Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama FEATURED

Industri Hulu Migas dalam Analisis Seorang Awam

15 Maret 2015   04:41 Diperbarui: 29 Agustus 2016   09:52 2405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
penerimaan migas vs subsidi energi nasional

Harga Bahan Bakar Minyak naik! Harga gas rumah tangga naik!

Bagi orang awam seperti saya, isu Minyak Bumi dan Gas (Migas) selalu terkait dengan kenaikan harga BBM bersubsidi (Solar dan Premium) serta Gas Elpiji. Saat industri Migas nasional terguncang karena Mahkamah Konsitusi membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) tahun 2013 lalu, bagi orang awam itu bukan hal yang istimewa. Kami bahkan tidak tahu apa dan peranan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), lembaga yang “menggantikan” BP Migas.

Industri hulu Migas adalah proses panjang yang tidak tampak di mata orang awam. Tak dinyana, meski kegiatannnya tak terlihat di pandangan, Industri hulu migas merupakan 30% sumber pendapatan negara. Tahun 2014 Industri hulu Migas Indonesia menyumbang Rp 320,25 Trilyun.

Kok bisa? Bukankah untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri saja Indonesia sudah harus membeli Minyak Bumi dari negara lain? Bagi orang awam seperti saya ini sebuah paradoks yang membingungkan.

Untuk mengetahui bagaimana industri hulu migas menghasilkan devisa, pertama-tama kita lihat tahapan kegiatan Industri Migas. Dari lima tahapan Industri Migas, kegiatan Ekplorasi (pencarian) dan Eksploitasi (pemanenan) termasuk golongan Industri Hulu. Sedangkan 3 tahapan lain yaitu: Pengolahan, Transportasi dan Pemasaran, digolongkan sebagai industri hilir migas.

proses industri hulu migas
proses industri hulu migas

Kebutuhan BBM dan gas untuk rumah tangga kian hari kian meningkat seiring kenaikan kemampuan ekonomi masyarakat. Sayangnya kemampuan produksi Migas nasional untuk memasok industri hilir justru semakin menurun. Bahkan diperkirakan dalam 11 tahun produksi minyak bumi Indonesia akan mencapai titik nol jika tidak ditemukan lokasi cadangan Migas baru.

SKK Migas dibentuk, antara lain untuk memaksimalkan penemuan cadangan Migas baru, mempercepat monetasicadangan Migas yang telah ditemukan, dan meningkatkan produksi migas nasional guna memenuhi kebutuhan BBM dan gas.

SKK Migas merupakan wakil negara yang berwenang melaksanakan tender pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Migas, menunjuk pihak swasta pemenang tender Kontrak Kerja Sama (KKS), sekaligus melaksanakan penandatanganan KKS. Kontraktor KKS nantinya akan bekerja melakukan eksplorasi dan ekploitasi. Migas hasil eksploitasi dijual kepada pihak yang ditunjuk oleh SKK Migas dengan mempertimbangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara. Di mana pendapatan negara diperoleh dari bagi hasil penjualan Migas, dan dari pajak Migas yang dikenakan pada hasil migas Kontraktor KKS.

tahapan kegiatan hulu migas
tahapan kegiatan hulu migas

Mencari cadangan minyak di tengah kepulauan seluas Indonesia seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Untungnya tidak seperti mencari jarum di tumpukan jerami, ada jejak-jejak dan tanda-tanda di bumi yang bisa dibaca dalam proses mencari cadangan Migas. Membacanya tentu tidak cukup dengan kacamata baca. Dibutuhkan studi Geologi dengan melihat struktur bumi, komposisi batuan, keterkaitan antar batuan dan mineral, serta berbagai aspek bumi guna memperkirakan daerah yang memiliki cadangan Migas.

Meskipun acapkali digambarkan berada di dalam “kantong dalam tanah", Migas di kedalaman bumi tidak berada di dalam tempat semacam danau atau wadah, melainkan berada di antara pori-pori batuan bercampur bersama air. Untuk itulah sampel-sampel batuan diambil untuk dianalisa dan diidentifikasi jenis serta kandungannya guna memastikan area yang diduga memiliki kandungan Migas.

Setelah suatu daerah diduga kuat memiliki cadangan Migas, eksplorasi dilanjutkan dengan studi geofisika untuk mengukur aspek-aspek fisik seperti medan elektromagnetik, gravitasi, atau medan magnetik bumi. Kadangkala melibatkan usaha peledakaan di dalam bumi, pemberian arus listrik ke dalam bumi, pemancaran radioaktif atau sinyal radar. Hasil pengukuran-pengukuran berbagai aspek geofisika ini nantinya menjadi bahan pembuatan peta seismik 2 dimensi maupun 3 dimensi, yang menggambarkan keadaan di bawah permukaan bumi.

Proses eskplorasi belum selesai dengan penemuan daerah mengandung cadangan Migas, harus dilakukan studi kelayakan untuk menentukan apakah suatu area memiliki nilai ekonomis atau tidak. Selain itu pun masih harus dilakukan pengeboran eksplorasi. Seluruh proses tersebut dilakukan untuk menghasilkan data kandungan Migas serta menentukan titik pengeboran seakurat mungkin. Titik pengeboran meleset beberapa ratus meter saja, Migas yang diharapkan tidak akan bisa diperoleh.

Setelah proses ekplorasi selesai, barulah eksploitasi Migas bisa dilakukan. Jangan dibayangkan eksploitasi Migas mudah. Mengebor bumi hingga kedalaman beberapa ratus hingga ribuan meter, menembus berbagai lapisan batuan dengan berbagai tingkat kekerasan membutuhkan perhitungan dan upaya yang berat. Pengeboran dilakukan hingga suatu kedalaman di mana diperkirakan minyak akan mengalir dan terperangkap lapisan batuan tertentu.

Pada sumur yang masih baru, Migas biasanya akan naik ke permukaan karena tekanan alami. Migas yang diangkat ke permukaan kemudian akan dipisahkan antara minyak dan gas. Jika cukup ekonomis gas akan dimanfaatkan, dan akan dibakar jika tidak bernilai ekonomis. Migas yang sudah dipisahkan dikumpulkan sebelum kemudian ditansportasikan ke terminal penampungan untuk selanjutnya di-refinasi (diolah).

Semakin tua sebuah sumur Migas, semakin banyak kadar air dalam sumur, tekanan alami juga berkurang. Untuk itu, seringkali diperlukan tekanan buatan untuk mengangkat Migas ke permukaan bumi. Sehingga pada sumur-sumur tua yang membutuhkan pompa, ongkos produksi akan lebih tinggi dan harus dikaji apakah sebanding dengan Migas yang dihasilkan. Sayangnya sumur-sumur Migas Indonesia saat ini sudah banyak yang masuk kategori tua.

[

sumur dengan tekanan alami dan buatan
sumur dengan tekanan alami dan buatan

Proses industri hulu Migas sangat panjang dan kompleks, tapi hasil yang diperoleh lebih dari sebanding. Misalnya, Blok Mahakam yang ditemukan tahun 1967 dan mulai dieksplorasi tahun 1974, memiliki cadangan Terbukti dan Potensial (2P) 1,68 Miliar Barel Minyak bumi dan 21,2 triliun kaki kubik (TCF) Gas Alam, serta telah menyumbang penerimaan Negara sebesar US$ 83 miliar atau sekitar Rp.750 triliun.Bahkan setelah dieksplotasi selama lebih dari 30 tahun, di akhir kontrak kerjasama dengan TOTAL (Perancis) dan Inpex (Jepang) di tahun 2017, Blok Mahakam diperkirakan masih memiliki cadangan 2P Minyak sebesar 131 juta barel dan cadangan 2P gas sebesar 3,8 TCF.

Itu dari satu blok Migas, beberapa blok lain yang  dikelola Pertamina, Chevron, Exxon Mobil, dan KKKS lain menyumbang penghasilan yang tidak sedikit untuk negara.Namun demikian, pendapatan besar dari bagi hasil tersebut ternyata habis digunakan untuk menutupi subsidi energi akibat tingginya konsumsi energi nasional. Di samping itu BBM dan Gas Elpiji merupakan produk Industri Hilir turunan dari minyak bumi, padahal untuk komoditas minyak bumi, Indonesia telah menjadi negara importir sejak tahun 2003. Sementara produksi industri Migas hulu nasional saat ini sebagian besar merupakan Gas Alam (LNG).

produksi vs konsumsi migas nasional
produksi vs konsumsi migas nasional
penerimaan migas vs subsidi energi nasional
penerimaan migas vs subsidi energi nasional

Timbul pertanyaan. Jika hasil industri hulu Migas cukup besar untuk menutupi subsidi energi, kenapa harus bagi hasil? Bukankah akan jauh lebih menguntungkan jika semua proses industri hulu dikelola negara? Apalagi UUD 1945 mengamanatkan bahwa semua kekayaan alam adalah milik negara.Itu juga yang menjadi pertanyaan saya sebagai orang awam di bidang Migas. Tetapi rupanya ada beberapa alasan sistem bagi hasil dinilai lebih menguntungkan, setidaknya untuk saat ini.

Pertama, Eksplorasi dan Eskploitasi Migas adalah upaya penuh resiko, baik menyangkut biaya, pekerja, maupun lingkungan. Biaya yang dibutuhkan untuk eskplorasi dan eksploitasi Migas sangat tinggi. Sebuah sumur eksplorasi minyak di daratan bernilai tidak kurang dari US$ 100.000,  di laut dangkal bernilai US$ 10juta - US$ 30 Juta, sumur eksplorasi laut dalam nilainya melonjak puluhan kali lipat hingga lebih dari US$ 100 juta. Padahal, eksplorasi dan eksploitasi Migas Indonesia di masa depan semakin mengarah ke wilayah timur yang juga didominasi WK laut dalam. Nilai itu jika ditanggung sepenuhnya oleh APBN Indonesia akan sangat membebani keuangan negara dan berpotensi menyebabkan guncangan ekonomi serta politik.

investasi dan pendapatan dari industri hulu migas
investasi dan pendapatan dari industri hulu migas

Kedua, butuh waktu bertahun-tahun untuk dari proses pencarian, penemuan cadangan Migas, hingga produksi. Investasi Migas adalah Investasi jangka panjang yang tidak segera dapat dilihat hasilnya meski pun sudah mengeluarkan biaya sangat tinggi. Di sisi lain dengan kebutuhan Migas nasional negara dituntut untuk segera me-monetasi cadangan minyak agar menghasilkan devisa dan memenuhi kebutuhan BBM Nasional.

Ketiga, Eksplorasi Migas lebih sering gagal daripada berhasil. Hanya 40% dari eksplorasi berhasil menemukan cadangan Migas ekonomis dan berproduksi. Dengan tingginya tingkat resiko, lebih aman bagi negara sebagai pemilik kekayaan untuk menggunakan sistem bagi hasil. Melalui sistem bagi hasil, negara tidak mengeluarkan biaya investasi, kerugian menjadi tanggungan dan resiko KKKS.  Sementara jika cadangan Migas ditemukan dan sudah mulai berproduksi, investasi KKKS untuk ekplorasi dan eksploitasi akan dikembalikan secara bertahap dari hasil penjualan Migas.

Negara menyiasati “kehilangan” potensi pendapatan dari bagi hasil dengan mengupayakan agar Migas tidak semata-mata sebagai sumber energi, tetapi berkontribusi lebih besar kepada ekonomi negara. Untuk itu setiap biaya transaksi KKKS industri hulu diwajibkan untuk disimpan di bank nasional.

