Fasilitator Puspaga Kecamatan Wiyung menyelenggarakan Puspaga Goes to Community di Balai RW II Kelurahan Balas Klumprik, Kecamatan Wiyung dengan pesertanya adalah wali murid. Dalam kegiatan ini Fasilitator Puspaga Kecamatan Wiyung diakomodasi oleh Muhammad Randy Pradika Rakasiwy. Dalam kegiatan ini Fasilitator Puspaga berbagi informasi mengenai peran orang tua dalam membentuk masa depan anak.
Masa depan anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh dan lingkungan yang diciptakan oleh orang tua. Psikologi perkembangan menggarisbawahi bahwa hubungan emosional, pola komunikasi, dan strategi pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua memiliki dampak jangka panjang terhadap pembentukan kepribadian, keterampilan sosial, dan kemampuan anak untuk menghadapi tantangan kehidupan. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana peran orang tua dapat membentuk masa depan anak dari sudut pandang psikologi, dengan menyoroti aspek emosional, kognitif, dan sosial. Â
Menurut teori attachment yang dikembangkan oleh John Bowlby, hubungan emosional awal antara anak dan orang tua membentuk dasar bagi perkembangan emosi dan kepercayaan diri anak. Attachment yang aman, di mana anak merasa dicintai dan didukung, membantu anak mengembangkan rasa aman dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Sebaliknya, pola asuh yang penuh dengan kritik, pengabaian, atau kekerasan dapat memicu attachment tidak aman, yang sering kali berujung pada masalah emosional seperti kecemasan, depresi, atau sulitnya membangun hubungan interpersonal di masa dewasa. Â
Studi menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki secure attachment dengan orang tua cenderung lebih percaya diri, memiliki kemampuan mengelola stres dengan baik, dan mampu menghadapi perubahan hidup secara adaptif. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya orang tua hadir secara emosional dalam kehidupan anak, terutama di tahun-tahun awal kehidupan. Â
Dalam konteks pola asuh, Randy menyampaikan tiga gaya utama yang memengaruhi perkembangan anak: Â
- Otoritatif: Pola asuh ini ditandai dengan kombinasi kontrol yang tegas dan kasih sayang. Orang tua otoritatif menetapkan aturan yang jelas tetapi tetap fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan anak. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini cenderung mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki kemampuan sosial yang baik. Â
- Otoriter: Pola asuh ini lebih berfokus pada kontrol ketat tanpa mempertimbangkan kebutuhan emosional anak. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter sering kali patuh, tetapi kurang percaya diri dan cenderung mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan. Â
- Permisif: Orang tua permisif cenderung membiarkan anak bertindak sesuka hati tanpa memberikan batasan yang jelas. Anak dengan pola asuh ini sering kali kurang disiplin, sulit mengontrol emosi, dan memiliki tingkat tanggung jawab yang rendah. Â
Psikolog perkembangan menekankan bahwa pola asuh otoritatif adalah yang paling efektif dalam membentuk kepribadian anak yang sehat. Pendekatan ini memungkinkan anak belajar tentang batasan sambil merasa dihargai, yang pada akhirnya membangun keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab.
Kecerdasan emosionalÂ
Fasilitator Puspaga membahas lebih dalam bahwa emotional intelligence adalah kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Daniel Goleman, seorang psikolog terkemuka, menyebutkan bahwa kecerdasan emosional memainkan peran yang lebih penting daripada kecerdasan intelektual IQ dalam menentukan kesuksesan seseorang. Â
Orang tua memiliki peran besar dalam mengembangkan kecerdasan emosional anak melalui: Â
- Menjadi Teladan: Anak cenderung meniru cara orang tua mengelola emosi mereka. Jika orang tua menunjukkan kesabaran, empati, dan kemampuan mengelola konflik dengan baik, anak akan belajar melakukan hal yang sama. Â
- Mendengarkan dengan Empati: Ketika anak merasa didengar, mereka akan lebih terbuka untuk membicarakan emosi mereka, yang membantu mereka mengenali dan mengelola perasaan mereka. Â
- Memberikan Dukungan Emosional: Anak yang didukung dalam menghadapi stres atau tantangan akan merasa lebih percaya diri untuk mengatasi situasi sulit di masa depan. Â
Kecerdasan emosional tidak hanya memengaruhi hubungan sosial, tetapi juga kemampuan anak untuk menghadapi tekanan akademik dan profesional di masa dewasa. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai seperti empati, pengendalian diri, dan kerja sama sejak dini. Â
Dampak Dukungan Sosial Orang TuaÂ
Fasilitator Puspaga berdiskusi dengan peserta mengenai dukungan sosial dari orang tua memiliki peran penting dalam membangun kepercayaan diri dan resilien pada anak. Resiliensi adalah kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan atau kegagalan. Anak-anak yang merasa didukung oleh orang tua cenderung lebih mampu menghadapi kegagalan tanpa kehilangan semangat. Â
Beberapa bentuk dukungan sosial yang efektif meliputi: Â
- Memberikan Pujian yang Proporsional: Pujian yang diberikan secara tepat membantu anak merasa dihargai tanpa menjadi terlalu bergantung pada validasi eksternal. Â
- Menciptakan Rasa Aman: Ketika anak merasa bahwa rumah adalah tempat yang aman untuk berbagi masalah, mereka akan lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan di luar lingkungan keluarga. Â
- Menghargai Usaha, Bukan Hanya Hasil: Dengan menekankan pentingnya proses daripada hasil akhir, anak akan belajar untuk menghadapi kegagalan sebagai bagian dari pembelajaran. Â
Tantangan Orang Tua dalam Era Modern
Fasilitator Puspaga merefleksikan pentingnya pola asuh orang tua dalam era digital, orang tua menghadapi tantangan tambahan dalam membentuk masa depan anak. Paparan teknologi dan media sosial dapat memengaruhi cara anak memandang diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Orang tua perlu mengawasi penggunaan teknologi dan memberikan panduan yang tepat agar anak tidak terpapar konten yang merugikan perkembangan emosional atau moral mereka. Â
Selain itu, tekanan ekonomi dan jadwal kerja yang padat sering kali mengurangi waktu berkualitas antara orang tua dan anak. Padahal, waktu bersama adalah elemen kunci dalam membangun hubungan emosional yang kuat. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memprioritaskan waktu bersama anak, meskipun dalam durasi yang singkat. Â
Penutup
Pada akhir acara, Fasilitator Puspaga menekankan bahwa peran orang tua dalam membentuk masa depan anak tidak dapat diremehkan. Dari perspektif psikologi, orang tua adalah figur utama yang memengaruhi perkembangan emosional, kognitif, dan sosial anak. Pola asuh yang penuh kasih sayang, stimulasi intelektual, dan dukungan sosial yang konsisten dapat membantu anak tumbuh menjadi individu yang percaya diri, resilien, dan mampu beradaptasi dengan tantangan kehidupan. Â
Dalam menghadapi tantangan era modern, orang tua perlu menjadi teladan yang baik, memberikan perhatian emosional yang cukup, dan membimbing anak dalam memanfaatkan teknologi secara bijak. Dengan pendekatan yang tepat, orang tua tidak hanya membantu anak mencapai potensi maksimal mereka, tetapi juga membangun fondasi bagi generasi yang sehat secara mental dan emosional di masa depan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H