Banyak yang bilang kalau tahun 2020 adalah tahun yang menyesakkan. Banyak kejadian yang nggak diingankan terjadi. Hanya 1 dari 6 bagian dari keseluruhan tahun yang dapat kita jalani dengan normal di awal tahun. Sisanya, jangankan untuk berlari mengejar tumpukan mimpi baru, untuk sekadar bertahan saja dibutuhkan tenaga ekstra. Semangat awal tahun pun menjadi turun secara drastis seketika di bulan ketiga tahun 2020 lalu.Â
Meski begitu, saya merasa telah menjalani tahun 2020 dengan cukup baik. Beberapa saat lalu saya iseng membuka aplikasi Instagram dan melihat-lihat story di tahun lalu. Penasaran secara detil, sebenarnya apa saja yang telah saya lakukan satu tahun terakhir. Meski nggak semuanya saya unggah di sana, tapi setidaknya saya mendapat gambaran diri saya satu tahun lalu.Â
Saya mulai membuka story tepat tanggal 1 Januari 2020. Seperti biasa, saya selalu merayakan tahun baru dengan menikmati film kesukaan di rumah dan tidur lebih awal. Semenjak lulus kuliah, saya nggak lagi menunggu jam pergantian tahun untuk tidur.Â
Bulan itu, saya resign dari pekerjaan yang membuat saya tertekan sepanjang hari. Kelegaan setelah resign itu benar-benar saya rasakan. Setelahnya, saya ke Jakarta untuk mengikuti sebuah seminar. Di sanalah saya mendapatkan inspirasi dan termotivasi untuk lebih mendekatkan diri dengan cita-cita saya selama ini.Â
Memasuki bulan kedua, saya benar-benar melakukan langkah kecil tersebut. Kembali menulis di media yang sempat saya tinggalkan. Diikuti dengan menerbitkan beberapa antologi. Pertama kali buku saya terbit, rasanya senang luar biasa. Saya bangga pada diri saya sendiri yang mampu menaklukan rasa malas yang mencekang diri sendiri. Meski hanya antologi. Tetapi, hal itu cukup membuat saya tersenyum sepanjang hari.Â
Di bulan ini juga saya memulai memberanikan mengekspresikan diri di media sosial. Bahkan, sempat saya bertanya-tanya pada diri, "Kok aku PD banget ngomong gini dan upload ke Instagram?". Di sisi lain, saat itu saya juga sedang insecure dengan pekerjaan. Tetapi, saya memutuskan untuk mengabaikan rasa insecure itu dengan banyak mengeksplor diri.Â
Bulan selanjutnya, Virus Corona yang nggak pernah terpikiran oleh saya bakalan masuk ke Indonesia nyatanya datang mampir. Banyak orang yang diliputi rasa takut kala itu, termasuk saya. Semua kegiatan pun mulai dilakukan di rumah. Sempat tertekan karena melihat pemberitaan di media, saya mencari kegiatan lain.Â
Saya cukup kaget melihat banyaknya kegiatan yang saya lakukan di bulan pertama karantina ini. Mencoba resep-resep baru, menjajal cabang fotografi yang lain, dan banyak hal lainnya. Semuanya saya lakukan dengan keterbatasan media. Tapi, saya terkesan lebih hidup dan tetap menikmatinya. Bahkan saya mampu melakukan jauh lebih baik di bandingkan dengan saat ini dengan semua kenyamanan.Â
Mulai dilanda kejenuhan, saya pun mencoba-coba menelepon teman-teman saya. Menanyakan kabar dan bertukar cerita. Bahkan ke tema-teman yang nggak termasuk dalam daftar teman dekat saya. Mencoba bersua dan melepas penat. Ternyata hal ini cukup ampuh membuat saya lebih rileks menjalani hari.Â
Lebih banyak waktu di rumah pada akhirnya membuat saya banyak menghabiskan waktu di media sosial. Beruntung saya telah membersihkan isi Instagram saya. Lagi-lagi, pada saat itu saya berusaha berkarya yang sebenarnya tanpa saya sadari disukai banyak orang. Padahal semua itu adalah curahan hati saya. Mungkin sebagian dari mereka berpikir itu hanyalah konten.Â