“We need banking but we don’t need banks anymore. Do you think someday we can open bank account or ask for loan without physically have to come to the bank?” (Bill Gates - Microsoft)
Mulai Mei 2015 ini, tidak boleh ada transaksi dengan uang tunai untuk perdagangan ritel seperti toko pakaian, restoran, dan stasiun pengisian bahan bakar di Denmark. Pemerintah Denmark mengumumkan paling lambat tahun 2016 peraturan tersebut secara resmi telah diterapkan di seluruh wilayah Denmark, sekaligus menandai Denmark sebagai negara pertama di dunia yang menapak di era cashless society. Suatu tatanan masyarakat ketika uang yang selama ini kita kenal tidak lagi menjadi alat tukar yang digunakan dalam transaksi perdagangan.
Di saat yang sama, dimulai sejak Agustus 2014 silam, Bank Indonesia giat melakukan kampanye Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) di seluruh wilayah Indonesia, memacu target pertumbuhan non tunai sebesar 10% untuk mengikuti jejak negara-negara yang telah lebih dahulu mencanangkan cashless society. Dengan datangnya era tersebut, sebuah pertanyaan hadir: “ketika uang tunai sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia saat ini, pernahkah terpikir suatu saat kita hidup tanpa memegang uang sepeser pun? “
Seiring perkembangan teknologi, beberapa alat tukar pengganti uang yang lebih praktis, yaitu Kartu Kredit, Kartu Debet yang juga berfungsi sebagai kartu ATM, dan berbagai bentuk Uang Elektronik semakin umum digunakan. Dalam tugasnya sebagai regulator sistem keuangan, guna mengantisipasi pertumbuhan pengguna non tunai Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, dan PBI No. 16/8/PBI/2014 Tentang Uang Elektronik. Keduanya diterbitkan untuk merevisi peraturan-peraturan sebelumnya, menyesuaikan dengan perkembangan sosio-ekonomi dan teknologi, serta mendorong masyarakat untuk lebih memanfaatkan transaksi non tunai.
[caption="Beberapa Alat Transaksi Non Nunai (dok Pribadi)"]
[/caption]
Keuntungan Cashless Bagi Negara
“Everyone thinks cash is so simple and so easy and so fast and so secure. It’s NONE of those things. It’s really expensive to move it, store it, secure it, inspect it, shred it, redesign it, re-supply it, and round and round we go.” ( David Wolman - Pengarang Buku “The Death of Money” )
Tentunya ada alasan di balik usaha Bank Indonesia mendorong pemanfaatan non tunai di masyarakat. Bagi negara dan Bank Indonesia, meningkatnya transaksi non tunai memberikan beberapa keuntungan, berikut sebagian diantaranya.
Non tunai akan menghemat belanja negara untuk pengelolaan uang tunai. Seperti yang dikatakan David Wolman, uang tunai sesungguhnya sangat mahal. Setiap tahunnya, pengelolaan uang yang meliputi pencetakan, penerbitan, pengedaran, pencabutan dan penarikan, serta pemusnahan uang tunai menelan biaya yang tidak sedikit. Tahun 2014 lalu Bank Indonesia mencatat pengeluaran Rp 3,5 Triliun Rupiah untuk pengelolaan uang. Dana yang diperoleh dari penghematan berkat meningkatnya transaksi non tunai, tentunya dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur ekonomi lain.
Non tunai akan membantu kontrol sistem moneter yang lebih baik. Dengan tercatatnya setiap transaksi non tunai di data perbankan, dapat diperoleh data kondisi moneter yang lebih akurat. Sehingga dengan data moneter tadi, pemerintah bisa merencanakan pembangunan ekonomi secara lebih baik dan memperkuat ketahanan ekonomi negara.
Non tunai akan mengurangi tingkat kejahatan. Kriminalitas yang paling dekat dengan tata kelola uang tunai adalah pemalsuan uang. Perkembangan teknologi menjadikan uang palsu dapat dibuat makin mirip uang asli, sistem identifikasi uang pun dituntut semakin rumit sehingga berimbas pada makin tingginya biaya pencetakan uang. Melalui penggunaan non tunai, pengawasan tindak pemalsuan uang akan lebih mudah karena minimnya pecahan uang bernilai besar yang beredar. Tidak hanya pemalsuan uang, non tunai juga membantu pengawasan untuk mengurangi tindak korupsi, suap, penghindaran pajak, dan aktivitas ekonomi ilegal.