Oleh : Dea Dwi Ramadanty 1811304101, Putri Ramdani 1811304064
Program Studi Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medis, Fakultas Ilmu Kesehatan,Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta
Toksisitas merupakan uji yang dilakukan untuk memperkirakan risiko yang berkaitan dengan pemaparan zat kimia dalam kondisi khusus karena kita ketahui bahwa tidak ada satupun zat kimia yang dapat dikatakan aman (bebas resiko) sepenuhnya, karena setiap zat kimia akan bersifat toksik pada tingkat dosis tertentu. Meningkat nya kadar zat-zat pencemar yang berbahaya dapat menimbulkan toksik atau racun sehingga mengganggu proses kehidupan dan setelah mencapai kadar tertentu dapat mematikan hewan peliharaan,
Deterjen adalah bahan kimia pembersih yang dibuat dari suatu bahan dasar surfaktan dengan penambahan bahan lain yang diijinkan, makin meningkatnya jumlah penduduk indonesia, maka penggunaan deterjen akan semakin meningkat. Selain itu beban perairan akan sulit terdegradasi secara biologis oleh lingkungan. Ini berarti bahwa beban perairan dan pencemaran air akan bertambah karena jumlah deterjen yang bertambah banyak. Kriteria produk deterjen yang ramah lingungan adalah harus mampu terdegradasi secara biologis lebih besar dari 90% dan tidak bersifat toksit pada lingkungan (Agustina et al, 2005).
Deterjen merupakan bahan produk formulasi campuran zat kimia yang bertujuan untuk meningkatkan kemampyan daya pembersih. Secara khusu deterjen merupakan surfance active agent antara minyak dan air yang dapat menghilangkan kotoran dengan cara emulsi. Komposisi deterjen yang terdapat di pasaran adalah enzyme, brighteners, surfakta, builders, bleaches, alkalis, anti-microbial agents, anti-redepostion agen, colorants, corrosion inhibitors (Hardini et al, 2012).
Surfakta atau surface active agent (zat aktif permukaan) merupakan komponen utama deterjen yang menyebabkan larutan pembershi dapat membasahi permukaan dnegan menurunkan tegangan permukaan air (Nishiyama and Ikeda, 2002).
Untuk mengetahui sampai seberapa besar kemampuan badan air dalam menerima deterjen atau toksisitas tersebut, maka perlu dilakukan suatu uji awal yang dikenal dengan uji tosisitas.  Uji toksisitas digunakan untuk menentukan tingkat toksisitas limbah deterjen. Efek toksi terhadap suatu spesies ikan tertentu sebagai biota uji, khususnya yang hidup di air yaitu ikan (Budiawan  et al, 2009).
Sebagai  upaya  untuk  mengurangi  dampak kerusakan yang lebih lanjut terhadap lingkungan perairan, informasi tentang toksisitas LAS (Linear Alkil benzena Sulfonat) terhadap biota perairan terutama  terhadap benih ikan Nila sangat diperlukan.untuk mengevaluasi  besarnya  konsentrasi  toksikan detergen berdasarkan lama pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik dan mortalitas pada benih ikan nila (Oreochromis niloticus).
Tahap persiapan, ikan uji dipelihara selama beberapa hari dalam bak penampungan. Pemberian pakan ikan dan juga pergantian air dilakukan setiap hari. Pergantian air sebanyak 50-60% dari kapasitas air pemeliharaan. Tahap  aklimatisasi,  ikan  uji  diadaptasikan dalam bak penampungan selama satu hari tanpa diberikan makan. Hingga  kemudian pada tahap perlakuan, ikan diuji dalam empat konsentrasi  deterjen yang  mengandung bahan aktif LAS (Linear Alkilbenzena Sulfonat) dalam wadah yang masing-masing berisi  10 liter air. Kemudian ditentukan konsentrasi perlakuan larutan deterjen yakni kontrol (tanpa perlakuan) 0  ppm, 2,5 ppm, 5  ppm,  dan  7  ppm dalam masing-masing wadah uji yang telah diaerasi. Selama uji toksisitas, dilakukan pengukuran kualitas air dan pengamatan tingkah laku ikan uji serta kematian ikan dihitung selama 96 jam. Lethal Concentration 50-96  jam (LC 50-96  jam) dimana konsentrasi dapat menyebabkan kematian 50% pada suatu organisme  di  dalam  uji  toksisitas  selama  96 jam. Perhitungan LC 500-96 jam menggunakan analisis probit.
Suhu kisaran normal untuk pemeliharaan ikan nila berkisar antara 25-28℃, namun suhu yang terbaik untuk pertumbuhan ikan nila yaitu 27℃. Demikian  halnya  kadar oksigen  terlarut (DO) tersebut masih sesuai dengan kebutuhan oksigen terlarut (DO) untuk kelangsungan hidup  ikan  Nila (Oreochromis  niloticus) yaitu berkisar  antara  5-8  mg/L. Secara umum angka pH yang ideal adalah antara 4-9, namun untuk pertumbuhan yang optimal untuk ikan nila, pH yang ideal adalah berkisar antara 6-8. Dalam dunia perikanan nilai pH digunakan sebagai gambaran tentang kemampuan suatu perairan dalam memproduksi garam mineral.
Penulis berharap dengan disusunnya artikel ini dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa maupun mahasiswi sehingga dapat meningkatkan standar kompetensi dibidang laboratorium institusi pendidikan khususunya pada bagian pengujian toksikologi akut.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, S et al. 2005. Biodegradasi Dan Toksisitas Deterjen. Bulletin Penelitian vol. 27 No. 2
Budiawan, et al. 2009. Optimasi Biodegrdabilitas dan Uji Toksisitas  Hasil Degradasi Surfaktan Linear Alkilbenzena Sulfonat (LAS) sebagai  Bahan Deterjen Pembersih. Jurnal Makara Sains, 13(2): 125-133.
Hardini, D. CÂ et al. 2012. Pengaruh konsentrasi pemaparan surfakatan Alkyl Benzene Sulfonate terhadap toksisitas dan kerusakan jaringan ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Perikanan dan Kelautan, Vol. 3 : 59-63
Nishiyama, N et al. 2002. Microbial Degradation of Alkylmetylamonium Salts By Activated Sludge And Isolated Microorganism. Japan: Kao Corporation
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H