Ilustrasi lain mengenai pekerjaan lembaga survey saya sajikan dalam narasi berikut ini.
Bayangkan anda adalah direktur sebuah pabrik makanan ringan dan berencana meluncurkan produk baru ke pasar. Sebut saja Keripik Jengkol Rasa Barbeque.
Kalau produk itu anda lempar ke pasaran tanpa kepastian laku atau tidaknya, resikonya sangat tinggi. Tidak hanya kerugian bahan baku, waktu, tenaga, biaya distribusi dan biaya promosi yang harus anda tanggung akan sangat besar kalau produk tersebut ternyata tidak disukai pasar.
Lalu bagaimana cara mengetahui respon pasar terhadap produk Jeripik Jengkol Barbeque itu? Hubungi lembaga survey. Mereka akan bekerja, mengambil sampel, melakukan perhitungan matematis untuk mengetahui apakah produk tersebut layak dijual atau tidak.  Lalu menunjukkan dengan angka statistik  tingkat kesukaan masyarakat terhadap calon produk anda.
Keputusan akhir ada di tangan anda sebagai pemegang wewenang di pabrik. Tapi kalau menurut studi lembaga survey Keripik Jengkol Barbeque itu tidak akan diserap pasar, sebaiknya produk itu tidak diproduksi massal daripada anda rugi besar.
Sebutlah lembaga survey sebagai juru ramal. Tapi tidak sama dengan dukun yang bermodalkan penerawangan batin, bola kaca, dupa, atau mantera, lembaga QC menggunakan metode ilmiah dan perhitungan matematika-statistika untuk melakukan ramalannya.Â
Lalu, seperti kasus Jengkol Barbeque anda, hasil QC tidak memberi legitimasi atau menjadi acuan untuk perhitungan resmi suara pemilu. Keliru kalau anda menganggap hasil QC bisa jadi dasar untuk perhitungan resmi yang sah dan berkekuatan hukum. Bukan itu fungsi QC.Â
QC adalah bentuk partisipasi masyarakat untuk menyajikan informasi mengenai hasil pemilu secara cepat dan akurat jauh sebelum hasil resmi diumumkan. Selama ini, semenjak pemilu 2004 lembaga QC resmi tidak pernah meleset menebak pemenang pilpres, nilai kemenangannya pun hanya berselisih sedikit dengan nilai QC.
Apakah ramalan QC tidak mungkin salah?
Tentu saja sebagai hasil pekerjaan manusia dan perhitungan matematis, QC bisa salah. Karena itulah terdapat nilai yang disebut margin error. Nilai margin error itulah yang menentukan seberapa besar kesalahan yang mungkin terjadi pada nilai QC. Misal, jika nilai perhitungan QC 45% memiliki margin error 2% maka kemungkinan nilai real count adalah antara 43% - 47%. Â Mungkin juga angka di luar rentang itu, tapi bisa dibilang itu mustahil.
Semakin kecil nilai margin error, semakin dekat nilai QC terhadap Real Count. Dalam kasus pemilu, jika rentang selisih hasil QC antara calon yang berlaga sangat jauh, lembaga survey akan sangat percaya diri mengumumkan hasilnya.