Mohon tunggu...
Dea Khaza Kharima
Dea Khaza Kharima Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Mahasiswi yang sedang mencari kesibukan lebih😳

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Nth Room Case: Sisi Gelap Dunia Digital Korea Selatan

1 November 2024   19:08 Diperbarui: 1 November 2024   22:39 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korea Selatan dikenal dengan kemajuan teknologinya yang pesat, namun sayangnya, ada sisi kelam yang ikut hadir di dunia digital ini. Salah satu kasus paling menggemparkan yang melibatkan grooming online adalah kasus Nth Room. Kasus ini mengungkap betapa mengerikan praktik eksploitasi seksual di internet yang melibatkan korban perempuan dan anak-anak. Artikel ini akan membahas mengenai kasus Nth Room, dari bagaimana awal mula kejadian ini terbongkar hingga hukuman yang diberikan kepada para pelaku.

Awal Mula Kasus Nth Room

Kasus Nth Room mulai terbongkar pada tahun 2020 ketika media di Korea Selatan menyoroti adanya jaringan eksklusif di aplikasi Telegram yang memperjual-belikan konten kekerasan seksual dan pornografi anak. Istilah "Nth Room" sendiri merujuk pada ruang obrolan atau chat rooms yang diatur secara bertingkat (dari Room 1 hingga Room 8), tempat di mana konten-konten eksplisit diperdagangkan. Di dalam setiap ruang, terdapat konten pornografi yang lebih eksplisit dan menakutkan daripada ruangan sebelumnya.

Kasus ini melibatkan lebih dari 74 korban, termasuk 16 remaja dan anak-anak. Korban dipaksa untuk melakukan tindakan tidak senonoh dengan ancaman, sering kali berupa pengungkapan identitas atau penyebaran informasi pribadi mereka ke publik. Pelaku utama dalam kasus ini, Cho Joo-bin, bersama dengan kaki tangannya, berhasil menjerat banyak korban untuk masuk ke dalam ruang obrolan Telegram tersebut.

Rentang Kejadian dan Cara Grooming Dilakukan

Kasus ini mulai terjadi sekitar tahun 2018, dan berjalan selama lebih dari dua tahun sebelum terbongkar. Para pelaku biasanya memulai dengan berpura-pura menjadi "perekrut kerja" atau "teman" di media sosial. Mereka mendekati korban, terutama remaja perempuan, lalu secara perlahan membujuk mereka untuk mengirim foto pribadi atau video pendek. Namun, begitu para pelaku memiliki satu konten, mereka mulai melakukan ancaman dan intimidasi, meminta korban mengirim lebih banyak konten eksplisit. Para pelaku juga menerapkan sistem level di chat room, di mana anggota harus membayar atau mengirimkan konten tertentu untuk naik ke ruangan dengan konten yang lebih ekstrem.

"Baksa/Doctor" berperan sebagai operator utama dalam jaringan eksploitasi seksual ini. Ia memanipulasi dan memeras korban untuk menghasilkan konten eksplisit yang kemudian didistribusikan melalui platform Telegram. Sedangkan "God God", adalah pendiri awal dari ruang obrolan Nth Room. Ia bertanggung jawab atas pembuatan dan distribusi konten ilegal serta memeras korban.

Pada akhirnya, Nth Room tidak hanya tentang grooming online, tetapi juga pemerasan berbasis gambar (sextortion), intimidasi, dan perdagangan manusia. Para pengguna ruang obrolan tersebut diwajibkan membayar sejumlah uang untuk bisa melihat konten yang mereka inginkan, yang membuat kasus ini bukan hanya kasus eksploitasi seksual tetapi juga kejahatan finansial.

Terbongkarnya Kasus Serta Dalang di Baliknya

Kasus ini akhirnya diketahui oleh polisi pada awal tahun 2020 berkat laporan dari beberapa jurnalis independen yang mulai menyelidiki ruang-ruang obrolan gelap di Telegram tersebut. Salah satu pelopor dalam membongkar kasus ini adalah sebuah grup aktivis dan jurnalis yang bekerja sama untuk melacak aliran uang dan informasi di aplikasi Telegram.

Ketika polisi akhirnya mulai terlibat, mereka menemukan berbagai bukti yang sangat memberatkan, termasuk percakapan antara pelaku dan korban yang terekam di dalam ruang obrolan tersebut. Berkat laporan dari para jurnalis dan kerja keras investigasi oleh pihak berwenang, pelaku utama, Cho Joo-bin dan Moon Hyung-wook  serta beberapa kaki tangannya berhasil diidentifikasi.

Cho Joo-bin (Baksa/Doctor) / detik.com
Cho Joo-bin (Baksa/Doctor) / detik.com

Kondisi dan Dampak Psikologis Korban

Para korban kasus Nth Room mengalami trauma yang mendalam. Banyak dari mereka yang merasa tidak aman dan malu, bahkan setelah kasus ini terbongkar. Beberapa korban masih merasa dihantui oleh ancaman yang diberikan oleh para pelaku, meskipun pelaku utama telah ditangkap. Dampak psikologis yang dialami oleh para korban sangat besar, dengan beberapa dari mereka bahkan mengalami gangguan mental akibat tekanan dan intimidasi yang mereka alami selama bertahun-tahun.

Penting untuk diketahui bahwa dalam kasus ini, sebagian besar korban adalah remaja perempuan yang masih di bawah umur. Mereka diancam dengan cara yang sangat manipulatif, sehingga sering kali merasa tidak memiliki pilihan lain selain memenuhi tuntutan pelaku. Hal ini juga menunjukkan betapa lemahnya perlindungan terhadap privasi dan keamanan anak-anak di dunia maya, terutama di aplikasi perpesanan yang bersifat anonim.

Reaksi Netizen Korea dan Dunia

Kasus Nth Room memicu gelombang kemarahan publik di Korea Selatan dan juga di seluruh dunia. Tagar  #NthRoomCase juga sempat trending di media sosial. Banyak netizen yang meminta agar para pelaku dihukum berat dan agar pihak berwenang mengambil tindakan lebih tegas terhadap kejahatan seksual di dunia maya.

Protes besar-besaran juga terjadi di dunia nyata, di mana masyarakat menuntut perlindungan lebih baik bagi korban dan mengutuk penggunaan aplikasi perpesanan anonim seperti Telegram untuk melakukan kejahatan. Kasus ini juga menyulut diskusi besar tentang regulasi aplikasi komunikasi, dengan banyak yang menuntut pengawasan lebih ketat terhadap platform yang memungkinkan anonimitas penuh.

Hukuman bagi Para Pelaku

Cho Joo-bin, otak utama di balik Nth Room yang berperan sebagai Baksa/Doctor, akhirnya dijatuhi hukuman 40 tahun penjara pada tahun 2020. Selain itu, Moon Hyung-wook, alias "God God," juga dijatuhi hukuman 34 tahun penjara.  Beberapa pelaku lainnya juga menerima hukuman yang bervariasi, namun sebagian besar mendapatkan hukuman penjara dalam jangka waktu yang panjang. Putusan ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para korban dan menunjukkan bahwa kejahatan seksual berbasis digital tidak akan ditoleransi.

Namun, banyak aktivis yang merasa bahwa hukuman ini masih belum cukup berat, mengingat dampak psikologis dan fisik yang dialami oleh para korban. Mereka menuntut agar ada hukuman yang lebih tegas bagi para pengguna ruang obrolan tersebut, yang dianggap mendukung dan berkontribusi dalam pelecehan ini.

Moon Hyung-wook (God-God) / Korea Times file
Moon Hyung-wook (God-God) / Korea Times file

Akhir Kasus dan Dampak ke Depan

Kasus Nth Room telah memberikan banyak pelajaran bagi masyarakat Korea Selatan dan dunia. Kejadian ini menyoroti bahaya grooming online dan pentingnya regulasi serta edukasi tentang keamanan digital. Pemerintah Korea Selatan juga mulai merumuskan undang-undang yang lebih ketat untuk melindungi korban kejahatan digital dan memperkuat pengawasan terhadap aplikasi perpesanan anonim.

Meski pelaku utama telah dihukum, masih ada kekhawatiran bahwa ruang obrolan serupa dapat muncul kembali di aplikasi lain. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi antara pemerintah, penyedia layanan, dan masyarakat untuk menjaga keamanan digital bagi semua pengguna, terutama anak-anak dan remaja.

Rekomendasi Dokumenter atau Drama Yang Mengangkat Kasus Nth Room

Kasus Nth Room di Korea Selatan telah diangkat dalam beberapa karya audiovisual, termasuk dokumenter dan drama, yang bertujuan mengungkap dan meningkatkan kesadaran publik tentang kejahatan tersebut. Bagi yang ingin mengetahui lebih dalam tentang kasus ini, dokumenter berjudul Cyber Hell: Exposing an Internet Horror di Netflix mengulas kasus Nth Room secara detail. Dokumenter ini menampilkan rekonstruksi kejadian, wawancara dengan para jurnalis yang mengungkap kasus ini, serta upaya para aktivis dan polisi dalam membongkar kejahatan tersebut. Dalam Drama Taxi Driver juga menampilkan episode yang terinspirasi dari kasus Nth Room. Dalam episode tersebut, tim Rainbow Taxi membalas dendam atas nama korban yang gagal mendapatkan keadilan dari sistem hukum, dengan alur cerita yang mencerminkan realitas kasus Nth Room.

Netflix: Cyber Hell Exposing An Internet Horror Poster
Netflix: Cyber Hell Exposing An Internet Horror Poster
 

Referensi:

https://www.koreatimes.co.kr/www/nation/2023/11/113_318586.html 

https://www.noice.id/info-terbaru/menguak-fakta-nth-room-case-kasus-cybersex-trafficking-yang-menggemparkan-dari-korea-selatan/

https://www.theguardian.com/world/2020/mar/25/outrage-in-south-korea-over-telegram-sexual-abuse-ring-blackmailing-women-and-girls

https://www.tempo.co/bbc/6384/korea-selatan-kisah-konselor-yang-membantu-perempuan-korban-kejahatan-seks-digital-dalam-kasus-doctor-room

Netflix: Cyber Hell – Exposing an Internet Horror

Viu: Taxi Driver 2 - Episode 1

https://www.bbc.com/news/world-asia-52030219

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun