Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Terungkapnya Sisi Lemah Jokowi Dalam Acara Makan Siang

18 Desember 2015   17:09 Diperbarui: 18 Desember 2015   18:47 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Makan bersama Presiden Indonesia tidak pernah ada dalam impian saya, tidak juga saya menginginkannya. Tetapi ketika diundang makan siang di Istana Negara Sabtu lalu, hanya perlu berpikir tidak lebih dari 1 detik untuk menyambar kesempatan langka itu.

Ini kali kedua saya bertemu sosok Jokowi. Saya pikir aura pertemuan kali ini akan berbeda dengan pertemuan saat Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Saya ingat kata-kata Abraham Lincoln: “Bila kamu ingin menguji karakter seseorang, berilah dia kekuasaan”. Menarik sekali melihat Jokowi mengatasi ujian kekuasaan. Dari seorang walikota di sebuah kota kecil, menjadi gubernur ibukota, lalu menjadi orang nomor satu di republik ini dalam waktu yang relatif sangat singkat.

Saya masih ingat meskipun didaulat sebagai pembicara dalam sebuah acara, Jokowi bukan sosok yang boros kata-kata seperti kompasianer. Tutur bahasanya lembut dan lambat khas Solo, ketika membahas sesuatu Jokowi langsung menuju inti permasalahan tanpa banyak basa-basi. Tetapi yang paling menonjol dari karakter Jokowi adalah kehangatannya, keakrabannya dengan masyarakat dari kalangan apa pun. Saat berjalan di kerumuman orang Jokowi akan berjalan lambat menyesuaikan dengan keramaian, menyambut uluran tangan setiap orang sambil konsisten maju melangkah.

Selama ini pendapat para haters tentang karakter Jokowi selalu berpusing pada pandangan semua hal yang dilakukan Jokowi adalah pencitraan. Gema “Jokowi Koppig” dari seorang petinggi negara seolah menjadi indikasi mungkin Jokowi berubah seperti adagium Lincoln. Saya berkeyakinan bahwa karakter orang tidak bisa ditiru. Sesuatu yang tidak asli dan pura-pura semata tidak akan bertahan lama, pertemuan di acara makan siang kali ini merupakan kesempatan membuktikan teorema pencitraan Jokowi yang masih awet bertahan.

Ruang tamu istana negara disulap menjadi restoran, meja-meja kecil berbentuk bulat ditata menyebar. Wajah-wajah orang yang pernah memimpin negeri ini terpajang di sekitar tiang. Tidak lama setelah saya duduk tepat di bawah foto Bung Karno, protokoler istana mempersilahkan hadirin untuk berdiri menyambut presiden. Jokowi menyambut kehadiran kami, tetapi tidak lama kemudian suara Bariton Jokowi mengajak kami segera menikmati hidangan yang tersedia.

Hidangan traktiran dari seorang presiden ternyata makanan yang biasa kita temui di warung. Ada nasi kebuli, sate, lontong, ayam, beberapa hidangan khas Indonesia dan yang paling mewah cuma sop buntut. Ah,... Para hater pasti mengatakan sudah jadi presiden saja Jokowi pelitnya minta ampun. Padahal kalau pun disajikan masakan Perancis seperti dalam artikel : Kuliner Indonesia a la Perancis, orang Indonesia paling juga cuma doyan “Se Mouire Jaink Ole”.

Setelah selesai makan dan acara dilanjukan dengan pertanyaan dari beberapa blogger pilihan, saya perhatikan Jokowi memberi perhatian penuh setiap pertanyaan sambil mencatatnya pada lembar-lembar kertas mirip kartu yang sudah disiapkan sebelumnya. Tawanya melebar ketika seorang kompasianer dengan gagah berani mengakui dia adalah pengarang buku “Prabowo Presidenku”.

Dari delapan penanya, satu persatu dijawab tanpa terlewat. Bahasa yang digunakan sederhana, tidak bertele-tele, tanpa satu pun selipan bahasa asing. Seperti yang saya ingat: irit, langsung menuju titik persoalan, masih seperti Jokowi yang biasa.

Menariknya, persoalan yang dikemukakan itu tidak selesai di perbincangan meja makan. Jokowi berjanji untuk merealisasikan usulan mengajak serta dua orang blogger mengikuti kunjungan kerja Jokowi. Supaya masyarakat mendapat sudut pandang berbeda tentang kerja presiden, bukan cuma dari tulisan media. Jokowi sangat mengapresiasi meski usulan itu berasal dari orang yang pernah mendukung pesaingnya dalam pemilihan presiden lalu. Menurut Jokowi “Kompetisi politik sudah berakhir, sekarang saatnya bekerja”.

Persoalan lain yang sangat mendapat perhatian adalah perbaikan buruknya pelayanan TKI di Hongkong. “Tidak mudah merubah budaya kerja pegawai negara, dari hasrat dilayani menjadi melayani” ungkap Jokowi. Beberapa hari kemudian, rekan kompasianer tersebut mendapat telepon dari pemerintah sebagai tindak lanjut dari usulannya dalam acara makan siang tersebut.

Dalam kesempatan itu Jokowi mengajak setiap orang untuk melupakan sisa persaingan politik, dan fokus memajukan Indonesia dengan perannya masing-masing. “Sekarang ini persaingannya sudah antar bangsa, antar negara, jangan sampai sesama saudara kita masih saja berantem”, kata Jokowi. Bagi para blogger, Jokowi mengajak untuk menularkan semangat optimisme melalui tulisannya bahwa bangsa ini bisa maju dan memenangkan persaingan dengan bangsa lain.

Sisi lemah Jokowi terlihat nyata ketika acara memasuki sesi pemotretan. Ekspektasi saya adalah foto bersama itu dilakukan bersama 100 orang lain, atau dibagi paling tidak 4 kelompok. Tapi justru Jokowi yang mengusulkan per meja, padahal saat itu ada sekitar 15- 16 meja. Tentu saja itu disambut dengan suka cita oleh kompasianer yang narsisnya sudah mencapai taraf tidak mungkin sembuh.

Tidak selesai sampai di situ. Jokowi menyanggupi ketika salah seorang kompasianer meminta Jokowi menandatangani surat undangannya. Akibatnya mudah ditebak, 99 kompasianer lain secara kompak mengeluarkan surat undangan dari istana untuk ditandatangani Jokowi.

Sebagai seorang presiden yang mesti mengurusi negara dengan jumlah penduduk nomor 4 di dunia, Jokowi bisa saja menolak permintaan itu. Tetapi beliau malah duduk di meja makan menandatangani surat undangan itu satu persatu. Cuma paspampres yang tidak setuju melihat Boss-nya memenuhi permintaan kompasianer, mereka memasang wajah sebel tanpa senyum tapi tidak berani melarang. “Mas, janjinya cuma foto loh” protes salah seorang anggota paspampres kepada Isjet.

Isjet dengan tanggap meminta Jokowi berhenti menandatangani surat undangan tadi. “Nanti yang lain pada iri” Kata Jokowi memasang wajah polos. “Kalau begitu dikumpulkan saja, nanti saya tandatangani” lanjutnya.

Sebagai salah seorang yang cukup kurang ajar mengumpulkan surat undangan untuk ditandatangani, saya sama sekali tidak berharap undangan itu akan kembali. Kalau untuk memenuhi permintaan blogger menandatangani surat undangan, rasanya terlalu mengganggu pekerjaan presiden mengurusi 250 juta penduduk Indonesia. Tetapi beberapa hari kemudian, datang kabar dari Isjet bahwa istana telah mengembalikan surat undangan tadi, lengkap dengan tanda tangan Jokowi.

Jokowi Koppig” kata seorang pejabat negara. Tapi rupanya keras kepalanya Jokowi berlaku ketika menyangkut hal-hal prinsipil yang terkait persoalan negara. Namun ketika menyangkut permintaan dan harapan rakyat Indonesia, Jokowi sangat lemah. Sebagai manusia biasa Jokowi tidak mungkin memenuhi segala hal, namun Jokowi berusaha keras untuk memenuhi permintaan setiap rakyat Indonesia. Meski pun itu cuma janji untuk persoalan kecil seperti tanda tangan.

 

Oleh-oleh dari makan siang di Istana

Bogor, 18 Desember 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun