Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Revitalisasi Ipoleksosbudhankam di Era Digital Milenial (Antara Senyum Monalisa dan Senyum Jenderal Besar)

19 Juni 2019   07:40 Diperbarui: 12 Februari 2023   20:57 1821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demikian halnya untuk gangguan keamanan yang berpotensi meluas, Mbah Jenderal tidak pandang bulu menjatuhkan vonis mati. Kasus-kasus penindakan kekacauan seperti tragedi Tanjung Priok, Kasus Talangsari hingga penembakan misterius (Petrus) adalah upaya meredam dan melokalisir gangguan keamanan.

Hebatnya, pelaksanaan stabilitas Ipoleksosbudhankam sangat berhasil, battle proven. Terbukti nyata mengawal stabilitas negara. Bagaimana pun 32 tahun bukan waktu yang singkat untuk duduk di kursi tertinggi sebuah negara besar. Ingat ya, ganti kata "negara" dengan "kekuasaan Bapak"! Bahkan Bung Karno pun tidak bisa melakukannya.

Tujuh kata itu adalah satu kesatuan utuh yang saling mengait satu sama lain. Ironisnya, kekuasaan Sang Jenderal Besar kemudian tumbang dimulai dari (3) Krisis Ekonomi, lalu menjadi (4) Konflik Sosial, diikuti (7) Gangguan Keamanan yang meluas, dan akhirnya menjadi (2) Ketidakstabilan Politik.

Saya tertawa, ketika seorang kawan mengatakan saya berlebihan dan paranoid karena melakukan analisa ancaman konflik Suriah di negara kita. Padahal saya mengikuti teori yang sudah terbukti saat dipraktikkan oleh Jenderal Besar. Dia mengutip kalimat seorang ustad ngetop saat menjawab pertanyaan Kapolri: "konflik Suriah dapat terjadi di negara kita jika rasa keadilan dan penegakkan hukum tidak berjalan dengan baik".

Meskipun beliau ustad terkenal yang memiliki jutaan jamaah, saya sangat tidak setuju dan menolak teori beliau, bahwa ancaman terhadap negara berasal dari rasa keadilan penegakan hukum. Itu teori yang tidak memiliki dasar, ustad tersebut tidak paham Ipoleksosbudhankam. Mungkin dulu beliau tidak pernah ikut penataran P4 seperti saya.

Teori yang tidak battle proven tidak perlu diikuti, meskipun itu keluar dari mulut ustad ternama. Kita tahu di era Orde Baru hukum adalah mainan penguasa, tidak ada keadilan hukum. Orba menjaga kestabilan Ipoleksosbudhankam dengan tangan besi, dan negara mampu melewati lebih dari 30 tahun dalam kestabilan. Meskipun mencekam.

Belajar dari era Orde Baru, penting bagi pemerintah sekarang untuk melakukan revitalisasi mantera Ipoleksosbudhankam. Tujuh kata keramat itu adalah pintu masuk bagi pihak-pihak yang akan melakukan ancaman terhadap negara. Terlebih di era digital, ancaman terhadap negara deras mengalir di jalur media sosial. Kali ini negara yang benar-benar negara, ya.

Penanaman pemahaman Ipoleksosbudhankam kepada aparat, PNS, perguruan tinggi, dan masyarakat perlu diperkuat seperti saat orde baru berjaya. Mumpung sekarang belum terlambat. Soal pelaksanaannya, mustahil kita ingin mengulang kenangan pahit masa silam. Era saat semua orang tunduk dengan mulut dibungkam memandang Senyum Monalisa, eh Senyum Sang Jenderal. Bagaimana pun itu terlalu kelam untuk diulang. Tapi sejarah ada untuk menjadi pelajaran, demikian juga sejarah era Orde Baru.

Supaya setiap warga negara, khususnya alat-alat negara non polisi dan militer, mau turut serta berperan menjaga stabilitas negara. Tentu bukan dengan menembak mereka atau menculiknya, tetapi memperkuat informasi dan pemberian paham tentang kenegaraan. Karena lemahnya pemahaman kesadaran bernegara di masyarakat dan sebagian aparaturnya telah berada pada titik mengancam negara. Sekali lagi ini negara dalam arti yang sebenarnya.

Minimal masyarakat sadar untuk tidak aktif melakukan ancaman terhadap negara dan simbol-simbol negara. Atau lebih minimal lagi, tidak menjadi pembela mereka yang membuka kotak pandora kegoncangan Ipoleksosbudhankam.

Hari ini kita perlu menumbukan kesadaran Ipoleksusbudhankam dengan rasa yang berbeda, sebut saja Ipoleksosbudhankam rasa milenial. Demi menjaga Indonesia Raya yang damai dan aman. 

Mengutip Chairil Anwar, agar negara kita hidup 1000 tahun lagi.

Irpanudin

Bogor, 19 Juni 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun