"Di dunia ini hanya ada 10 tipe manusia: tipe pertama, mereka yang hanya mengenal bilangan biner, sisanya orang yang tidak tahu sistem biner" (Katasaya)
Ust. Baasyir konon menolak sumpah setia kepada Negara Republik Indonesia dan falsafah negara Pancasila sebagai syarat pembebasannya. Sumpah setia Ust. Baasyir hanya untuk Islam, bagi Ust. Baasyir pandangan selain dari Al-Quran dan Al-Hadits adalah taghut. Bagi Ust. Baasyir Islam dan Pancasila merupakan dua kutub yang berseberangan, bisa jadi terlihat seperti angka biner.
Terlepas dari benar dan salahnya ust. Baasyir dari sudut hukum, saya tidak dalam posisi atau memiliki hak untuk menghakimi Ust. Baasyir. Tapi satu hal yang tumbuh menjadi pertanyaan dalam diri saya pribadi: Benarkah Pancasila bertentangan dengan Islam? Sampai ada pihak yang menyatakan bahwa kesetiaan kepada negara berdasarkan Pancasila merupakan dosa besar.
Sebagian (besar) ulama kontemporer di negara ini tidak sependapat dengan Ust. Baasyir, dengan menunjukkan nilai-nilai Pancasila justru merupakan nilai-nilai Islam. Kelima sila pancasila sesungguhnya termaktub dalam Quran. Menjadikan Pancasila seolah sebagai lawan Islam, Quran dan syariat, dinilai sebagai pemikiran yang tidak tepat.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa jelas merupakan perwujudan dari kalimah tauhid. Salah satunya surat favorit para imam sholat, Al-Ikhlas, merupakan surat yang di dalam ayat-ayatnya terkandung isi dari sila ini.
Sementara sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memiliki tiga kata kunci yaitu: kemanusiaan, keadilan dan adab (akhlak). Ketiganya justru merupakan inti dari Quran, dan pesan utama yang dibawa ajaran Rasulullah SAW. Salah satunya QS. Al-Hujurat (49) ayat 9 yang berbunyi: Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Bahkan dikatakan dalam sebuah hadits, bahwa tidaklah Rasulullah diutus ke muka bumi melainkan untuk menyempurnakan akhlak manusia, baik akhlak terhadap Tuhannya, akhlak terhadap lingkungan, dan (yang digarisbawahi) akhlak terhadap sesama manusia.
Sama halnya dengan Sila Persatuan Indonesia. Dalam QS Ali Imran(3) ayat 103, dinyatakan perintah Allah SWT kepada manusia untuk menjaga persatuan dan menjaga persaudaraan. Termasuk di antara ini tentunya persatuan dan persaudaraan sebangsa, untuk bekerjasama membangun negara dan mencapai tujuan bersama.
Sila ke-empat "kepemimpinan melalui musyawarah dengan hikmat dan kebijaksanaan" yang mengandung tiga kata kunci: Musyawarah, Hikmah, dan Kebijaksanaan, merupakan solusi untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan pandangan yang menjadi keniscayaan dalam hidup bermasyarakat.
Bermusyawarah, berembug, berdialog dengan mengedepankan nilai-nilai kebaikan dan kepentingan bersama, itulah maknaya. Inti sila ke-4 ini sejalan dengan Quran Al-Syura (42): 38, yang memerintahkan manusia untuk memutuskan berbagai persoalan kehidupannya dengan mengedepankan musyawarah.
Terakhir sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjadi dasar bagi negara untuk melakukan pemerataan ekonomi masyarakat, mengajak orang kaya untuk berbagi dan mengangkat mereka yang lemah secara ekonomi. Ini malahan merupakan bagian dari rukun Islam dalam rukun zakat. Perintah untuk berbagi dengan sesama dan memajukan kesejahteraan umum, tidak bisa dipungkiri juga merupakan inti dari ajaran Islam di bidang ekonomi.
Ketika ada kalangan yang menolak Pancasila dengan alasan bahwa Pancasila merupakan taghut, ini sebuah paradox yang membingungkan. Karena nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sesungguhnya juga nilai-nilai yang ada dalam Qur'an, di bagian mana yang bertentangan? Kurang dan salahnya pancasila ada pada manusia dan tataran penerapannya, bahkan Qur'an juga mengalami distorsi semacam itu karena ada orang yang menafsirkan Quran sebagai pembenar untuk meledakkan bom secara serampangan.
Jika menyatakan setia kepada Pancasila sama artinya dengan setia kepada taghut, apakah polisi, tentara, pejabat, dan pegawai-pegawai negara yang selalu diambil sumpah untuk setia kepada Pancasila sebelum bertugas menjadi auto kafir? Apakah rakyat beragama Islam seperti saya, yang makan, minum, dan berak di negara ini, berarti harus memusuhi negara karena negara ini berdasar Pancasila?
Saya sangat meyakini Ust. Baasyir bukan orang bodoh. Beliau malah sangat pintar dan berpendidikan jauh di atas rata-rata orang Indonesia. Bagaimana tidak? Beliau merupakan alumni Pondok Pesantren Darussalam Gontor di akhir 1950-an, lulus perguruan tinggi di tahun 1960-an, di masa itu termasuk kalangan elit yang jumlahnya hanya segelintir.
Terlebih pengalamannya melintasi batas-batas negara, aktivitasnya merentang dari menjadi guru, aktivis organisasi, pemimpin pergerakan, hingga ideolog. Berragam kegiatan itu pula yang membuat penjara seakan menjadi rumah kedua bagi Ust. Baasyir. Oleh intelijen negara, Ust. Baasyir dianggap sebagai gurunya para teroris yang paling berbahaya.
Tapi pintar intelek tentu tidak cukup untuk jadi panutan. Aduhai,... ustadz. Sepengetahuan saya, yang hanya mengenal angka nol dan satu, on dan off, ya dan tidak, adalah benda bernama komputer, bukan manusia. Saya manusia, jadi tidak mengerti sistem biner versi ustadz.
Bogor, 25 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H