Dua orang kandidat presiden tersebut adalah rakyat biasa, dan tetap rakyat Indonesia dengan mengemban amanahnya masing-masing.
Ketiga, simbolisasi Ratangga sebagai transportasi modern. Ini seperti sebuah perjalanan menuju Indonesia masa depan. Selama bertahun-tahun kereta dalam kota hanyalah KRL Bogor-Jakarta. Keberadaan Ratangga merupakan tiang pancang bagi Jakarta untuk bertransformasi menjadi kota modern dengan sistem angkutan yang lebih maju, mengikuti metropolitan lain di dunia. Pertemuan kedua pemimpin di atas moda transportasi modern adalah simbol kesiapan Indonesia, diwakili oleh Jakarta, menjadi negara yang lebih maju.
Keempat, Pertemuan itu menjadi sarana promosi penggunaan angkutan massal. Ini merupakan simbol ajakan untuk menggunakan angkutan umum. Tidak pelak lagi, Ratangga akan menjadi pusat perhatian selama beberapa hari. Bukan hanya di ruang lingkup nasional, melainkan promosi di tingkat Internasional. Beberapa media asing seperti BBC dan straittimes diketahui ikut mengangkat berita pertemuan tersebut. Â Promosi yang sangat baik tentang kenyamanan dan upaya peningkatan penggunaan tranportasi massal bagi masyarakat.
Kelima, pertemuan ini dilakukan siang hari di tengah hiruk pikuk dan kesibukan Jakarta. Ini merupakan simbolisasi pemulihan keamanan kota Jakarta pasca berbagai huru-hara yang melanda. Pesan utamanya adalah: Jakarta sudah pulih. Â
Keamanan Jakarta yang selama ini menjadi pusat kekhawatiran bagi banyak pihak dapat dinetralisir melalui pertemuan tingkat elit kedua kandidat presiden tersebut. Aura keakraban dan perdamaian keduanya diharapkan dapat menular ke sekelilingnya, mendinginkan suasana yang masih relatif panas di akar rumput. Â
Pada kesempatan ini Prabowo pun mengucapkan selamat atas kemenangan pilpres Jokowi secara langsung. Mengindikasikan sikap ksatria seorang negarawan. Politik ditepikan, tidak terkait dengan perasaan dan hubungan pribadi keduanya. Bagaimana pun juga kepentingan negara dan bangsa berada di atas harkat golongan, perasaan pribadi dan kepentingan sesaat. Perdamaian dan ketentraman bangsa dan negara lebih utama.