Hasilnya mulai terlihat, jika pada tahun 2009 KKKS melakukan transaksi sebesar US$ 3,97 miliar. Maka pada tahun 2011 meningkat menjadi US$ 6,348 miliar dan hampir bernilai US$ 8 miliar pada 2013. Dengan dana kontraktor yang dikelola perbankan nasional tadi, industri hulu Migas difungsikan untuk menggerakkan ekonomi nasional dan memberi efek berantai untuk kegiatan ekonomi lain.

Tidak hanya vital dari sudut ekonomi, industri hulu Migas pada dasarnya memiliki dimensi Hankam, kedaulatan dan Iptek.  Untuk menjaga negara kepulauan seluas Indonesia dibutuhkan kapal-kapal patroli dan pesawat tempur yang bergerak dan siaga setiap waktu. Demikian juga kapal-kapal penelitian yang harus berlayar secara periodik untuk mempelajari karakteristik lautan Indonesia. Hanya dengan industri hulu Migas yang kuat pasokan bahan bakar yang kontinyu dapat tersedia untuk kapal-kapal patroli, pesawat tempur, serta kapal penelitian tersebut.

industri hulu migas sebagai lokomotif ekonomi nasional
industri hulu migas sebagai lokomotif ekonomi nasional

Sebagai catatan tambahan, saat ini 96% pekerja industri hulu Migas merupakan tenaga kerja Indonesia. Sehingga peran industri hulu menjadi lebih vital sebagai penyerap tenaga kerja profesional dan terlatih.

Mewakili orang awam, memahami semua proses Migas di hulu saja rasanya terlalu sulit bagi kami. Usulan tentang pengelolaan energi masa depan terbarukan, penghapusan sistem bagi hasil, penguatan peran Pertamina sebagai KKKS, atau wacana menjadikan SKK Migas sebagai BUMN yang berkonsentrasi mengelola industri hulu Migas (sementara Pertamina fokus mengelola industri hilir Migas), semua di luar jangkauan kami.  Tapi selama pilihan-pilihan tersebut memang sepenuhnya ditujukan untuk kemakmuran dan kemajuan bangsa, bukan keuntungan segelintir orang, semuanya sangat patut dipertimbangkan.

Bagi kami, melihat kerja keras dan kejujuran para pemimpin mengelola sumber daya alam negara untuk kemakmuran bangsa sudah lebih dari cukup. Sebagai pribadi, kontribusi yang bisa saya lakukan hanyalah mengurangi konsumsi BBM dengan menggunakan kendaraan pribadi seperlunya, serta mendukung langkah SKK Migas memacu industri hulu Migas dan menjadikan industri hulu Migas lokomotif penggerak ekonomi nasional.  Seraya berharap, semoga semua usaha keras yang dilakukan dapat benar-benar berkontribusi sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan  kesejahteraan rakyat Indonesia.

Bogor, 15 Maret 2015

Bahan Tulisan

1. Industri Hulu Migas. Bahan Presentasi SKK Migas, Rimbono, Rudianto., Februari 2015.

2. 96 Persen Tenaga Kerja Hulu Migas Ternyata Orang Indonesia,http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/21/141717126/96.Tenaga.Kerja.Hulu.Migas.Ternyata.Orang.Indonesia

3. Bagaimana Negara Mengelola Industri Hulu Migas Kita?,http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/11/175019226/Bagaimana.Negara.Mengelola.Industri.Hulu.Migas.Kita.

4.Industri Hulu Migas Tingkatkan Peran Perbankan Nasional,http://www.skkmigas.go.id/industri-hulu-migas-tingkatkan-peran-perbankan-nasional

5. Hydrocarbon Exploration,http://en.wikipedia.org/wiki/Hydrocarbon_exploration

6. Data Dan Fakta Seputar Blok Mahakam, http://www.skkmigas.go.id/data-dan-fakta-seputar-blok-mahakam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun